10. Sembilan Tahun Lalu II

59 13 0
                                    

"Sepertinya aku mendengar sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sepertinya aku mendengar sesuatu."

Bahu Jimin seketika berubah kaku. Di balik semak-semak yang menjadi perisai pelindungnya, dia bersembunyi layaknya anak kucing yang terpisah dari induknya. Jimin tidak berani bergerak, bernapas pelan-pelan. Tidak bernasib lebih baik, Sungchan di sebelahnya menunduk rendah ke tanah dengan wajah yang tak pernah sepucat itu sebelumnya. Bertahun-tahun kemudian, Jimin masih mengingat aroma tanah di hari itu yang lembap, segar, sekaligus pekat一aroma yang selalu dia asosiasikan sebagai aroma ketakutan.

Pria berambut gelap berjongkok di depan ayah Jimin dan ayah Sungchan. rambutnya jatuh menutupi sebagian wajahnya, mencegah Jimin mengintip barang sedikit. "Kalian mengajak orang ketiga? Atau orang keempat? Berapa banyak?"

Sebagai seseorang yang terbiasa menangani masalah di peternakannya, Jung Sanghyeon menyahut tegas. "Tidak, tidak! Tidak ada orang lain, Tuan. Hanya kami berdua, aku bersumpah demi surga. Mungkin itu hanya一"

"一kelinci hutan," sambung pria berambut api itu, Doyoung, berbarengan dengan munculnya seekor kelinci gemuk dari semak-semak yang lain. Akan tetapi, pandangannya tidak lepas dari semak-semak yang benar, tempat dua anak-anak manusia yang tidak seharusnya berada di sana. Tatapan matanya seolah membakar.

Kelinci tersebut mengangkat kaki depannya sedikit. Hidungnya mengendus udara. Lantas setelah memutuskan tidak ada yang menarik, si kelinci melompat-lompat pergi dari tempat kejadian.

Seandainya bisa, Jimin juga ingin menyelinap pergi dari sana. Dua pria asing itu roh hutan, tidak salah lagi, dan mereka membuat Jimin ngeri setengah mati. Kendati tidak bercakar atau bungkuk, ada kesan mengancam yang terpancar dari keduanya. Namun raut wajah ayahnya mencegah Jimin beranjak. Yoo Minjoon yang jangkung dan berotot saat itu tampak kerdil, dan Jimin segera mengerti ... Ayahnya sama takutnya dengannya.

"Sekarang," kata si rambut gelap, "Bisakah kita kembali ke persoalan semula? Mengapa kalian ke sini?"

Minjoon mengambil alih. "Istriku, Tuan. Istriku sedang sakit parah. Aku butuh uang untuk membelikannya obat. Jadi aku kemari mencari ginseng. Tuan Jung ini berbaik hati membantu. Dia sungguh orang yang baik."

Itu benar! Jimin berseru dalam hati. Respons yang berkebalikan dengan si rambut gelap yang skeptis. "Minjoon ... Namamu Minjoon kan? Setidaknya itulah yang kudengar tadi. Mengapa kau pikir aku akan menelan omong kosongmu, Minjoon?"

"Mungkin mereka tidak berbohong, Taeyong," sela Doyoung. "Mereka membawa keranjang." Dia mengedikkan dagu pada keranjang ayahnya yang bersandar di sebuah batang pohon rowan.

Pria yang dipanggil Taeyong itu diam sejenak, dan ketika bicara lagi, dia menggunakan nada seperti yang akan digunakan Minjoon saat menasehati Jimin yang nakal. "Doyoung, tolong, pakai bagian otakmu yang masih berfungsi. Seingatku tak ada aturan yang melarangku membawa keranjang ke tempat tidur, aula dansa, atau bahkan ruang singgasana Sang Ratu. Itu, temanku, bisa saja penyamaran."

Her Seven Lies ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang