Nama gadis itu Yoo Jimin.
Dia tak pernah menjadi Karina kecuali terpaksa.
Sampai sekarang, dia tidak yakin bagaimana dia datang dengan ide mengenai Karina. Yang benar saja. Memangnya ada orang Korea dengan nama seperti itu? Ketika dia mengarang-ngarang nama, sejujurnya Jimin tidak melakukannya demi bergaya; dia hanya tidak ingin makhluk aneh itu memanggilnya dengan nama pemberian ayahnya. Rasanya tidak pantas. Yang menggelikan, makhluk itu percaya.
Di rumahnya, sendirian sekarang, Jimin membaca ulang halaman buku yang telah ditulisnya semalaman. Kisahnya terhampar di sana; apa yang terjadi kemarin, rencananya hari ini, dan sedikit uraian perasaannya一dia benar-benar kikuk soal yang terakhir. Banyak yang tertuang dalam lembaran-lembaran berwarna kuning kusam yang harganya terlalu mahal itu, meski tidak semua. Ke dalam bukulah Jimin melarikan diri saat jam-jam malam terasa terlalu panjang dan dia tak ingin membebani siapapun dengan keluh kesahnya, misalnya Sungchan. Terutama Sungchan.
Sungchan adalah salah satu laki-laki yang membuatku merasa paling nyaman di dekatnya.
Dengan lembut, Jimin mengelus nama pemuda itu dalam tulisan tangannya. Seorang rakyat jelata umumnya tidak bisa menulis dan membaca一itu dianggap keahlian yang terlalu mahal一tetapi keluarga Sungchan adalah orang-orang yang terhormat, dan mereka memahami pentingnya pendidikan. Bertahun-tahun silam, ketika dia memergoki Sungchan memangku sebuah buku, Jimin muda bertanya apakah Sungchan mau mengajarinya, jika tidak ya tidak masalah. Pria kecil bermata rusa itu tak disangka bersedia.
Sungchan adalah tuan muda yang sepertinya tidak pernah bisa mengingat statusnya; dia bermain dengan siapa saja termasuk anak-anak yang lebih rendah darinya, dia sopan, dia ramah. Sungchan adalah perwujudan anak yang mewakili harapan setiap ibu atas anak laki-laki mereka. Menurut Jimin, satu-satunya kekurangannya terletak pada sifat Sungchan yang terlalu banyak berpikir. Pasti gara-gara semua buku koleksinya. Dia membaca terlalu banyak!
Sementara Jimin ... Hanya seorang Jimin.
Keluarganya tidak cukup kaya untuk disandingkan dengan keluarga Sungchan, tetapi Jimin ingat di masa kecilnya, selalu ada makanan yang tersedia di meja, baju-baju bagus di lemari, dan gentong yang penuh terisi air bersih. Sembilan tahun lalu, dia ingat merasa bahagia.
Sembilan tahun lalu.
Mereka biasanya duduk di halaman rumah Jimin一sebab gadis itu terlalu malu berada di rumah Sungchan一dan belajar dengan cara mencorat-coret tanah memakai ranting. Suara-suara ayah mereka akan mengalir dari dalam rumah saat para pria itu mendiskusikan sesuatu mengenai "urusan orang dewasa". Dia mengerti bahwa ayahnya dan ayah Sungchan berteman seperti dia dan Sungchan sendiri, dan bahwa kadang-kadang mereka tidak suka diganggu, tapi hanya sampai di situ.
Jimin jarang menaruh perhatian. Dia hanya menginginkan kertas. Dia tahu kalau dia jadi anak baik, ayahnya mungkin mau membelikannya kertas pada kunjungannya ke Hanyang bersama Tuan Jung yang waktu itu sering mereka lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Seven Lies ✔️
FanfictionPernah berpikir berburu makhluk mitos? Karina, seorang manusia; terlihat lugu dan ramah一setidaknya dari luar. Mengaku pandai menyimpan rahasia, tetapi lebih pandai lagi berpura-pura. Dirinya yang sejati tersembunyi di balik permukaan es tebal, hanya...