26 || Perihal Minuman

47K 6.1K 2K
                                    

Hargai pencapaianmu. Terlalu sering fokus pada kegagalan dan pencapaian orang lain bukanlah hal baik, apalagi sampai menyalahkan diri sendiri dan menganggap remeh diri sendiri.
~12kentang~

≪•◦ ❈ ◦•≫

ೃ⁀➷ᴮⁱᵃˢᵃᵏᵃⁿ ᵐᵉᵐᵇᵉʳⁱᵏᵃⁿ ᵛᵒᵗᵉ ˢᵉᵇᵉˡᵘᵐ ᵐᵉᵐᵇᵃᶜᵃ ᵈᵃⁿ ᵈᵃⁿ ˢᵉⁿᵃⁿᵗⁱᵃˢᵃ ᵐᵉᵐᵇᵉʳⁱᵏᵃⁿ ʳᵉˢᵖᵒⁿ ᵇᵉʳᵘᵖᵃ ᵏᵒᵐᵉⁿ ᵈⁱ ˢᵉᵗⁱᵃᵖ ᵖᵃʳᵃᵍʳᵃᶠⁿʸᵃ。゚❁ུ۪


•••S E L A M A T   M E M B A C A•••


Sejak Zayden menjalankan mobilnya, Zaina diam dan terus saja menatap ke luar jendela. Gadis itu sama sekali tidak mau menoleh kearahnya.

Tanpa Zayden sadari, Zaina terus mengulum senyumnya. Obrolan tanpa direncanakan di area makam tadi masih terekam jelas di pikirannya.

"Menerima takdir yang tidak sesuai dengan ekspektasi memang sulit. Meski sakit dan meski rumit. Namun, jika kita menerimanya dengan ikhlas, maka suatu saat nanti kita akan begitu bangga dan senang mengatakan, aku bahagia atas pernikahan ini."

"Bagaimana, Ayana? Kamu bersedia menjadi perempuan yang akan saya ratukan selain Mama dan Zaya?"

Mata Zaina mengerjap beberapa kali. Ia butuh beberapa waktu untuk menjawab pertanyaan yang sama sekali tidak sulit yang diberikan Zayden untuknya.

"Memangnya boleh seorang istri menolak permintaan suaminya?"

"Enggak boleh," jawab Zayden tanpa ragu.

Zaina tersenyum, lalu mengangguk.

"Mau berarti?" tanya Zayden mengulang.

"Memang boleh seorang istri menolak permintaan suaminya?" jawab Zaina mengulangi jawaban yang sama.

Zayden terkekeh. Tangannya menggapai tangan Zaina yang terbebas. Detik berikutnya ia mencium punggung tangan gadis yang sudah halal untuknya itu.

Zaina diam membeku, tapi darahnya terasa berdesir. Belum lagi perutnya yang terasa seperti diaduk-aduk di dalam sana.

"Kebalik, Kak," ucap Zaina. Gadis itu membalikkan keadaan. Sekarang ia mencium punggung tangan Zayden dengan bakti.

"Apa jalanan itu lebih menarik daripada saya?" celetuk Zayden sekaligus membuyarkan lamunan Zaina.

Zaina kontan melihat ke arah Zayden.

"Kenapa, Kak?"

"Kamu lebih betah liatin jalanan daripada liatin saya, Ay?"

Kening Zaina berkerut hingga menimbulkan garis-garis di sana.

"Kak Zayden cemburu sama jalanan?" tanya Zaina dengan tampang polos.

Zayden menoleh sekilas. "Ngapain cemburu sama benda mati," elak Zayden.

"Masa iya?" tanya Zaina penuh selidik.

"Sedikit, sih," jawab Zayden jujur. Ia menoleh sekilas ke arah sang istri, tidak lupa memberi senyuman yang selalu ia tunjukkan.

"Ngapain cemburu sama jalanan?"

Zayden diam terlebih dahulu sebelum menjawab, "Dari tadi kamu liatin jalanan, Ayana. Sedangkan saya diabaikan ...."

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang