Di ruangan nya, Azura mendatangi sang bos. Dia diminta untuk melihat data lelang yang akan mereka beli saat pelelangan pekan depan. Setiap kali ada pelelangan pasti ada bola mata berwarna scarlet red yang selalu laku terjual. Bahkan bola mata itu di tawar dengan harga setinggi-tingginya.
Bola mata itu berasal dari klan Kurta.
"Kenapa Anda tertarik pada bola mata ini Tuan?" tanya Azura.
"Azura, selain seorang pebisnis aku jugalah seorang mafia yang gemar mengoleksi barang antik mahal. Dan bola mata dari klan Kurta sangat menjanjikan. Aku bisa menjualnya lagi dengan harga yang lebih mahal," jawab sang bos seraya menyeruout kopi hangatnya.
Azura menutup buku list itu. Warna scarlet red memang indah, tapi entahlah apa yang membuat semua mafia menginginkan bola mata Kurta tersebut.
Dibandingkan soal keunggulan bola mata klan Kurta, Azura malah terfokus pada cara bagaimana mendapatkannya. Sebab dia khawatir ada sejarah kelam di balik keindahan itu.
"Itu memang bola mata yang indah, Tuan. Tapi bagaimana cara mereka mendapatkannya?" tanya Azura.
Mr. Yuma berdecak. "Itu bukan urusan kita. Yang penting benda unik itu berhasil kita menangkan saat pelelangan berlangsung."
"Tapi, Tuan. Bila mereka semua tahu bahwa itu milik klan Kurta maka bagaimana nasib klan Kurta itu sendiri? Apakah bola mata itu diambil secara paksa?"
"Tidak ada yang tahu bagaimana sejarah nya bagaimana bola mata itu bisa terjual secara gelap di pasar lelang, Azura. Tapi tidak menutup kemungkinan yang menjualnya adalah sekelompok penjahat atau bahkan mafia dalam pelelangan iyu sendiri."
Pantas saja sejauh ini klan Kurta tidak ada data, karena mungkin hampir semua penduduknya dihabisi. Lalu bola mata mereka diambil dan dijual. Tapi tetap saja itu kejahatan, pikir Azura merasa iba.
Azura menghela napas. Dia mengembalikan buku lelang tadi pada bos nya. Kemudian dia pamit untuk kembali ke ruangannya.
Sesampainya di ruang kerja, Azura membuka laptop nya. Dia mencari informasi seputar klan Kurta yang tersisa di internet.
Maniknya membola. Ciri khas klan Kurta memang ada pada matanya yang bisa berubah merah saat dalam keadaan marah atau emosinya terganggu.
Pemandangan di sekitar desa Kurta juga asri. Bahkan setelah penduduknya dihabisi, tempat itu tidak kehilangan keindahannya. Tapi untuk saat ini desa Kurta sudah menjadi tidak berpenghuni dan tidak bisa diakses dengan mudah meski itu menggunakan kendaraan yang canggih. Sebab memang letaknya yang cukup misterius di sebuah hutan dan pegunungan.
"Mungkin kalau desa Kurta saat ini masih berpenduduk pasti indah sekali, budaya penduduk di sana pasti khas . Dan penghuninya juga ramah," gumam Azura bermonolog.
Azura makin suntuk, sesekali merasa bosan juga. Sebab setiap kali ada lelang pasti Mr. Yuma mengincar bola mata scarlet red dari desa Kurta.
Dia sampai bingung sebenarnya dikemanakan saja semua bola mata itu oleh Mr. Yuma.
Di sela-sela kesuntukannya, Azura akhirnya terdorong untuk iseng menelpon nomor Kurapika. Ini masih jam kerja jadi tak masalah bagi Azura bila Kurapika tidak mengangkat teleponnya.
"Halo?"
Azura terperanjat. Tak menyangka Kurapika akan mengangkat teleponnya.
"Kurapika! Ini aku, Azura!" sapa Azura ceria.
"Azura! Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik. Bagaimana denganmu?"
"Kabarku sama seperi biasanya, biasa-biasa saja." Kurapika terdengar seperti tertawa kecil. "Ada kabar apa sampai kau meneleponku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KURTA'S HEART
FanfictionCOMPLETED - Kurapika x OC Dunia hunter begitu keras, bagaikan hidup di alam rimba. Seorang pemuda bernama Kurapika Kurta hidup di tengah dendam. Hidup dikelilingi teman yang berhati baik dan tulus ternyata belum mampu membuat dendamnya pada sekelomp...