HARI Jum’at datang dengan begitu cepat, membuat Azura mau tak mau harus kembali menggerakkan seluruh tubuhnya untuk berangkat sekolah. Gadis itu mendengus kecil, jam telah menunjukkan pukul 06.58, dan Azura rasa dia akan terlambat hari ini.
Azura dengan segera meraih tasnya, mengambil kunci motor dengan kasar dan segera melangkah keluar kamar. Suara depakannya yang terburu-buru langsung membuat atensi Azafran teralih, tapi gadis itu tidak perduli sama sekali.
Decakan malas sontak keluar dari bibir Azura, saat gadis itu menginjakkan kaki di halaman rumah. “Ngapain”
Azaid dan Azain sedikit tersentak saat suara Azura menubruk pendengaran mereka. Kedua laki-laki itu menoleh, melihat sosok Azura yang melangkah mendekat.
“Motor siapa?” tanya Azaid, menunjuk motor di sampingnya.
“Motor gue”
Azain mengerutkan kening, penuturan Azura rasanya mustahil untuk dia percaya “Lo beli motor?”
Tapi Azura urung untuk menjawab, gadis itu hanya diam. Tidak merespon apapun.
“Lo beli motor tapi gak ngasih tau kita?”
Azura menatap Azaid dengan alis terangkat “Emang lo siapa?”
“Zur, kita kakak─“
“Stop buat ngakuin diri kalian sebagai kakak gue!” tegas Azura. Gadis itu maju selangkah, lalu berhenti persis di depan Azaid. “Karna kalau semisal kalian emang kakak gue, lo berdua gak mungkin ngelakuin semua ini”
“Lo berdua sadar, gak, apa yang kalian lakuin ke gue selama ini bukan gambaran seorang kakak” Azura menggeleng lemah, menatap manik Azaid dengan benci “Gue bahkan gak sudi punya kakak kayak kalian”
Itu mungkin adalah perkataan paling sakit yang pernah Azura lontarkan, tapi dia tidak perduli. Rasa sakit yang telah di terima bertahun-tahun, harus di rasakan juga oleh kedua kakaknya. Gadis itu tidak akan membiarkan rasa sakit hanya dia rasakan seorang diri, semua orang yang pernah menoreh luka padanya, juga harus merasakannya.
Gadis itu melirik jam tangannya, sial, selama 3 menit dia membuang-buang waktu hanya untuk berinteraksi dengan kedua laki-laki ini. Azura dengan segera bergerak menaiki motornya, namun terhenti saat mendengar pertanyaan Azain.
“Emang lo bisa bawa motor? Lo nggak usah caper berlebihan. Itu nggak akan buat kita perhatian sama anak pembawa sial kayak lo”
Azura menyugar rambutnya, menatap Azain dengan malas “Kita gak dekat, dan lo gak tau apa-apa soal gue”
*
Ini mungkin adalah hari keberuntungan Azura, kurang dari satu menit saja, mungkin dia sudah terlambat dan tidak bisa mengikuti pelajaran hari ini. Gadis itu menghela napas lega, melepaskan helm, lalu segera bergerak turun dari motornya. Azura sedikit meringis, saat merasakan perih di area perutnya.
Sial, magh-nya pasti kambuh. Azura tidak ingat betul, kapan terakhir kali dia menyantap makanan, tapi yang jelas, belakangan ini hanya makanan ringan yang dia konsumsi.
Saking tidak ingin berinteraksi lagi dengan anggota keluarganya, membuat Azura menyiapkan beberapa stok makanan di dalam kamar. Azura pikir, dengan menyediakan banyak makanan, dia tidak perlu repot-repot untuk mematri langkahnya ke dapur dan berpapasan dengan anggota keluarganya yang lain.
Azura sudah tidak ingin berinteraksi lagi dengan mereka. Dan ia harap, obrolan dengan kedua kakaknya pagi tadi adalah yang terakhir kali.
Suara bell tanda pelajaran pertama telah berdenting keras, membuat Azura segera mematri langkahnya memasuki area sekolah. Koridor saat itu sepi, membuat Azura leluasa untuk berjalan tanpa harus berdesakan seperti murid-murid pada umumnya. Sekolah ini luas, tapi ada satu hal yang paling tidak dia sukai. Kelasnya terletak tidak jauh dari kantin yang mengharuskan murid-murid dari kelas 10-11 berdesakan agar bisa ke kantin sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perubahan Sang Antagonis
Teen FictionAzura, gadis itu tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua, mengharapkan kasih sayang dari ayahnya yang membenci kelahirannya. Ada kebencian seorang kakak yang di torehkan dalam hidupnya. Azura menderita, mengharapkan kasih sayang dari orang sek...