Bab 44: Perjalanan ke Kuil

8 4 0
                                    

AKU maupun Kak Tallu terdiam. Kakek Ebe dan Vail langsung bergerak ke dalam. Kulihat mereka mengambil barang-barang yang diperlukan. Namun kebanyakan yang kulihat mereka mengambil senjata.

Aku dan Kak Tallu kebingungan, tapi syukurnya Kak Tallu langsung bertanya perihal yang terjadi. "Ada apa ini? Ka-kalian mau ke mana?"

"Kemasi barang-barang kalian dan bawa Soan serta Kaie, kita harus pergi dari sini, di sini tidak aman." Vail menjelaskan dengan sesekali memakai jubah dan juga membetulkan sarung bumerangnya. "Pergi ke mana? Dan apa maksudmu tidak aman?" tanyaku setelah berapa lama diam memperhatikan mereka.

Vail menatapku serius. "Iblis Api tiba-tiba muncul sesuai prediksi Tetua Adat Yotae--Tetua Adat Suku Ameer--dan saat ini dia sedang memporak-porandakan Suku Ameer dan Suku Amuuy."

"Apa?!" Aku dan Kak Tallu berucap bersamaan. "Apakah Iblis yang kau maksud adalah Iblis Api Osuusieh?" tanya Kak Tallu, memastikan.

"Kurasa begitu," sahut Vail, kemudian melangkah ke arah Kaie yang saat itu masih terlelap. Sebelumnya dia sudah masuk ke dalam kamar dan membukanya dengan kasar dan bising pula. Meski begitu, anehnya Kaie tidak merasa terganggu. Justru, dia terlelap seperti biasanya. "Oi! Kaie, bangun!"

"Ta-tapi, Kaie sudah mengusir Iblis Api itu, dan tidak mu--"

"Mengusir bukan berarti tidak akan kembali Tallulah," potong Vail. "Dia kembali, dan kali ini menyebut generasi terakhir Suku Glacier dan Suku Daun," lanjutnya.

Aku berpikir sejenak. Generasi terakhir Suku Glacier dan Suku Daun? Oh! Yang benar saja! Akai pernah bercerita kalau Dewa Andihita dan Dewi Arghi menjodohkanku dengan Kaie. Iblis Api Osuusieh tahu, terlebih aku dan Kaie sudah dua kali bertemu, dan karena hal itulah, akhirnya dia menghancurkan Suku Glacier dan juga Suku Daun, sampai menyisakan aku, Kak Tallu, dan Kaie.

Aku marah, tapi juga takut. Aku marah karena dia telah menghancurkan Suku Daun dan Suku Glacier, sedangkan aku takut kalau insiden dua tahun lalu akan terjadi lagi. Kali ini bukan melibatkan warga Glacier ataupun warga Daun, tetapi warga Amuuy dan Ameer.

Aku mengepalkan tanganku sejenak, kemudian melangkah cepat ke arah kamar. "Aku akan membereskan barang-barang," kataku.

Kak Tallu menatapku heran sementara aku tidak peduli. Jika Iblis itu tidak terima aku dijodohkan oleh Dewa ataupun Dewi, mengapa dia harus menyerang suku lain?

-

Hujan salju mengguyuri kami di malam yang gelap. Aku memakai jubah berbulu untuk melindungi sekujur tubuhku dari hantaman hujan salju yang kian menderas, serta aku pun menutup kepala dan wajahku dengan penutup sehingga yang tersisa hanyalah mata.

Kak Tallu juga sama, dia memakai jubah bulu, hanya saja ukurannya lebih besar mengingat dia menggendong Soan di balik jubah bulunya yang besar. Soan sedang tidur, dan dia harap Soan tidak merasa terganggu dengan perjalanan yang mendadak ini, dan aku pun berharap kalau anak ini tidak rewel mengingat saat ini kami sedang dalam keadaan darurat; Iblis Api menyerang Suku Amuuy dan Suku Ameer, dan dia bahkan menyebut-nyebut generasi terakhir Suku Daun dan Suku Glacier. Kalau sudah begini, dia pasti akan mencari kami.

Kakek Ebe yang memimpin jalan sembari menunggangi Lan seraya memegang obornya tinggi-tinggi, sedangkan Vail menunggangi Bua, Ozh membawa barang-barang kami yang sekiranya penting dan juga persediaan makanan. Aku, Kak Tallu, dan Soan menunggangi Qeon, sementara Kaie menunggangi Inso.

Kami saat ini sedang mendaki sebuah bukit dengan salju setinggi betis orang dewasa. Aku memperkirakan begitu setelah melihat kaki tiga beruang dan harimau ini ketika menginjak salju, dan jika aku menginjak salju pun, kupastikan bahwa kakiku tenggelam. Aku tidak setinggi orang-orang dewasa ini. Kaie bukan orang dewasa, tapi dia tumbuh dengan sangat cepat.

GLACIER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang