3. Mimpi

69.8K 4.8K 27
                                    

KAMAR itu tidak pernah berantakan, kamar itu tidak pernah sekacau malam ini. Pecahan kaca yang berasal dari retaknya cermin tersebar di sekitar meja hias yang di penuhi oleh obat-obatan.

Azura menghela napas, gadis itu menatap lengannya yang kembali di penuhi oleh garisan-garisan yang mengering. Azura hanya menatap dengan kosong, tidak ada rintihan sama sekali ketika gadis itu mencengkram kuat pergelangan tangannya.

Tapi mungkin itu lebih baik, lebih baik dari rasa sakit yang hatinya rasakan, dan lebih baik dari segala rasa sakit yang pernah keluarganya torehkan. Garis-garis itu sakit, tapi nyaman untuk Azura.

Waktu telah menunjukkan pukul 2 pagi, tapi rasa kantuk belum menghampiri Azura sama sekali. Gadis itu menghela napas, rasa lega sangat terasa dalam dirinya karena bisa melampiaskan hal-hal yang terjadi hari ini, pada lengan kirinya.

Itu lebih baik.

*

Azura akhirnya memilih untuk mengistirahatkan diri, merebahkan tubuh rapuhnya yang di hantam habis-habisan hari ini. Mencoba untuk merihatkan diri agar kembali menghadapi rasa sakit esok, dan selamanya.

Azura menatap langit-langit kamar, pandangannya mengedar ke seluruh penjuru kamar yang bernuansa putih tulang. Sesaat, dia tersenyum tipis. Kamar yang dia tempati ini, dulunya adalah sebuah gudang yang tidak terpakai di kediaman Anreaz. Lalu kemudian, dia rubah menjadi sebuah kamar.

Meskipun terlahir dari keluarga yang sangat berada, tapi itu tidak membuat Azura hidup dengan kemewahan. Sedari kecil, dia sudah di asuh oleh pembantu yang bekerja di kediaman Anreaz, yang mengharuskannya tinggal bersama sang pengasuh di rumah sederhana di halaman belakang.

Ia hidup dengan limpahan kasih sayang dari pengasuhnya, Bi Ranti. Jika ada 1 hal yang membuat Azura merasa beruntung, yaitu memiliki Bi Ranty yang sangat menyayanginya.

Tapi lagi, dan lagi. Takdir seolah-olah tidak membiarkannya untuk bahagia. Pada ulang tahunnya ke 6 tahun, wanita hebat itu pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

*

Azura menyerngit bingung ketika menyadari dia berada di sebuah tempat asing. Gadis itu mengedarkan pandang, tempat ini benar-benar tidak dia kenali sama sekali. Ini seperti sebuah taman, tapi kenapa bisa dia ada di sini?

Azura akhirnya memilih untuk mematri langkah dengan segudang kebingungan dalam diri, hingga langkah kakinya terhenti saat manik hitamnya melihat 2 sosok yang dia kenali.

Albara dan Kiara, itu adalah 2 sosok yang dia kenali. Keduanya sedang duduk enteng di sebuah bangku taman.

“Bara” panggil Azura lantang, tapi Bara maupun Kiara tidak merespon sama sekali. Keduanya bertingkah seolah-olah tidak ada siapapun di depan mereka saat ini.

“Bara!” tapi panggilan itu tidak di rambut oleh respon sedikit pun dari Bara, keduanya masih bersikap biasa saja, melanjutkan kegiatan yang terlihat mesra di matanya. Gadis itu baru saja akan menarik kasar Kiara, saat netranya tidak sengaja melihat perut Kiara.

Buncit?

Azura langsung menatap sepenuhnya pada Kiara, benar!! Perempuan itu sedang mengelus perutnya yang terlihat membesar layaknya orang hamil.

Perubahan Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang