05. Pekerjaanmu

93 22 6
                                    

SEBELUMNYA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEBELUMNYA.

Pertemuan ketiga mereka terjadi di waktu yang sama seperti pertemuan pertama.

Ketika Jeno muncul, gadis itu telah menunggu. Karina duduk dalam keheningan di tepi sungai, melipat tubuhnya jadi lebih kecil dengan cara memeluk lututnya. Dia memunggungi Jeno. Hanbok-nya yang berwarna hijau kontras dengan pemandangan di sekelilingnya. Di antara rerumputan dan dedaunan yang sekarat, dialah makhluk yang paling hidup meski hanya ditengok dari belakang.

Sebenarnya Jeno agak terlambat. Aeri yang murka menjadi masalah besar, kalau tidak bisa disebut raksasa. Sepanjang hari ini, Aeri berhasil membuatnya merasa dia berjaga sendirian, sekaligus memberinya pelajaran menyakitkan betapa keheningan bisa sangat menyiksa. Tak sekadar membisu, Aeri juga enggan memandangnya. Satu-satunya bukti Aeri belum menginjak-injak persahabatan mereka adalah tak adanya laporan yang mencapai telinga Sang Ratu. Jika iya, Jeno tidak akan berada di sini dan Karina akan menjadi orang hilang lain.

Seperti yang terjadi sembilan tahun silam.

Selagi membuka mulut untuk menyapa Karina, Jeno sadar terang-terangan menemui gadis itu takkan membantu meredakan amarah Aeri atau menyelamatkan kepalanya. Dia hanya tidak tahu apa yang mendorongnya melanjutkan. "Kukira tadi kau anak rusa."

Karina memutar tubuh, dan wajahnya一kala mentari senja menyinarinya bagai cahaya api yang membara一nyaris terlalu cantik untuk dilihat secara cuma-cuma. "Jeno!" balasnya dengan kegembiraan yang mengejutkan, sebelum gadis itu mengerutkan kening. "Kenapa anak rusa?"

Jeno duduk di samping Karina, lantas bergeser sedikit menghindari kotak kayu kecil di tanah yang hampir didudukinya. "Saat merasa terancam, anak rusa akan menunduk rendah supaya luput dari pandangan pemangsa一suatu teknik pertahanan diri yang bekerja paling efektif di padang rumput yang tinggi dan lebat."

"Benarkah? Aku tidak tahu itu. Apa di hutan ini ada banyak rusa?"

"Cukup banyak. Apa ini yang kau bawa?"

"Oh." Karina mengangkat kotak kayunya dan membuka tutupnya. Di dalam kotak itu terdapat selusin benda ... Makanan ... berwarna-warni berbentuk bulan sabit yang baunya menggoda dan anehnya disisipi duri cemara. Uap tipis mengepul dari makanan yang hanya seukuran seperempat buah apel itu. "Ini adalah janjiku kemarin. Awalnya aku tidak tahu harus menghadiahimu apa, sampai aku ingat aku punya sisa-sisa kayu pinus dan duri cemara dari hari Chuseok, jadi aku memasak songpyeon."

Jeno menatapnya dengan tatapan kosong.

"Bodohnya aku!" Karina memukul dahinya sendiri. "Tentu saja kau tidak paham kan? Chuseok, Tuan Mata Hijau, adalah festival panen manusia yang dirayakan selama tiga hari pada pertengahan musim gugur, dimana kami menyajikan berbagai makanan pada leluhur kami, dan songpyeon merupakan salah satunya. Memangnya kalian tidak punya perayaan semacam itu?"

"Tidak," sahut Jeno, tidak mengakui bahwa bangsanya adalah bangsa yang tak tersentuh oleh waktu. Mereka abadi, selama tidak menderita cedera yang terlampau fatal. "Bolehkah aku ikut merayakannya? Maksudku aku bukan manusia."

Her Seven Lies ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang