Perjanjian-5

65 5 0
                                    

Keesokan harinya, Heny merasakan pandangannya  begitu silau. Perlahan, dia buka matanya.

"Busyet! Nih hari udah siang. Waduh, mampus gue. Nih ada kegiatan lagi," katanya dalam hati.

Heny berusaha untuk bangun, namun tubuhnya begitu  berat.  Dia merasa tubuhnya begitu letih. Di pandanginya isi kamarnya.

"Yah, sial. Terpaksa gue sendirian di sini," keluhnya dalam hati.

Heny melihat nasi bungkus di meja dekat tempat tidurnya. Karena merasa lapar, dia langsung memakannya. Tak lama kemudian, datanglah Dinda yang langsung menghampirinya.

"Syukurlah, Lo sudah bangun. Semalam kata Silvy Lo jalan sambil tidur, ya," kata Dinda.

"Uhm, iya sih. Gue ngerasa aneh. Dan, sampai saat ini, gue lemes banget . Mungkin, gara-gara semalam gue mimpi buruk," jawab Heny.

"Mimpi apaan, Hen?" tanya Dinda.

Heny menceritakan mimpi buruk yang di alaminya semalam. Wajahnya bercampur antara malu dan ketakutan. Dinda yang mendengarnya sempat membelalakkan matanya seolah tak percaya.

"Hah?! Lo serius mimpiin tuh aki-aki?" tanyanya dengan mata terbelalak.

"Nah itu die, Din. Dalam hati kecil gue, gue ngerasa itu salah. Tapi, semakin gue lawan, gue seolah tak bisa ngendaliin badan gue. Tapi, ada lagi yang lebih aneh. Gue ngelihat ada gadis ABG yang mencegah gue. Wajahnya pucat, dan ada beberapa luka lebam. Gue lihat betul dia pakai seragam SMU, tapi tubuhnya banyak luka. Pas gue tersadar, dia udah gak ada," jawab Heny.

Dinda teringat dengan cerita Bu Lasmi.

"Hen, Lo lihat gadis itu di mana?" tanyanya kemudian.

Heny mengingat-ingat. Dan, akhirnya dia teringat sesuatu.

"Gue ngelihat dia di dekat pohon beringin besar dekat rumah Pak Narso," jawab Heny.

"Uhm … apakah hilangnya gadis itu karena Pak Narso? Tapi, kita tak ada bukti," pikir Dinda dalam hati.

Sementara itu, Silvy dan Bu Lasmi tengah berada di ruang kerja Pak Lurah. Pak Lurah tengah membaca kedua proposal yang di ajukan. Wajahnya tampak serius.

"Proposal ini bagus, Silvy. Tapi, sepertinya akan sulit mewujudkannya di sini," kata Pak Lurah sambil mengamati proposal itu.

Silvy terkejut. "Mengapa, Pak?"

"Sekitar lima tahun lalu, pemerintah berencana membangun puskesmas di sini. Namun,  dari awal pembangunan hingga saat ini, tak ada yang mau berobat di sana. Sosialisasi pun tak kurang, namun masyarakat di sini tak ada yang mau berobat ke puskesmas. Dan, pernah sekali ada yang berobat ke sana, tapi ternyata penyakit di sini kebanyakan bukan karena medis. Alhasil, akhirnya semua nakes mengundurkan diri. Dan, bangunan itu pun kosong dan akhirnya hancur," kata Pak Lurah menjelaskan.

Silvy hanya terdiam mendengar penjelasan Pak Lurah.

Pak Lurah tampak berfikir keras. Dia menutup kedua map yang telah di bacanya.

"Pak Karta, bagaimana kalau kegiatan untuk para mahasiswa diadakn di desa sebelah saja? Bukankah di sana banyak anak yang putus sekolah?. Mereka harus membuat laporan kegiatan pengabdian untuk di kampusnya. Jika kita tolak semua proposal ini, tentu mereka akan gagal," kata Bu Lasmi memberi ide.

Pak Lurah kembali berfikir. "Baiklah, Bu Lasmi. Proposal ini akan saya pertimbangkan. Dan, saya akan coba menemui pejabat desa sebelah."

Akhirnya, Silvy di persilahkan kembali ke kostnya. Sementara itu, Tejo, Tora dan Hendy tengah berkeliling untuk melihat kegiatan masyarakat di sana. Mereka melihat kegiatan pertanian di sana.

Kumpulan Cerpen HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang