AZURA melirik jam kecil di pergelangan tangannya, pukul 04.06. Ternyata, cukup lama juga dia berada di sini. Azura akhirnya memilih untuk beranjak, keluar dari taman yang sedikit menenangkan baginya. Azura menyusuri koridor sekolah yang tampak sepi, karna memang jam sekolah telah habis dari satu jam yang lalu. Gadis itu dengan segera menyambar tas dan juga skeatboard-nya, ketika telah sampai di dalam kelas.
Dia dengan segera melajukan skeatboard-nya, cahaya keunguan mulai terlihat samar-samar, cahaya jingga perlahan terlihat di ujung jalan. Azura menghela napas pelan, manik hitamnya menatap fokus ke arah depan, mencoba untuk tidak melirik tempat di mana beberapa hari lalu dia hampir di lecehkan.
Azura tidak kuat, hal-hal yang nyaris merenggut masa depannya adalah trauma yang tidak akan pernah bisa hilang sepenuhnya. Azura hanya bertekad untuk berhenti mencari kebahagiaan dari orang-orang sekitarnya, bukan berhenti untuk menjadi gadis kuat yang memiliki sejuta luka.
*
Butuh waktu sekitar 17 menit, bagi Azura untuk sampai di rumah. Netra hitam itu menatap kediamannya dengan perasaan gundah. Ada setitik rasa sesak yang berhasil menyerangnya ketika melihat rumah ini, rumah yang menjadi saksi semua penderitaannya selama bertahun-tahun lamanya.
Azura menghela napas pelan. Gadis itu dengan segera membuka gerbang rumah, dan raut wajah itu berubah dalam sedetik. Beberapa motor yang berjejer asal di halaman rumah membuat Azura mendengus kesal. Dia hanya butuh waktu sedetik untuk berpikir, siapa tamu tak di undang yang datang dengan cara tidak sopan seperti ini. Ageros Gang, siapa lagi.
Suara tawa Kenzo, Kenan dan Azain adalah suara pertama yang Azura dengar saat gadis itu masuk ke dalam rumah. Tatapan Azura seolah tidak terbaca saat melihat Azain tertawa lepas seperti itu.
Azura mencoba untuk tidak perduli, dia akhirnya memilih untuk naik ke lantai 2. Tapi langkah kakinya seketika terhenti saat mendengar ucapan Azain. “Gue udah aduin Ayah, kalau lo bolos hari ini”
Azain kira, Azura akan berbalik dan langsung memohon keras padanya agar hal tadi tidak di beritahukan, tapi nyatanya dia salah. Respon Azura adalah hal yang tidak pernah dia pikirkan sama sekali. Azura hanya meliriknya sekilas, sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya. Dia bersikap seolah-olah itu bukan masalah besar.
“Azura” di pertengahan anak tangga, Azura berpapasan dengan Azafran yang hendak turun. Laki-laki dengan laptop hitam di tangannya itu menatap Azura dengan pandangan rumit. Tatap keduanya bertemu, tapi dengan makna yang berbeda. Azafran bahkan tidak bisa melihat pancaran lembut yang selalu terlihat di manik hitam adiknya itu.
“Kenapa?”
Azafran menggeleng pelan, membuat Azura mendengus dan kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.
“Buang-buang waktu”
Azafran jelas mendengarnya. Suara lirihan itu benar-benar terdengar jelas bagi Azafran. Laki-laki berumur 21 tahun itu menatap Azura yang sudah berlalu ke lantai 2. Pikirannya berkecamuk, memikirkan apa yang membuat Azura bersikap seperti ini pada mereka. Tapi, apa Azura akan tetap bersikap demikian jika dengan ayahnya?
*
Malam selalu sunyi, seberisik apapun dunia, malam adalah waktu yang paling sepi dan tenang. Dan Azura menyukai itu. Di malam hari, dia bisa mengistirahatkan banyak hal, dia bisa menenangkan perasaan yang kacau, dan juga bisa melampiaskan kemarahan atas perbuatan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perubahan Sang Antagonis
Teen FictionAzura, gadis itu tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua, mengharapkan kasih sayang dari ayahnya yang membenci kelahirannya. Ada kebencian seorang kakak yang di torehkan dalam hidupnya. Azura menderita, mengharapkan kasih sayang dari orang sek...