SEBELUMNYA.
Musim dingin ketika Jeno mengenal Karina adalah musim dingin yang ganas. Pada minggu pertama saja, salju langsung turun dengan deras seolah langit terkoyak, tanpa henti, pada siang yang suram atau malam yang kini jadi lebih panjang. Tanah bak berhenti bernapas di bawah tumpukan salju tebal, yang otomatis mengubah tampilan hutan. Jika sebelumnya hutan didominasi warna hijau, sekarang sejauh mata memandang Jeno hanya bisa melihat batang-batang cokelat pepohonan, hamparan salju putih, dan lebih banyak hamparan salju putih. Musim dingin selalu berkunjung dengan kekuatan dahsyat untuk merombak dunia.
Sungai Edra tidak kebal dari dampaknya. Sungai itu membeku, permukaannya tertutup lapisan es yang mengeluarkan suara memuaskan saat dipecahkan dengan batu, hanya untuk terbentuk lagi dalam hitungan jam一mungkin malah lebih singkat. Tak ada keuntungan apa-apa yang diperoleh Jeno dari melakukannya, selain membunuh waktu dalam kebosanan. Musuh terbesar Jeno, kebosanan. Tidak jelas mana yang lebih tidak disukainya di antara kebosanan dan dibuat menunggu lama.
Namun selang beberapa detik kemudian, apa一siapa一yang ditunggunya datang, dan kebosanan Jeno menguap seketika. Orang itu datang dengan keributan khas yang selalu menandai kemunculannya, entah karena tersandung, tak sengaja menendang/menginjak sesuatu, atau seperti yang terjadi kali ini, terpeleset dan jatuh terjerembap. Jeno tak bisa menahan tawa. Bukan Karina namanya kalau tidak gegabah.
"Kau baik-baik saja?"
Gadis itu malah memekik. "Tehku!"
"Aman." Jeno mengabarkan, mengangkat sebuah botol kaca berukuran sedang yang untungnya tidak pecah.
Karina tersenyum jenaka. Alis dan bagian depan rambutnya dihiasi salju yang cepat-cepat ditepisnya. "Hai, Jeno. Lama menunggu?"
Sambil berdecak, Jeno menolongnya bangun. "Bisakah untuk sehari saja kau tidak bersikap ceroboh?"
"Huh, jangan mengomel. Hari ini sudah cukup buruk tanpa omelanmu."
"Apa terjadi sesuatu?"
"Kau bercanda? Selalu terjadi sesuatu di desa!" seru Karina heboh, mulai berceloteh dengan kecepatan yang mengagumkan. Tangannya ikut bekerja, menuang teh hangat dan membaginya ke dalam dua gelas kecil yang juga dibawanya. "Bila dilihat dari jauh, desaku memang terkesan tenang, tapi biar kuberitahu, ya, kami sebenarnya menyimpan banyak rahasia. Sebagian besar bisa kau temukan di restoran yang menjual alkohol, walaupun yang kubawa ini bukan alkohol. Hanya teh. Kau bisa minum teh?"
Bila pertama kalinya Jeno ragu, kini dia menganggap mencicipi makanan atau minuman dari Karina sebagai semacam permainan, untuk mencari adakah yang dia sukai atau tidak. Setelah beberapa kali pertemuan, dia mendapati dirinya masih terpesona pada songpyeon. Mandu lumayan. Jorim enak. Sedangkan arak beras tidak terlalu ramah pada perutnya. Semua pertemuan itu terjadi di tepi sungai Edra, pada sore hari yang berakhir di kala senja, yang selalu disahkan dengan janji yang sama; sampai jumpa besok!
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Seven Lies ✔️
FanfictionPernah berpikir berburu makhluk mitos? Karina, seorang manusia; terlihat lugu dan ramah一setidaknya dari luar. Mengaku pandai menyimpan rahasia, tetapi lebih pandai lagi berpura-pura. Dirinya yang sejati tersembunyi di balik permukaan es tebal, hanya...