Kediaman Graham terlihat sangat damai ketika kereta kuda yang ditumpangi Morgance dan Lucifer kembali ke rumah. Mereka disambut oleh Ronald yang lalu mewartakan bahwa Enno tengah pergi ke rumah rekannya karena urusan penting. Morgance dan Lucifer diarahkan menuju ruang makan yang sepi. Hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Sebelum duduk, Lucifer meminta pelayan untuk melepas jubah yang ia kenakan. Ia juga meminta kepada pelayan untuk membawakan jahe hangat.
"Tidak perlu berpikir terlalu dalam, Morgance." Lucifer menerima jahe hangat yang dipesannya lalu mendorongnya pelan ke arah Morgance. "Minumlah. Hari ini sangat dingin. Jahe akan membantu menghangatkan tubuhmu."
"Terima kasih."
Morgance menyesap pelan cangkir berisi jahe hangat itu. Tenggorokannya berusaha beradaptasi dengan sensasi pedas yang ditimbulkan. Beberapa kali ia berdehem kecil. Morgance mengambil sapu tangan untuk menutup mulutnya lalu berdehem lebih keras. "Aku tidak pernah merasakan minuman dengan rasa sekuat ini."
"Minuman itu lazim di timur sana. Meskipun rasanya sangat kuat, tetapi juga berkasiat untuk kesehatan."
"Aku ingin memeriksa Nox dulu," celetuknya pelan setelah menghabiskan jahenya.
Lucifer meletakkan kedua tangannya di atas meja hingga membuat Morgance menghentikan langkahnya. "Duduklah dulu. Setelah selesai makan, kamu bisa menemui Nox."
"Aku hanya akan pergi sebentar. Setelah memastikan Nox baik-baik saja, aku akan kembali ke mari."
Perdebatan itu terhenti ketika pelayan datang untuk menyajikan makan malam. Morgance kembali duduk di kursinya, tetapi ekspresi wajahnya berubah. Usai menghidangkan makanan mereka berdua, pelayan itu membungkukkan badannya sebelum undur diri dari ruangan.
"Nox baik-baik saja?"
Langkah pelayan itu terhenti seketika. Genggaman pada nampan menguat dan kedua mata pelayan itu membulat sempurna.
"Morgance, kita akan memeriksanya nanti," jawab Lucifer cepat.
"Aku hanya bertanya." Morgance beralih kepada pelayan itu. "Katakan padaku, apakah Nox baik-baik saja? Tadi sebelum aku dan Lucifer pergi menghadiri pesta, ia belajar memanah dengan Hanniel dan Ingo. Ia tidak terluka, kan? Dimana mereka sekarang?"
"N-Nona," pelayan itu berbicara dengan terbata-bata. Tubuhnya gemetar seketika. "Mereka belum kembali."
Morgance membelalakkan matanya. "Apa maksudmu?"
"Petang tadi surat dari Tuan Ingo sampai ke mari. Tuan Nox menghilang. Saat ini, mereka tengah mencari keberadaan Tuan Nox."
"Tidak mungkin! Aku masih bisa merasakan aura Nox." Lucifer membantah, tetapi ia langsung terdiam setelah menyelesaikan ucapannya. "Sihir. Sepertinya seseorang menahan aura Nox sehingga aku masih bisa merasakannya." Rahang Lucifer mengetat seketika. "Minta pelayan untuk membawakan jubahku! Aku akan pergi menyusul Ingo dan Hanniel!"
"Aku ingin ikut!" Morgance mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh. Air mata hampir lolos dari pelupuk matanya. Sekejap menutup matanya, Morgance merasakan seseorang membawanya ke dalam sebuah pelukan dan memberikan tepukan yang menenangkan. "Jangan membuatku semakin khawatir. Tinggallah di sini. Akan bahaya bila yang membawa Nox pergi adalah iblis," ucap Lucifer dengan gelisah. Ia mengeratkan pelukannya, merasakan bagaimana Morgance mengontrol diri supaya tidak terlalu larut dalam kesedihan.
"Aku janji akan membawa Nox kembali. Seperti yang telah kujanjikan padamu dulu bahwa aku akan selalu menjadi perisai kalian." Lucifer melepas pelukannya kemudian membawa tangan Morgance ke bibirnya, kemudian mengecup pelan. "Morgance, Nox baik-baik saja. Selama aku masih bisa merasakan hawa keberadaannya, tandanya ia akan kembali kepada kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Marchioness' Bad Rumors
FantasyMorgance Oxley memiliki banyak rumor miring di kumpulan bangsawan. Ada yang mengatakan bahwa dia adalah kekasih gelap bangsawan kaya raya. Itu sebabnya Morgance memiliki Nox, putranya, yang dilahirkan tanpa melalui hubungan pernikahan. Selain itu, k...