Chapter 2

79 10 0
                                    

Saat membuka kedua matanya, Nox melihat langit-langit kamarnya. Lampu yang menggantung di atas langit-langit kamar belum dinyalakan dan dari sela-sela gorden kamarnya tembuslah sinar-sinar cahaya. Nox mendudukan badannya dan berusaha mengingat kejadian yang baru saja ia alami. Seorang pria misterius memasuki rumahnya dan terus merancu bahwa mereka pernah bertemu beberapa kali sebelumnya, tetapi barang sekelebat pun tak terlintas di benak Nox mengenai sosoknya. Bagaimana mungkin mereka pernah bertemu sebelumnya? Atau mungkin karena otak pelupa Nox, dia tidak mampu mengingat pria misterius itu?

Nox mengacak-acak surainya, merasa pusing dengan situasi aneh yang menimpanya. Tanpa sengaja pandangannya terarah ke telapak tangannya. Rasanya telapak tangan Nox terus menguar-nguarkan aura tipis berwarna hitam. Setelah kejadian kepalanya sakit dan angin aneh yang menabrak tubuhnya, Nox merasa tubuhnya menjadi lebih ringan.

Kira-kira apa ya angin aneh itu? Apakah itu arwah yang mendiami rumah ini? Jangan-jangan pria misterius itu adalah 'pemilik' rumah ini yang marah karena wilayahnya dirampas! Membayangkannya membuat Nox bergidik ngeri. Pemikirannya berkeliaran membayangkan malam-malam yang akan ia habiskan dengan ditemani kehadiran sosok-sosok tak kasat mata dan jeritan misterius di tengah malam. Membayangkannya saja sudah membuat takut, apalagi Morgance tidak bersamanya saat ini. Tidak mungkin Nox merepotkan Arthur terus. Arthur pasti lelah mengurusi rumah ini dan masih merawatnya (bahkan menjadi guru privat).

Tidak, tidak! Nox menggelengkan kepalanya dengan penuh keberanian. Setan dan arwah penasaran itu tidak menyeramkan. Dia tidak boleh ketakutan melihat arwah manusia yang derajatnya tidak lebih tinggi dari manusia. Seharusnya merekalah yang takut kepada Nox.

Nox menghembuskan napas kencang-kencang dan mengembangkan pipinya. Tiba-tiba ia mendapat api keberanian untuk menghadapi semua gangguan misterius yang bisa dia dapatkan kapan saja.

"Tuan!"

Nox hampir berjingkat kaget mendengar teriakan Arthur. Menoleh ke arahnya, Arthur berlari kecil, kemudian menaruh baskom air hangat di atas meja, dan menghampirinya dengan penuh kecemasan. "Anda baik-baik saja? Astaga, Sang Dewa sangat baik karena menjaga Tuan. Saya sangat takut Tuan kenapa-napa. Mengapa Tuan bisa pingsan di dapur?" Arthur mencercanya dengan berbagai pertanyaan.

"Arthur, sebentar." Nox kepayahan melihat Arthur mulai menitikan air matanya.

"Tidak seharusnya saya meninggalkan Tuan sendirian di rumah. Maaf saya, Tuan! Jika saja... jika saja... saya tidak pergi hari itu, Tuan tidak akan mengalami hal mengerikan ini." Arthur menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasa malu memperlihatkan sisi lemahnya di hadapan Nox.

"T-tenanglah, Arthur!"

Nox justru merasa bersalah mendapati Arthur menangis tersedu-sedu. Ini bukan kesalahan siapapun. Pria misterius itulah yang tiba-tiba masuk ke rumah dan mengubah penampilannya seperti Arthur.

"Arthur, Arthur, tenanglah!" Nox menepuk beberapa kali bahu Arthur. Dan pria itu mengikuti perintahnya, perlahan Arthur menghapus jejak air matanya.

Dengan mata merah dan sembab, Arthur mendongakan kepala. "Maaf karena menunjukan sikap menyedihkan saya di hadapan Tuan. Saya janji tidak akan menangis lagi di hadapan Tuan Nox," katanya dengan berukir senyum tipis di bibir. Terkesan dipaksakan karena Arthur masih dalam kontrol kesedihan.

"Arthur, apakah Tuan Nox sudah sadarkan diri?"

Nox membelalak mendengar suara asing dari ruangan lain. Arthur spontan membalikan badannya. Di sana, di ambang pintu, seorang pria bertubuh tinggi dan tegap berdiri dalam balut pakaian militer. Dia menatap kepada Arthur dengan dingin. Melihat Nox duduk di tepi ranjang, dia membungkukan setengah badannya. Pada saat itulah Nox melihat emblem yang terpasang di dada kanan pria itu.

The Marchioness' Bad RumorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang