Perjanjian-6

57 3 0
                                    

Di kostnya, Silvy dan Dinda merasa khawatir.

"Sil, Lo beneran gak lihat Tejo, Tora dan Hendy?" tanya Dinda dengan perasaan cemas.

"Iye. Tadi gue sempet denger, Hendy ada masalah Ama Pak RT. Gue denger dari salah satu warga yang sempat ngelerai mereka. Warga itu datang ke rumahnya Pak Lurah, tepat saat gue tadi di panggil Pak Lurah barusan," jawab Silvy.

Dinda mencoba menghubungi ketiga temannya, namun berulang kali di coba ternyata hasilnya nihil. Setelah hari semakin malam, Dinda mendengar Heny meracau. Mereka berdua langsung menuju ke kamar tempat Heny terbaring.

"Pak Narso … Pak Narso …." Heny mulai mengigau dalam tidurnya. Suara itu terdengar seperti tengah merindukan seseorang.

"Sil, gue gak salah denger? Kok Heny bisa-bisanya kayak kangen ke Pak RT?" kata Dinda setengah berbisik.

Tampak keringat mulai membasahi tubuh Heny. Dinda berusaha membangunkan Heny.

"Hen, bangun. Please, bangun …," kata Dinda sambil menggoyangkan tubuh Heny.

Dan, tak lama kemudian, Heny terbangun. Wajahnya tampak pucat dan ketakutan. Dia pandangi Silvy dan Dinda.

"Sil, gue takut. Mimpi itu muncul lagi," kata Heny dengan nada ketakutan.

Dinda memeluknya, "Hen, tenanglah. Kita akan jaga Lo. Kita gak akan biarin Lo ketakutan."

Bersamaan dengan itu, datangnya Tejo, Tora dan Hendy denga wajah pucat dan nafas tersengal-sengal. Melihat para gadis ada di tempat Heny berbaring, mereka bertiga langsung mendatanginya.

"Guys, malam ini kita mulai berkemas. Sudah tak ada waktu," kata Tora dengan suara parau.

Dinda dan Silvy memandangi mereka dengan wajah kaget.

"Berkemas? Maksud Lo, kita mau keluar dari sini?" tanya Silvy.

Tora mengangguk. "Kalau bisa, malam ini kita keluar dari sini."

"Kenapa?! Kalau kita pulang, nanti kita harus mengulang mata kuliah kita. Kita bakalan rugi!," kata Dinda dengan nada sedikit marah.

"Dinda, perkara KKN kita pikirkan nanti, yang penting, kalian semua selamat. Desa ini kagak beres," tukas Hendy.

"Kagak beres?! Kagak beres gimana?!" balas Dinda dengan wajah keheranan.

Silvy teringat akan penjelasan Pak Lurah.

"Dinda, mungkin bener kata Hendy. Tadi, gue sempet lihat data penduduk di sini. Dan Lo tahu gak, kalau di desa ini tidak ada anak kecil. Satu-satunya anak kecil di sini hanya anaknya Pak Lurah. Dan, tadi gue dapat penjelasan dari Pak Lurah. Itu sebabnya, kita gak bisa menjalankan program KKN yang sudah kita buat proposal ya," kata Silvy menjelaskan.

Silvy mengeluarkan salinan data penduduk dari Pak Lurah.

"Nih, lihat. Sejak tahun 1996, tak ada lagi kelahiran," kata Silvy sambil memperlihatkan salinan data itu.

Mereka semua melihat data itu. Wajah mereka tampak keheranan. Seketika itu, mereka merasa merinding. Tanpa berkata-kata lagi, mereka segera mengemasi barang-barang. Setelah berkemas, mereka langsung menuju ke rumah Pak Lurah untuk berpamitan.

Di sana, mereka bertemu dengan Ki Wongso. Ki Wongso sempat menatap Silvy.

"Lho, orang itu?" gumam Silvy.

Rupanya, di sana Pak Lurah juga mulai berkemas. Istri dan anak-anaknya telah siap untuk pergi dari desa itu.

"Anak-anak, mulai besok, kegiatan kalian harus berpindah ke desa sebelah. Tadi, saya sempat berembug dengan Ki Wongso. Karena sesuatu hal, untuk sementara kalian akan tinggal di rumah Ki Wongso," kata Pak Lurah.

Kumpulan Cerpen HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang