Chapter 16

21 6 0
                                    

"Ibu, kenapa lama sekali!" Nox langsung berlari dan menubruk tubuh Morgance untuk meminta pelukan.

Morgance membalasnya dengan penuh kasih. Ia mengangkat wajah anaknya. "Maafkan Ibu."

"Oh, jadi anak ini adalah Nox, Nona?" Ingo menyembulkan wajahnya dari balik bahu Morgance. "Halo, Sayang. Kau pasti lupa padaku."

"Tentulah," gerutu Morgance.

Nox tampak ketakutan melihat sosok Ingo yang asing baginya. Ia mengeratkan pelukannya kepada Morgance. "Paman ini siapa?"

Morgance terkikik geli mendengar Ingo disebut sebagai paman. Nox justru merasa heran karena ibunya tertawa. Sepertinya orang itu adalah teman ibunya sehingga mereka berdua terlihat begitu akrab.

"Ibu ke mana saja?" Minerva kemudian menghampiri.

Morgance mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih. "Tadi ada masalah sedikit di jalan. Ah, kue jahenya!" Morgance kemudian menyerahkan kue jahe yang sudah ia beli kepada Minerva.

"Terima kasih, Ibu," ucap Minerva dengan senang. Ia kemudian membuka bungkus kue jahe itu. Mencium aroma kue jahe yang lezat, Nox lalu melepas pelukannya, dan beralih pada kue jahe yang ada di tangan Minerva.

"Ada masalah apa?" Hanniel yang baru saja tiba mengernyit kebingungan. Dirinya beradu pandang dengan Ingo. Mereka berdua sama-sama bersikap waspada.

"Siapa lelaki ini, Nona?"

"Saya Hanniel," jawab Hanniel sebelum Morgance berucap, "dan Anda ini siapa?"

Ingo tampak tergelak. "Justrunya aku yang bertanya kamu siapa. Aku ini teman masa kecil Nona Mora."

"Nona siapa katamu?" Hanniel mengeraskan rahangnya. "Bicaramu begitu tak sopan, Tuan."

"Hentikan, Hanniel! Dia Ingo, adiknya Arthur." Morgance lalu mendorong tubuh Ingo supaya sejajar dengannya. "Ingo, orang ini adalah Hanniel." Dengan senyum jahilnya, Morgance berbisik, "dia suamiku."

"APA!?"

•••

"Mengapa Nona mau menikahi pria jelek seperti Hanniel?" Ingo memandang tak suka kepada Hanniel yang tengah mengobrol bersama Nox. "Dan anak perempuan itu adalah anaknya? Dia adalah seorang duda?"

"Namanya Minerva."

"Tidak seharusnya Nona menikahi seorang duda beranak satu. Apakah dia sekaya itu sampai Nona mau menikahinya?" Morgance tidak menjawab. Ia fokus memperhatikan jalan. "Tapi kalau pria itu kaya, mengapa Nona berpenampilan kusut seperti ini? Dia pasti tidak mengurus Nona dengan baik."

"Kau ini banyak tanya, Ingo."

"Memangnya salah jika aku bertanya?" Ingo ikut tersulut, nada suaranya meninggi. "Aku tak senang melihat Nona menderita karena pria brengsek. Cukup si sialan itu yang mengacaukan hidup Nona. Apalagi sekarang Nona punya jabatan bagus, lelaki itu pasti hanya menikah untuk menguras harta Nona, kan?"

Mulai jengah dengan pertanyaan Ingo, Morgance melayangkan tatapan malasnya. "Bukankah aku sudah bilang kepadamu untuk tidak mengacaukan hidupku yang berharga ini, Ingo?"

Ingo langsung terdiam. Ia tak berani bertanya lebih jauh meskipun masih ingin mengorek informasi.

"Kenapa tidak mengundangku ke pernikahan Nona? Arthur sialan itu juga tidak mengirim kabar padaku."

"Bagaimana cara kami menghubungimu kalau keberadaanmu saja kami tak tahu?"

Ingo berdecak sebal. "Nona selalu berhasil membuatku diam."

The Marchioness' Bad RumorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang