Hasil pertemuan itu tidak berjalan sempurna—dan Taeyong membencinya.
Taeyong mencari dan mencintai kesempurnaan dalam suatu cara yang ekstrem—jika tidak bisa disebut obsesif. Dia membenci segala sesuatu yang cacat atau seseorang yang rusak. Di dunia ini, tak banyak yang Taeyong cintai melebihi kesempurnaan, dan kalau ada, itu hanyalah kemenangan. Hari ini, dia tak mendapatkan keduanya. Seorang gadis manusia mengalahkannya. Kejutan.
Gadis itu kini berbalik meninggalkannya sebelum dia sempat menjawab, seolah pendapatnya tidak diperlukan, tidak penting. Belum pernah ada yang memperlakukan Taeyong seperti itu. Sebuah hiasan rambut khas manusia berbentuk bunga mencuat dari rambutnya yang disanggul. Punggung dan kepalanya setegak bila ia menyangga sebuah mahkota. Dan sebagai tambahan, meski gaunnya usang, gadis itu bicara layaknya orang yang beradab.
Gadis itu jelas tidak datang kemari tanpa persiapan. Ia punya waktu sembilan tahun untuk menyempurnakan rencananya. Cerdas. Ia juga punya segala yang dibutuhkan untuk menjadi seorang bangsawan berkedudukan tinggi—bahkan seorang ratu. Tak heran Jeno jatuh cinta padanya, terlepas dari rupanya yang memang sedap dipandang. Tidak setiap hari kau bisa menemui manusia sepertinya. Si Karina itu—
"Menarik," gumam Taeyong. "Dia sangat menarik. Bukankah begitu menurutmu, Aeri?"
Aeri terlalu kalut untuk memikirkan apapun selain peliknya situasi mereka. "Karina tidak main-main; dia tidak hanya menggertak."
"Aku tahu."
"Tidak, maksudku dia benar-benar serius. Ini bukan permainan."
"Aeri, aku benar-benar tahu. Percayalah. Aku mengerti. Yang tidak aku mengerti adalah, mengapa kau sampai membiarkan ikan yang berbahaya ini lolos dari jaringmu? Tak bisakah kau mengenali predator saat melihatnya?"
Kurang dari sepekan yang lalu, Taeyong menyaksikan Aeri berlutut di ruang singgasana ratu, ketakutan setengah mati menyampaikan bencana ini yang hingga titik tertentu, dibuat oleh tangannya sendiri. Berita itu menjadi badai di hari yang cerah. Berita itu, yah, mengerikan. Semakin lama mendengar, semakin Sang Ratu sadar bahwa apa yang ia kira emas rupanya tak lebih dari tembaga tak berharga. Sang Ratu marah besar. Aeri tak berani sekali pun membalas tatapannya. Begitu pula kini. "Aku tahu—maksudku, tidak—maafkan aku. Seandainya aku ...." Aeri menggeleng. "Aku sangat menyesal."
Taeyong sengaja diam, menghukumnya dengan keheningan. Sang Ratu bukan satu-satunya yang kecewa. Aeri—Taeyong berharap banyak padanya. Jadi dibiarkannya keheningan tumbuh bak tanaman yang diberi pupuk, yang kira-kira bertahan semenit, sebelum orang lain memotong "tanaman" itu dengan suara langkah kaki, berikut suaranya sendiri. "Aku tidak yakin permintaan maaf bisa mengubah apapun, tapi kurasa kita bertiga bisa setuju kau sudah cukup mengucapkannya, ya kan, Aeri? Taeyong?"
Mereka serempak menoleh.
Jika kau melihatnya, kau tidak akan menebak seseorang itu dulunya adalah penjaga. Namun saat masih menjadi penjaga pun, dia tak pernah terlihat seperti salah satunya. Para penjaga cenderung memakai pakaian yang sederhana; orang yang baru tiba ini mengenakan pakaian lebih rumit yang di masa depan akan tampak seperti persilangan mantel dan jubah. Rambutnya yang dulu panjang kini terpantau pendek, hanya sebahu—perubahannya yang paling nyata dalam sembilan tahun. Lima cincin antik tersebar di kesepuluh jari tangannya. Kegemaran umum yang bisa ditemukan baik pada bangsanya atau manusia; tak ada makhluk berakal yang tak menyukai benda berkilauan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Seven Lies ✔️
FanfictionPernah berpikir berburu makhluk mitos? Karina, seorang manusia; terlihat lugu dan ramah一setidaknya dari luar. Mengaku pandai menyimpan rahasia, tetapi lebih pandai lagi berpura-pura. Dirinya yang sejati tersembunyi di balik permukaan es tebal, hanya...