Chapter 26

14 3 0
                                    

Semenjak hari itu, Nox menjadi anak yang lebih pendiam. Setiap beraktivitas di suatu tempat, Nox akan berhenti sejenak untuk mengedarkan pandang ke seluruh penjuru tempat dengan bibir gemetar penuh ketakutan. Pernah sekali saat Morgance menemani Nox untuk membeli pedang pertamanya, Nox tiba-tiba menggenggam tangannya dengan penuh ketakutan, lalu menunjuk-nunjuk ke arah sebuah kotak penyimpanan yang tersimpan rapi di dalam lemari kaca. Morgance mulanya hanya menganggap Nox malu berbincang dengan pemilik toko, tetapi anggapannya terpatahkan ketika putranya itu mulai mengeluarkan bisikan-bisikan aneh.

"P-pergi. Pergi. Aku tak kenal padamu. P-pergi. Jangan memanggilku demikian. Pergi."  Kata 'pergi' terdengar berulang kali, membuat Morgance tercenung, memandang tempat yang menjadi pusat kekhawatiran putranya, sembari mengerutkan alis. Di dalam pandangan Morgance, ia melihat aura gelap menguar-nguar dari dalam kotak penyimpanan itu. Nox bisa melihat apa yang ia saksikan. Atau mungkin, masih ada sesosok lain yang mampu ditangkap oleh indera penglihatan putranya.

"Nona, pedang yang Anda pesan telah kami siapkan. Anda akan membawanya sekarang atau kami kirimkan ke kediaman?" Suara pemilik toko memecah perenungan Morgance. Ia kembali fokus kepada tujuan awalnya berada di tempat itu. Tanpa sepengetahuan orang-orang di toko, Morgance menggenggam erat tangan Nox, dan mengatakan sesuatu yang hanya dapat didengar oleh Nox.

"Sayang, tak ada apa-apa di sana. Tenanglah. Setelah ini kita akan kembali. Jangan hiraukan dan pandang ke bawah saja."

Nox sontak mengikuti semua kata-kata ibunya. Tak lagi ia angkat pandangnya untuk menjelajahi seluruh penjuru ruangan demi mencari pedang terbaik untuknya. Sekarang, keramik-keramik mozaik di bawahnya tampak lebih menarik dari apapun. Nox tak perlu khawatir melihat sesuatu yang aneh. Bayangan aneh itu tak akan datang mendekat.

Morgance menepuk pundak Nox dan membawa pandangan anak itu kepada pedang yang dibawa pemilik toko. "Ini pedang barumu, Nox. Setelah ini giatlah belajar dan..."

Kata-kata Morgance seterusnya tak bisa dicerna Nox dengan baik. Pendengarannya terusik dengan suara lain yang lebih mengerikan. "Tuan Nox, salam dan sujud hormat padamu. Engkau adalah jawaban atas harapan kami, satu-satunya putra yang diakui oleh Penguasa Agung. Kembalilah... kembalilah... kekuatan telah ada padamu. Sekarang adalah saatnya bagi Anda untuk membawa kejayaan Keluarga Agung. Kembalilah untuk menjadi pemimpin! Tuan Nox yang Agung, seluruh makhluk yang mendapatkan kehidupan dari Sang Pencipta akan tunduk di bawah kakimu. Mereka hina di hadapanmu, termasuk saya, termasuk ia yang kau pandang agung dan sakti, termasuk seluruh hewan-hewan penganiaya yang layak untuk dilenyapkan itu. Dengarkanlah ratapan kami, Tuan. Kami sungguh menantikan kedatanganmu, Tuan Nox. Segeralah kembali."

Hawa yang dingin tiba-tiba merasuk ke dalam kulit Nox. Ia bisa merasakan esensi seseorang di balik tubuhnya, yang mungkin tanpa raga, yang mungkin tak tampak, yang mungkin memiliki pemikiran-pemikiran egois mengenai takdir yang seharusnya menjadi milik Nox. Suaranya memang mengerikan, dingin, dan berat-- tetapi Nox tahu bahwa orang yang mengatakan semua itu dikendalikan oleh rasa keputusasaan. Seolah kehadirannya memang sungguh dinantikan di suatu tempat nan jauh di sana. Buktinya, hatinya bergemuruh menanggapi perkataan itu, ingin rasanya bertindak, tetapi tak memahami cara untuk melakukannya. Suara yang misterius itupun tak mengungkapkan satu pun cara baginya untuk kembali ke tanah entah berantah itu. Namun, ketidaktahuan yang dimilikinya membawa Nox pada perasaan rindu yang mendalam. Rindu mendorongnya untuk mencaritahu penyebabnya, segera. Semua gemerisik kata dan pergolakan batin hanya direspons dengan kata-kata bisu. Nox terpaku, nyatanya ia tak memahami sedikitpun tentang dirinya sendiri.

Ketika kesadarannya mencoba untuk kembali, Nox melihat bahwa ibunya sudah berjongkok di hadapannya, sembari mengatakan sesuatu dengan wajah khawatir. Nox tidak bisa menangkap semua kata-kata Morgance sebab yang ia dengar hanyalah permintaan tolong dari sosok yang terus memintanya untuk kembali.

The Marchioness' Bad RumorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang