08. Dalam Membela Diriku

65 15 3
                                    

Tangan Yoo Jimin bisa melakukan banyak hal一mengurus ayam, menyembelih, dan memotong-motong mereka hanya sebagian di antaranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan Yoo Jimin bisa melakukan banyak hal一mengurus ayam, menyembelih, dan memotong-motong mereka hanya sebagian di antaranya.

Di bawah cahaya bulan yang tersaring sedemikian rupa oleh dedaunan hutan, Jimin mengamati telapak tangannya yang berkuku pendek dan di beberapa tempat, tergores-gores. Satu goresan一langkah yang salah dalam mengantisipasi pedang Sungchan一bahkan memotong bagian atas garis tangannya. Jimin bertanya-tanya apakah itu berarti sesuatu; kemalangan? Perubahan besar? Yang pasti tangannya tidak seperti tangan gadis seusianya. Namun sulit memiliki tangan yang mulus saat kau harus berlatih senjata terus-menerus.

Seperti yang pernah dia ucapkan pada Jeno, mengajari wanita beladiri dianggap setali tiga uang dengan memasak memakai kayu bakar yang basah, tapi coba saja katakan itu pada Jimin yang selalu tidur lebih nyenyak setelah latihan dan Sungchan yang lega mengetahui jika terjadi sesuatu, Jimin tidak akan menjadi terlalu rentan. Di usia 18 tahun, Jimin tahu lebih banyak mengenai sudut yang pas dalam memanah ketimbang cara menjahit pakaian. Malam ini, jika teman-teman Jeno mengira bisa menyergapnya dengan mudah, mereka akan menemui kejutan.

Kau tahu apa yang harus kau lakukan

Benar sekali, Sungchan.

Jimin mengepalkan tangan, melanjutkan perjalanan. Hutan terkutuk tampak lain saat dikunjungi di malam hari. Lebih gelap. Lebih menakutkan. Pohon-pohon menjelma jadi sosok-sosok raksasa yang tak ramah, dengan dahannya yang bagai cakar gelap panjang. Jimin menunduk atau melangkahi "kaki" para raksasa itu yang terjuntai, selalu di waktu yang tepat. Setelah begitu sering singgah, sesungguhnya Jimin tidak pernah merenungkan betapa kini dia bisa berjalan ke sungai Edra sambil menutup matanya.

Di tepi sungai itu, tampak seanggun ratu mana pun, duduklah Sang Putri Cahaya.

"Kau cukup berani untuk datang sendirian." Adalah sapaan pertama Aeri. "Ataukah itu kebodohan?"

Jimin berhenti sekitar tiga rentangan tangan dari penjaga itu. "Malam yang indah, Aeri."

Aeri masih menatap ke depan, pada permukaan sungai Edra yang di malam yang indah ini nyaris tidak bergerak, laksana cermin besar yang memantulkan langit bertabur bintang-bintang. "Mengapa temanmu tidak menyertaimu?"

"Temanku bukanlah urusanmu."

"Benar. Hanya saja ... Menurutku dia cukup menarik."

"Dalam hal apa? Cukup menarik untuk ada di poster orang hilang?'

Baru saat itulah Aeri berdiri dan menoleh. Kantong anak panah yang terisi penuh di punggungnya bergeser seiring gerakannya. Kedua gadis itu sama-sama tersenyum. Sama-sama bukan senyum yang ramah. "Bagaimana kabar Jeno?"

"Tidak terlalu baik." Jimin membeberkan. Dalam hati tanpa alasan yang jelas dia menambahkan, tersesat. "Berapa lama kalian bisa bertahan tanpa makan dan minum? Apa itu tergantung pada seberapa keras kepala seseorang?"

Her Seven Lies ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang