Chapter 15

140 21 3
                                    

Hanum bukannya tidak mendengar rumor itu. Sejak kemarin, Meneer Meijer terus membicarakannya bersama isterinya. Bahkan tadi pagi, Meneer Loen datang menemui Meneer Meijer. Dan lagi-lagi, mereka membicarakan hal itu.

"Bawalah kotak ini. Antarkan ke kediaman Sander. Sebelum pukul enam, kau sudah harus kembali."

Titah mutlak dari Meneer Meijer membuat Hanum mengangguk cepat. Hanum tidak mengerti. Tapi firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tersirat saat Meneer Meijer melarangnya untuk pergi terlalu lama.

Tak ingin membuang waktu, Hanum segera melakukan tugasnya. Meneer Meijer memang sering mengutus Hanum untuk mengantarkan sesuatu ataupun menyampaikan pesan kepada rekan-rekan Meneer Meijer. Jadi membawa kotak besar seperti ini sudah biasa baginya.

Jaraknya cukup jauh, sekitar lima belas menit. Oleh sebab itu ketika di menit ke sepuluh, Hanum sudah berkeringat. Di tambah saat ini matahari masih bersinar terik meskipun sebentar lagi waktunya ia untuk bertukar peran dengan sang bulan.

"Hanum!"

Dalam hati, Hanum merutuki dirinya. Susah payah ia berpura-pura tidak melihat pemuda yang berada dalam radius lima belas meter darinya. Sialnya, pemuda itu menyadari keberadaan dirinya.

Sejak Hanum melihatnya, Egbert tengah duduk di bawah pohon kelapa. Pemuda itu tampak termenung.

Melangkah cepat, Hanum berpura-pura tak mendengar panggilan itu. Namun semua itu sia-sia ketika Egbert malah mendatanginya dengan senyum lebar.

"Kau mau ke mana?"

"Ke rumah Meneer Sander."

"Boleh aku membantumu membawa kotak-kotak itu?"

Hanum ingin sekali memukul kepala pemuda Belanda ini. Apakah Egbert tidak sadar situasi?

"Tidak perlu, aku bisa sendiri."

"Ayolah, Hanum. Aku tidak masalah jika harus meninggalkan tugasku. Lagi pula——"

"Aku yang tidak mengizinkan!" tolak Hanum tegas.

Egbert langsung membisu mendengar intonasi suara Hanum yang cukup tinggi.

"Kau ... kenapa?" tanyanya hati-hati.

"Aku baik-baik. Maaf Egbert, tapi aku harus segera pergi. Meneer Meijer tidak mengizinkanku berada di luar terlalu lama."

Dengan tergesa, Hanum meninggalkan Egbert yang masih mencerna situasi. Ia bingung, kenapa sikap Hanum sangat aneh? 

"Tunggu sebentar, Hanum!"

Hanum tak mendengarnya. Ia harus meyakinkan itu. Tidak boleh ada lagi interaksi antara keduanya. Hanum harus terus mengingat perintah dari Meneer Meijer kemarin sore.

"Jauhi Egbert, Hanum. Ini perintah mutlak dariku."

***

"Kenapa dadaku rasanya sakit sekali?"

Egbert merutuk berkali-kali ketika rasa nyeri di dadanya tak kunjung hilang. Rasanya sakitnya tidak seperti biasanya. Kali ini, menimbulkan rasa tak nyaman pada dirinya, yang membuat Egbert gelisah.  

"Ada apa denganmu?"

Jesse bertanya ketika melihat gelagat aneh dari Egbert sejak tadi. Mereka sedang dalam perjalanan menuju salah satu perkebunan kelapa.

"Aku tidak tahu. Tapi dadaku nyeri sekali. Rasanya aku ingin menangis." Egbert menjawab dengan raut mengeluhnya.

"Apa kau baru saja terjatuh? Dadamu bisa saja sakit karena itu."

"Tidak, aku bahkan merasa tidak melakukan yang aneh-aneh pada tubuhku, ataupun memakan sesuatu yang berbahaya."

Jesse ikut bingung mendengar jawaban Egbert. Kalau Egbert merasa tidak melakukan apapun, lantas apa yang membuat dadanya terasa nyeri?

Namun, sebuah asumsi tiba-tiba muncul di kepala Jesse.

"Apa kau sedang patah hati?"

Egbert mengernyit. Alasan macam apa itu? Apa hubungannya dengan rasa nyeri yang menyerangnya saat ini?

"Jangan membicarakan omong kosong." sangkal Egbert.

"Aku tidak berbohong. Atau, kau belum pernah jatuh cinta sebelumnya?"

"Tidak," jawab Egbert singkat.

Patah hati, ya? Kalau dipikir-pikir, tidak ada yang salah dengan jawaban Jesse. Bisa saja ia yang terlalu naif karena belum pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya.

Hal tadi siang memang sempat membuatnya sedih. Pertama kalinya Hanum menolak dirinya. Apa yang salah dari Egbert? Ia merasa tidak berbuat kesalahan apapun. Tidak tahu kalau——

Sial. Egbert lupa dengan rumor tentang dirinya yang masih beredar hangat itu. Hanum pasti mengetahuinya, kan? Mustahil jika tidak.

"Sepertinya kau harus pergi sendirian, Jesse."

"Ada apa?" Jesse menoleh bingung.

"Menyelesaikan sesuatu."

Egbert hendak melangkah, tapi itu tidak sempat terjadi karena Nindi yang datang menghampiri mereka, mengucapkan sesuatu yang terus Egbert hindari selama beberapa hari ini.

"Meneer Dedrick kembali memanggilmu ke ruangannya."

***

Part ini pendek dulu, ya. Karena aku bakalan double update. Ditunggu, yaa 🤍

Egbert Van Loen, 1935. [LJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang