Epilog

158 13 13
                                    

Gangwon-do, Korea Selatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gangwon-do, Korea Selatan.

Hari Halloween, 2024.

Bunyi kereta yang melaju dan bisik-bisik penumpang lain merecoki remaja laki-laki itu.

Keningnya berkerut. Keretanya terlalu berisik. Orang-orangnya terlalu ramai. Seseorang kiranya perlu memberitahunya bahwa dia tak bisa menggunakan kereta pada jam pulang kantor dan berharap mendapat tidur yang tenang.

Bukan berarti dia benar-benar tidur.

Remaja itu menguap, mengganggu percakapan seru seorang Cleopatra dan Gumiho di sebelah kanannya—atau sesungguhnya, dua remaja perempuan yang berpakaian seperti Cleopatra dan Gumiho. Meski, kalau boleh jujur, dia sama terganggunya; salah satu ekor si Gumiho menusuk pinggangnya. "Maaf," kata remaja itu, mengantisipasi masalah.

Si Gumiho menatapnya dari atas ke bawah, menilainya dari skala satu sampai sepuluh apakah layak atau tidak si remaja ditanggapi. Lalu tersenyum. Dari standar gadis mana pun, remaja itu akan selalu mencetak skor bagus. "Oh, tak apa. Tidak merayakan Halloween ... Wonbin?"

Remaja itu melirik guitar case yang berada di antara kakinya. Di sudut kiri bagian atas, terdapat coretan dari spidol merah yang membentuk seni Doodle dan tulisan, 'CUMA PUNYA WONBIN!!!' yang berasal dari jari-jemari anak-anak. "Karya sepupuku," jelasnya. "Dan tidak. Aku lupa meninggalkan taring vampirku di rumah." Dia balas tersenyum, menunjukkan sederet gigi putih rapi dengan gigi taring yang biasa.

Kedua gadis itu cekikikan. Sedangkan seorang pemuda yang duduk di depan mereka mendengus. Pemuda yang juga tidak merayakan Halloween.

Wonbin menatapnya. Dua pasang mata kecokelatan mereka beradu pandang. Pemuda itu barangkali satu-dua tahun lebih tua darinya, dan kebetulan lebih berisi. Namun sementara Wonbin punya rambut bob sebahu yang menutupi telinganya, pemuda itu berambut pendek ala tentara. Kemejanya yang tipis tidak cocok dengan udara dingin—tak heran kulitnya memucat.

Pintu kereta terbuka. Suara kondektur mengumumkan sampai di stasiun mana mereka, dan tolong, bagi penumpang yang terhormat, agar memeriksa barang bawaan mereka. Semoga perjalanan Anda menyenangkan!

Pemuda itu bangkit sebelum kondektur selesai bicara, dan menerobos di tengah seorang wanita dan pria pekerja kantoran supaya menjadi yang pertama keluar. Kedua orang itu kompak mengumpatinya. Pemuda itu tidak menggubris.

Wonbin ikut bangkit, dan memanggul guitar case-nya. "Nona-nona"—dia menepuk topi imajiner di dahinya—"Semoga kalian tidak bertemu monster sungguhan. Selamat hari Halloween!"

Malam itu stasiun ramai. Acara yang diadakan di pusat kota bisa disalahkan. Wonbin meliuk-liuk di antara puluhan monster palsu—sendirian, menentang arus. Beberapa dari mereka mengenakan kostum dari mitos-mitos tradisional seperti Dokkaebi dan Imoogi. Tapi kebanyakan lebih memilih budaya barat atau karakter dari film-film terkenal.

Her Seven Lies ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang