Bab 3: Berbicara Dengan Wanita Laba-laba

16 5 2
                                    

TEPAT seperti dugaanku, Kak Nahla menyusul.

Saat aku kembali bersama Qeon, dia langsung memarahiku. Karena apalagi, selain meninggalkan Dapna di es?

"Beruntung kalian hanya diam di dekat tepian."

"Tapi es-nya tebal," bantahku. Kak Nahla melotot, lantas membentak. "Tidak usah membantah! Ayo kembali! Bikin aku dan yang lain khawatir saja."

Aku diam. Ini juga salahku sendiri pergi tanpa pamit. Di rumah, Nenek, Ibu, dan Bibi Oan memberiku banyak ceramah dan nasihat perihal es dan hutan yang telah membeku. Mereka bilang itu bahaya, dan aku tahu itu.

"Apa kau dengar, Nila?" tanya Ibu, dengan nada tinggi. Aku mengangguk. Ketiganya menghela napas. Entah sudah berapa lama mereka menceramahiku, aku tidak tahu.

"Baiklah, masalah ini sudah selesai. Ayo kita sarapan," ajak Nenek. Kami semua mengangguk kepadanya lalu segera beranjak dari ruang sidang.

Benar. Ini adalah ruang sidang. Setiap rumah di Suku Glacier memiliki ruang sidang. Kegunaan dari ruangan ini tak lain dan tak bukan adalah apabila ada salah satu anggota keluarga yang membuat masalah, maka dia akan dibawa ke ruangan ini. Hukuman yang diberikan pun cukup berat menurutku; mendengar ceramah, nasihat, dan diberi pekerjaan tambahan seperti berternak, berkebun, memasak, dan lain-lain.

Hanya aku yang masuk ke ruang sidang, sedangkan Dapna tidak karena Ibu mengira kalau Dapna tidak bersalah. Dia masih kecil, dan yang paling bertanggung jawab atas dirinya adalah aku. Aku yang meninggalkan Dapna di es, dan Ibu tahu itu dari Kak Nahla.

Aku bersyukur hanya mendapat nasihat dan ceramah untuk tidak ke hutan bersama dengan orang yang kurang dewasa. Dapna kurang dewasa karena umurnya masih sembilan tahun, dan itu adalah hal yang wajar bagiku kalau Nenek, Ibu, dan Bibi Oan khawatir.

Ibu pun membuka pintu, dan makanan dengan menu ikan panggang sudah tersedia di meja makan lesehan keluarga kami. Begitu menggugah selera sampai air liurku nyaris menetes.

Kak Tallu, Kak Nahla, Dapna, dan Ria yang menyiapkannya. Saat kami semua datang, mereka serempak langsung duduk rapi beralaskan bantal.

"Yah, meskipun Nila dan Dapna keluar tanpa izin, setidaknya ikan yang mereka dapatkan cukup banyak." Bibi Oan berkata sambil duduk.

Aku dan Dapna saling tatap, lalu kami sama-sama mengulum senyum. Dapna mungkin tidak masuk ke ruang sidang bersamaku, tapi setidaknya dia mendapatkan ilmu baru dariku. Dia bisa memancing ikan sendiri, dan itu benar-benar menguntungkannya.

Sebelum makan, kami pun membaca doa dan memuji Dewi Arghi atas limpahan berkah pagi ini. Nenek yang memimpin doa dan pujian. Setelah berdoa dan memuji Sang Dewi, kami pun mengambil sumpit masing-masing dan makan.

Aku menyuapkan se-sumpit daging ikan ke dalam mulut. Oh, ini ikan salmon yang sudah aku pancing. Rasanya lembut dan gurih. Aku yakin yang memasak ini pasti Kak Tallu. Menurutku, diantara semua anggota keluarga yang ada di sini, Kak Tallu yang paling pintar memasak. Lihat saja, penampilan makanannya pun menggiurkan begini.

Ah, ikan salmon ini mengingatkanku pada Minna. Wanita setengah laba-laba itu memberikan banyak sekali ikan kepada Qeon. Qeon memakannya dengan sangat lahap tanpa takut kalau orang yang memberinya makan adalah orang asing.

Saat itu, aku menatap wanita setengah laba-laba itu dengan tatapan waspada. Sangat waspada. Karena ini untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bertemu dengan makhluk lain selain manusia. Aku langsung memasang anak panah ke busur dengan telunjukku. Hendak memanah dirinya, tapi dia langsung menenangkanku begitu aku hendak menyerangnya.

"Wow, wow, tenang ... tenang ... aku tidak bermaksud jahat."

"Siapa kau?" Aku bertanya dengan nada mengintimidasi. Wanita setengah laba-laba itu mendehem sebentar, lalu memperkenalkan dirinya dengan anggun. "Aku Minna, Dewi Laba-laba, senang bertemu denganmu."

GLACIER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang