01. Jeno: Aku

329 42 9
                                    

SEBELUMNYA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEBELUMNYA.

Sembilan puluh delapan hari yang lalu, menjelang musim dingin, bencana ini bermula.

Kala itu, cuacanya mendung一yang bukan sebuah kejutan. Langit berwarna kelabu, mengirimkan peringatan awal akan turunnya hujan seperti hari sebelumnya dan sebelumnya lagi. Bersama awan gelap, datanglah angin yang melolong menghasilkan lagu mirip jeritan tanpa kata dan mengangkat dedaunan yang telah rontok hanya karena ia bisa. Meski masih ada waktu sekitar dua minggu lagi, musim dingin sudah berniat menggeser musim gugur sedikit demi sedikit.

Aeri, sebaliknya, menikmati suasana ini. Tak ada yang lebih mencintai musim gugur ketimbang Aeri. Dia pernah mengoceh tentang bagaimana musim gugur mengambil kehidupan dari daun-daun yang hidup dan mengubah mereka jadi daun yang mati, dalam warna seragam, perlahan tapi pasti一semua tanpa kehebohan. Tenang, seperti Aeri sendiri, yang dalam badai sekalipun bisa tetap bergeming. Namun Jeno bukan Aeri dan jujur saja, dia bosan.

Memandang pepohonan terus-menerus tidak termasuk dalam daftar kegiatan yang menyenangkan, walaupun Jeno tahu pekerjaan sebagai penjaga tidak menjanjikan hiburan apa-apa. Menjadi penjaga artinya kau mengawasi perbatasan, bersama seorang teman yang ditugaskan bersamamu, dengan asumsi terburuk jika ada keadaan darurat dan temanmu tewas, paling tidak kau bisa pulang ke rumah sembari menjerit dan lengan yang terentang ke atas.

Yah, yang peluang terjadinya kira-kira sama dengan menemukan ular yang punya kaki. Dengan kata lain, remas saja kewaspadaanmu yang sia-sia dan buang jauh-jauh. Menurut Jeno, penjaga adalah pekerjaan yang tak berguna. Manusia cenderung enggan masuk ke jantung hutan ini, bahkan bila persediaan kayu bakar mereka habis. Mereka tidak akan berani. Secara umum, manusia menganggap hutan tempat Jeno tinggal sebagai sarang hewan-hewan liar dan roh jahat. Yang pertama benar. Yang kedua agak sulit dipastikan. Jika benar ada roh jahat, Jeno belum pernah makan siang dengannya.

Kini, setelah berbulan-bulan bertugas, Jeno bisa menyebutkan pohon mana yang jadi pemukiman bagi keluarga tupai, pohon yang buahnya paling manis, atau pohon yang cabangnya stabil sehingga dia bisa bersandar nyaman dan tidur tanpa ketahuan rekannya. Terutama jika rekan itu adalah Aeri. Hari ini juga, sejak matahari terbit sampai condong ke barat, berlalu tanpa insiden, dan Jeno mendapati dirinya mencari-cari motivasi untuk tetap membuka mata. Tidak ada.

Perlahan, dagu Jeno menempel di dadanya, persis burung yang menyelipkan paruhnya di balik sayap saat terlelap. Jeno tidak memiliki sayap, tapi dia menyimpan sebilah belati dan mampu bergerak cepat. Kapanpun ada tanda bahaya, berupa manusia dengan terlalu banyak nyali yang tersesat, mudah baginya menendang bokong mereka dan mengusir一

Krak.

Sebatang ranting patah di bawah tekanan. Suaranya membangunkan Jeno sama efektifnya dengan guncangan pada badan. Matanya sontak terbuka, di saat yang sama tangannya melayang ke belatinya. Reaksi Aeri lebih sigap: Jeno mendengar bunyi tali busur yang diregangkan. Dia berputar ke arah sumber suara yang mengusiknya, lebih dari setengah berharap melihat rusa atau rubah yang ceroboh. Ternyata bukan keduanya. Seorang gadis ber-hanbok kuning tampak melangkah hati-hati.

Her Seven Lies ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang