12. The Dream

40 8 0
                                    

"Sudah berapa lama waktu berlalu?"

"Sudah hampir 8 jam sejak kamu jatuh pingsan."

Estelle terdiam cukup lama mencerna perkataan Lucas barusan. Wanita itu menatap tenang langit-langit kamar berwarna cream sembari mengingat-ingat kembali hal sebelum ia pingsan. Perasaannya tiba-tiba tak enak ketika teringat akan sang adik.

"Di mana Eric?!"

"Dia ada di kamar tamu."

"Aku harus bertemu dengannya–”

“Tidak boleh,” tegas Lucas saat melihat istrinya yang hendak bergerak pergi.

“Dia baik-baik saja, apa yang kamu khawatirkan?”

“Kamu tidak berhak melarangku untuk menemui adikku.”

Perkataan dingin yang juga diiringi tatapan tajam membuat Lucas membeku seketika.

“Kamu sedang tidak baik-baik saja, Estelle. Dokter bilang tidak ada masalah dengan tubuhmu, tapi kamu tertidur selama hampir setengah hari. Bukankah itu aneh?”

“Aku baik-baik saja.”

Estelle berujar dengan penuh penekanan, membuat Lucas tak mampu lagi menahan wanita itu. Estelle segera turun dari ranjangnya kemudian melangkah keluar kamar.

“Eric…” panggilnya.

Lucas hanya bisa mendengus kasar menatap punggung istrinya yang mulai menghilang dari pandangannya.

“Kenapa dia keras kepala sekali?” gumamnya pelan.

Eric yang sedang bersiap untuk tidur, mendengar namanya dipanggil dari luar. Ketika sadar bahwa itu adalah suara sang kakak, ia pun segera keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan sang kakak.

“Kakak!”

“Eric!”

“Syukurlah kakak sudah sadar. Apa kakak baik-baik saja? Kenapa kakak langsung bergerak seperti ini?”

“Aku mencarimu.”

“Seharusnya kakak tetap di kamar. Kakak kan bisa meminta kakak ipar untuk memanggilku, kenapa harus memaksakan diri seperti ini? Apa kakak tahu betapa khawatirnya aku saat kakak tak kunjung sadar? Tolong jangan membuatku khawatir lagi.”

Eric menatap wajah sang kakak yang terlihat pucat dengan tatapan khawatir. Ia menggenggam jemari wanita itu kemudian menundukkan kepalanya hingga keningnya menyentuh punggung tangan Estelle. Tangan mungil yang ia pegang saat ini adalah tangan kakaknya. Satu-satunya keluarganya yang tersisa. Orang yang paling ia percaya, sayangi, dan cintai. Satu-satunya orang yang harus ia jaga. Namun melihat kondisi sang kakak yang buruk membuat hatinya melemah. Sudah cukup ia bersedih karena kepergian sang ibu, ia tak ingin orang yang ia cintai pergi meninggalkannya lagi.

“Eric?”

Estelle tampak bingung melihat kedua bahu sang adik bergetar. Sesaat kemudian ia merasakan punggung tangannya mulai basah.

“Eric? Kamu menangis?”

Eric menggeleng, namun ia tak kunjung mengangkat wajahnya.

“Jangan sakit lagi, Kak…”

***

Setelah memastikan kakaknya baik-baik saja, hari ini Eric pamit untuk pulang. Awalnya Estelle melarang Eric untuk pulang karena ia takut para bibi akan melakukan sesuatu padanya, namun Eric meminta Estelle untuk tidak khawatir karena ia bisa menjaga dirinya sendiri. Dengan berat hati Estelle melepas kepulangan sang adik.

“Aku akan sering mengunjungi kakak. Tolong jaga kesehatan kakak. Jangan sampai sakit.”

“Kenapa kamu yang lebih cerewet?” Ujar Estelle sambil memasang wajah cemberut.

Who Are YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang