25 || Gagal paham

46.3K 5.7K 2.3K
                                    

"Maka bersabarlah kamu,
sesungguhnya janji Allah itu benar ...."
~QS. Ghafir: 55

ʕ´•ᴥ•'ʔ

Menerima takdir yang tidak sesuai dengan ekspektasi memang sulit. Meski sakit dan meski rumit. Namun, jika kita menerimanya dengan ikhlas, maka suatu saat nanti kita akan begitu bangga dan senang mengatakan, "Aku bahagia atas pernikahan ini."
•Zayden Abdijaya

"Soalnya suka sama si kembar. Aku suka anak kecil, hehe."

"Nanti kita buat aja, ya."

Mata Zaina langsung terbelalak, tubuhnya seakan membeku. Perkataan Zayden benar-benar membuat saraf-sarafnya seperti berhenti berfungsi.

"Hei ...."

Tuk

Zayden mengetuk kening Zaina pelan. Tindakannya berhasil membawa kembali jiwa Zaina yang seakan-akan terbang dari raganya.

"Mikirin apa?" tanya Zayden seolah-olah tidak ada beban setelah membuat jantung Zaina hampir copot.

"K-kamu tadi ngomong apa?" tanya Zaina untuk memastikan. Semoga saja pendengaran bermasalah.

Eh?

Tidak-tidak, bukan semoga pendengarannya bermasalah, tapi semoga pendengarannya salah.

"Kamu mikirin apa?"

"Sebelumnya," jawab Zaina meringis.

"Nanti kita buat aja?"

"Kamu serius nanya itu?" tanya Zaina mencicit. Nyalinya menciut untuk sekedar menatap Zayden.

Kening Zayden berkerut. "Kenapa dengan perkataan saya? Ada yang salah?" Zayden justru bertanya balik. Rasanya Zaina ingin menangis saja.

"Enggak ada yang salah, tapi itu ...."

"Kenapa, Na? Kita harus segera membuatnya, nggak boleh berlama-lama kayak gini, kita udah sah menjadi suami istri, jadi--"

"Iya, Ayana tau kalo itu wajib, Kak, tapi Ayana belum siap ...." Zaina menunduk sedalam-dalamnya. "Ayana masih takut," lanjutnya.

Mulut Zayden terkatup rapat saat mendengar penjelasan Zaina. Sedikit kecewa dengan jawaban gadis itu, tapi ia harus memahami posisi Zaina sekarang.

"Enggak pa-pa jika itu keputusan kamu, saya nggak bisa maksa kamu, Na."

Zaina memberanikan diri untuk melirik ke samping, ke arah Zayden. Tangannya dengan ragu menggapai tangan Zayden yang berada di atas tanah makam almarhum Kyai Fathar.

Zayden langsung melihat ke arah tangannya yang digenggam oleh tangan mungil Zaina. Ia cukup terkejut, tapi masih bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Kak Zayden, maafin Ayana ...."

"Andai Ayana seperti perempuan-perempuan lain, andai Ayana nggak punya trauma, Ayana nggak akan nolak apapun yang Kak Zayden mau," lanjut Zaina begitu lirih. Setiap ucapannya penuh dengan sesal.

"Apa saya boleh tanya?" izin Zayden membalas genggaman tangan Zaina.

Gadis itu mendongak. Iris matanya langsung tenggelam dalam tatapan Zayden yang seakan-akan menguncinya untuk tetap menatap ke sana.

"T-tanya aja, Kak."

"Kenapa kemarin kamu jawab setuju saat ditanya Papa, Mama, Ibu dan kakak kamu?"

"Karena memang itu jawaban yang seharusnya aku jawab. Kita suami istri, jadi nggak baik kalo berjauhan terus apalagi nggak tinggal bersama ...."

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang