Trauma-3 : Memberanikan Diri

314 20 0
                                    

        Sedaritadi Rara mencoba untuk memecahkan satu soal Ekonometrika menggunakan rumus yang telah diajarkan. Ia mencoret-coret bindernya, namun tak kunjung mendapatkan hasil. Ia lalu mengambil binder Keyla yang terbuka lebar di atas meja dan siap menyalin jawaban, sedangkan si pemilik binder sedang tertidur di tengah jam mata kuliah sedang berlangsung.

"Hiks~"

Rara menileh kearah Keyla yang mengigau. Wajahnya manis saat tertidur, namun matanya mengeluarkan air matanya, dan keningnya mengerut.

"Key.." panggil Rara pelan, sambil mengelus pundak Keyla. Rara ikut sedih melihat Keyla yang terlihat sedih dalam tidurnya.

Kejadian tersebut gagal membuat Rara menyalin jawaban, dan ia akhirnya tidak mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian hrian mata kuliah Ekonometrika, mana dosennya galak lagi.

•••

        Keyla membasuh wajahnya dengan air mengalir, menatap bayangannya di kaca wastafel toilet kampus.

Menatap bayangan tubuhnya di kaca menbuatnya kembali teringat ke masa dimana kejadian paling menyakitkan itu menimpahnya.

Air matanya kembali mengalir. Ia langsung membekap mulutnya sendiri, tak ingin orang lain mendengar isak tangisnya sembari memukul-mukul dadanya.

"Kenapa lo cengeng banget sih, Key.. hiks~" ucapnya pada bayangan dirinya sendiri.

Tangisannya masih menjadi, namun sudah terdengar knop pintu toilet yang bergerak, pertanda seseorang sedang berusaha membuka pintu itu. Tapi pintu tak kunjung terbuka karena dikunci dari dalam oleh Keyla.

Sudah berapa menit Keyla masih menangis. Namun kali ini ia teringat ucapan Mamanya dan Rara yang menyuruhnya untuk tidak nenahan tangisannya, dan akhirnya Keyla menangis dengan suara. Ia tidak memperdulikan ponselnya yang sekarang berbunyi, tanda panggilan masuk.

Tiba-tiba dadanya mulai naik turun, Keyla tidak bisa mengontrol emosinya saat ini, amarahnya tidak bisa ditahan lagi, dan kali ini ia mulai menggeram kencang sembari mengepalkan kedua tangannya.

PRANG!!

Keyla menonjok kaca di depannya dengan sangat keras. Kemudian detik selanjutnya ia menetralkan emosinya dan melihat beling-beling kaca yang sudah berserakan.

Entah ia akan dihukum atau dimintai ganti rugi oleh pihak kampus, ia tidak peduli untuk saat ini.

Keyla melihat darah di tangan kanannya, lalu membilasnya dengan air, kemudian membungkusnya dengan kain syal kecil yang tersimpan di dalam sling bag nya.

Rara tidak berhenti menghubunginya, dan kali ini Keyla mengangkat panggilan tersebut sembari berjalan keluar dari toilet itu.

Di luar sana sudah banyak mahasiswa yang mengantri di depan, tentu saja karena pintunya di kunci dari dalam oleh Keyla.

"Key, lo dimana sih?" suara Rara di seberang telepon.

Tatapan semua orang terarah ke tangan kanan Keyla dengan bertanya-tanya. Keyla tidak memperdulikan mereka dan langsung menuju parkiran.

"Gue cabut." ucap Keyla.

"Loh, kok? Masih ada mata kuliahnya pak Tommy."

"Absen." Keyla lalu memutuskan sambungan telepon.

Tidak peduli reaksi Rara disana seperti apa, Keyla langsung mengeluarkan kunci mobilnya dari sling bag.

Tak butuh waktu lama, mobil Brio abu-abunya meninggalkan parkiran kampus.

•••

        Keyla berjalan pelan menyusuri jalan setapak di hadapannya sambil memeluk bucket bunga lily putih, hingga tak sadar ia sudah sampai dan berdiri tepat di samping gundukan tanah berbalut rumput hijau yang tertata rapi. Cukup lama ia berdiri dan menatap sebuah pusara disampingnya, akhirnya ia berjongkok dengan lemas disana. Berusaha untuk tetap kuat.

Matanya masih berkaca-kaca, meletakkan bucket lily diatas makam tersebut. Lalu menatap pusara yang bahkan ia tak sanggup untuk mengusapnya.

HAILEE VANESHA MARTINEZ
Lahir : 13 Mei 1996
Wafat : 06 Oktober 2019

Dengan tangan gemetar, ia berusaha mengulurkannya lalu mengusap pusara bertuliskan nama yang sangat ia rindukan. Mata sembabnya kembali mengeluarkan air mata yang bahkan air matanya hampir habis.

"Ka, hiks~" ucap Keyla lirih.

"Maaf gue baru datang." benar saja setelah hampir 4 tahun meninggal, Keyla tidak pernah berkunjung ke tempat ini karena saat hari pemakaman ia hilang kesadaran tepat di samping makam Hailee, sampai tadi ia merasa tidak sanggup berada di sini.

"Gue bahkan gak tay mau ngomong apa, hiks~"

"Tapi gue berusaha mengontrol emosi gue, dan ini sulit banget." ucapnya sambil mengusap air matanya.

Kalimat Keyla berhenti sejenak karena tak kuasa menahan tangisnya. Sebisa mungkin ia mencoba untuk kuat, tapi air mata sialan itu terus jatuh tanpa bisa Keyla hentikan.

"Perkuliahan gue anan-aman aja, Mama sama Papa juga sehat-sehar. Tapi gue masih belum bisa terima kalo lo udah gak ada." Keyla berusaha tersenyum. Rasanya ia akan gila.

Tiba-tiba langit berubah pekat, suara petir mulai terdengar seperti saking bersahutan. Keyla mendongak, sepertinya akan turun hujan.

Ia kembali menatap nama Hailee, "Ka, sebisa mungkin gue berusaha berdamai dengan masa lalu, berdamai dengan keadaan, walaupun belum sekarang, tapi setidaknya gue udah berusaha untuk datang ke tempat ini, tempat dimana sebenarnya paling gak sanggup gue datangi." Keyla mengusap air matanya lagi.

Hujan pun turun membasahi tubuh mungilnya, dan bahkan sudah menembus ke luka di tangan kanannya. "Gakpapa, Ka. Ini gak sebanding dengan yang gue rasain setiap kali keinget li. Gue terpuruk." ucap Keyla, kini air matanya tak terlihat lagi, mungkin tersamarkan dengan air hujan.

Beberapa saat kemudian, ia tak lagi merasakan air hujan yang tadi membasahinya. Keyla mendongak dan mendapati sebuah payung yang menghalangi air hujan jatuh ke tubuhnya. Ia lalu berusaha bangkit berdiri dengan kaki berat, dan mendapati Nathan yang menatapnya lirih.

"Dari mana lo tau gue disini?" tanya Keyla yang melihat Nathan sudah berdiri di hadapannya.

"Dikasih tau Mama lo, katanya GPS mobil lo ada disini." jawab Nathan. Entah kenapa rasanya Nathan sudah semakin dekat dengannya.

"Lo seneng liat gue terpuruk?" tanya Keyla asal. Sementara Nathan hanya memandangnya dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Tangan lo.." tatapan Nathan berhenti ke tangan Keyla, lalu memegang tangan itu.

"Gakpapa." Keyla kenarik kembali tangannya, lalu kembali menoleh kearah makam Hailee, "Nanti gue balik lagi." Keyla mulai melangkah, Nathan mengikuti langkahnya sambil berusaha menutupi gadis itu dengan payung.

"Gue dateng pake taksi, siniin kunci mobil lo." tangan Nathan terulur kearah Keyla.

Keyla memberikannya lalu mereka pun masuk kedalam mobil. Saat pertama masuk, Nathan langsung mencium aroma tembakau beserta bungkus rokok di laci mobil itu.

Ia memandang Keyla yang sudah memakai seat beltnya seraya menutup matanya untuk tidur. Sepertinya gadis itu sudah lelah menangis.

Akhirnya mobil abu-abu itu melaju meninggalkan area pemakaman. Sepertinya hal ini patut disyukuri Keyla karena sudah mencoba berani menginjakkan kaki di tempat ini setelah sekian lama.

.
.
Bersambung..

TRAUMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang