Merasa ada seseorang yang mengawasinya, Nox langsung membuka kedua matanya. Membelalaklah ia melihat Lucifer duduk di tepi ranjangnya menggunakan pakaian serba hitam yang dihiasi bros berbentuk bintang yang memiliki permata biru besar di tengahnya. Lucifer memandanginya dengan intens, dan sama pula reaksinya ketika mengetahui Nox terbangun.
"Lucifer!" pekik Nox. Dia tidak menemukan pelayan yang kemarin melayaninya. Hanya ada Lucifer dan dirinya di ruangan itu.
"Selamat pagi. Segeralah mandi dan bersiap-siap, Nox. Kita harus pergi ke suatu tempat."
"Ke mana?"
Lucifer memutus pandangnya, kini lurus menatap jendela kamarnya yang masih tertutup rapat. Sinar mentari berusaha menyusup masuk tapi tak seluruhnya berhasil. "Pemakaman." Ia bangkit berdiri lalu mengambilkan segelas air untuk Nox. "Segeralah bersiap, aku akan menunggu di luar. Pakaianmu ada di atas nakas."
Nox menerima uluran gelas dari Lucifer sembari mengikuti pandangan pria itu ke arah nakas. Satu set pakaian untuk pemakaman rapi tertaruh di sana. Sebuah bros berbentuk bintang juga melekat di pakaian itu, mirip seperti yang dimiliki oleh Lucifer.
"Tunggu!" Langkah Lucifer terhenti. Kembali ia menatap Nox. "Bagaimana kabar ibuku? Kamu sudah bertemu dengannya?"
Tatapan Lucifer melunak seketika. "Ibumu baik-baik saja."
•••
Set pakaian yang diberikan untuknya itu berukuran pas di tubuhnya. Meskipun usianya tujuh tahun, Nox memiliki tinggi tubuh yang lebih daripada anak-anak di usianya. Terkadang inilah yang membuat orang salah menentukan ukurannya, selalu kekecilan atau kebesaran. Nox tidak pernah mengeluh, tetapi Morgance tahu anaknya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang tak sesuai ukurannya itu. Oleh sebab itu, bila memiliki uang lebih, Morgance lebih memilih menjahitkan pakaian untuk Nox. Mengetahui orang lain-- yang bahkan tidak ia kenal sebelumnya-- bisa memberikan pakaian dengan ukuran yang pas membuatnya kaget sekaligus kagum.
Nox mematut di kaca. Pakaian yang ia terasa begitu nyaman dan kainnya halus. Jelas berasal dari bahan terbaik yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Harganya tentu berkali-kali lipat daripada jasnya yang ia beli di butik kalangan menengah. Celana kain yang sepasang dengan jas itu hanya sepanjang lututnya saja. Terlihat aneh untuk dikenakan, tetapi Nox sering melihat anak-anak kaya mengenakan celana sependek ini. Ketika pandangannya tak sengaja mengarah ke kolong ranjang, ia menemukan sepasang sepatu pantofel yang ukurannya pas untuk Nox. Segera saja Nox memakai sepatu pantofel itu karena terasa lebih pantas bersanding dengan pakaian mahalnya.
"Pakaian itu cocok untukmu," puji Lucifer setelah Nox keluar dari kamar. "Pakaiannya pas di tubuhmu?"
"Iya," angguk Nox.
"Senang mendengarnya." Lucifer berjongkok supaya tingginya bisa sejajar dengan Nox. Ia memasangkan sebuah liontin perak yang memiliki bandul berbentuk bintang, berhias juga permata biru, seperti brosnya. "Mulai sekarang kenakanlah liontin ini. Bandul bintang itu menandakan diriku. Aku ingin orang-orang tahu bahwa kamu adalah anak yang disayangi Lucifer. Berjanjilah untuk tidak melepaskannya, Nox."
"Aku janji."
Lucifer tersenyum senang mendengar jawaban Nox. "Kalau begitu sekarang saatnya kita pergi."
"Ke mana? Apakah ada acara penting?"
Lucifer lagi-lagi tersenyum. Pria itu mengelus puncak kepala Nox. "Kita akan pergi ke pemakaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Marchioness' Bad Rumors
FantasyMorgance Oxley memiliki banyak rumor miring di kumpulan bangsawan. Ada yang mengatakan bahwa dia adalah kekasih gelap bangsawan kaya raya. Itu sebabnya Morgance memiliki Nox, putranya, yang dilahirkan tanpa melalui hubungan pernikahan. Selain itu, k...