Di dalam sangkar sempitnya, Jeno tak yakin pada banyak hal, misalnya apa dia akan bertahan melalui semua ini atau tidak. Apakah dia ingin bertahan setelah kekacauan yang dia perbuat? Dia tidak tahu. Malah, terkadang Jeno tidak yakin sudah berapa lama dia berada di sana. Kandang ayam itu tidak dilengkapi jendela dan seringnya, karena dikelilingi terlalu banyak besi, Jeno akan tertidur kelelahan. Namun sejak awal, Jeno selalu yakin mengenai Jung Sungchan.
Karina bukannya sama sekali tidak punya teman.
Ada satu di sini.
Kebetulan teman Karina sedang tidak senang. Sungchan bersandar di ambang pintu kandang, bersedekap—mengawasi Jeno yang dia kerjakan sesekali dan dengan terpaksa. Itu pun kalau berdiri dekat dengan jeruji dan membuang muka masuk hitungan. Menyangkut "mengawasi", Sungchan memiliki definisinya sendiri. Meski kini jelas Sungchan tidak berniat mengawasi siapapun. Sungchan yang biasanya hanya tampak bosan saat ini tampak bosan dan cemas.
Dan Jeno tahu kenapa.
"Kalau kau sekhawatir itu," celetuk Jeno. "Kau seharusnya tidak membiarkan dia pergi."
Seperti yang dapat diduga dari Sungchan, pemuda itu diam. Sepekan, jika Jeno tidak salah, adalah waktu yang cukup untuk meraba-raba karakter seseorang. Jeno juga tahu bahwa pengendalian diri Sungchan sama kuatnya dengan batang-batang besi yang memenjarakannya. Namun Jeno tidak menyerah.
"Dia gadis yang luar biasa kan? Dia punya kemampuan unik ini, kemampuan untuk mengatakan hal-hal yang ingin didengar orang lain. Dan dia bisa membuatmu tertawa. Lalu saat dia menatapmu dengan sepasang mata indahnya ... Kau ingin memberikan dunia padanya. Begitu saja. Sungguh suatu hal yang memalukan bila sampai kehilangannya."
Area di antara mata Sungchan berkerut.
"Terlebih karena kecerobohan seorang pemuda yang lebih suka bersembunyi di balik punggung gadis itu, daripada—"
Akhirnya Sungchan menoleh, menghadiahkan Jeno tatapan garang yang akan menggetarkan lutut hewan buas di hutan. "Kau tidak bicara ketika diminta, dan sekarang bicara ketika tidak diminta. Kalau kau tidak keberatan, telinga runcing, aku mau kau tutup mulut. Terima kasih."
Seandainya situasinya tidak teramat menyedihkan, Jeno akan tertawa mengejek atau bertepuk tangan. Jeno, yang terbiasa dengan Taeyong, sedikit-banyak belajar cara memprovokasi seseorang. Perempuan agak rumit, tapi dengan laki-laki, ada satu cara yang hampir pasti selalu berhasil: serang harga dirinya.
"Dia akan terluka, kau tahu? Dan kau berdiri di sini, membiarkan itu terjadi."
Ada kemungkinan 10 banding 10 Sungchan mendengarnya. Pemuda itu, Jeno menyimpulkan, hanya kembali meleburkan diri dalam keheningan.
Jeno mengusap-usap pergelangan tangannya. "Kau menunjukkan cintamu dengan cara yang keliru, Sungchan. Mendukungnya bukanlah satu-satunya cara. Tak ada hal baik yang akan datang dari balas dendam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Seven Lies ✔️
FanfictionPernah berpikir berburu makhluk mitos? Karina, seorang manusia; terlihat lugu dan ramah一setidaknya dari luar. Mengaku pandai menyimpan rahasia, tetapi lebih pandai lagi berpura-pura. Dirinya yang sejati tersembunyi di balik permukaan es tebal, hanya...