8

782 40 1
                                    

Rido baru saja berpamitan dengan Neo dan Ari setelah bel pulang sekolah berbunyi. Kakaknya sudah menunggunya di parkiran. Sengaja tidak membawa kendaraan, karena dia akan pulang dengan supir yang akan menjemputnya sekalian membantu membawa barang- barang. Setelah menjawab pesan Bryan, Rido langsung berjalan ke arah parkiran. Parkiran belum terlalu ramai orang, mungkin karena bel baru saja berbunyi. Dia melihat sosok kakaknya yang sedang duduk di pinggiran parkiran bersama kedua sohibnya.

"Bang!"

Bryan dan kedua sosok disampingnya ikut menolehkan kepalanya menuju sumber suara.

"Siniin kuncinya, biar Abang aja yang ambil motornya," Rido manut saja dengan abangnya. Mengeluarkan kunci motor dari dalam tas kemudian memberikannya kepada Abangnya.

"Gue ambil dulu, lo tunggu sini ya Dek."

"Iya, Bang."

Bryan yang sudah menerima kunci langsung mengambil motor Rido yang letaknya berada di posisi paling depan, maklum saja tadi kan Rido berangkat pagi.

"Sini cil duduk dulu."

"Jangan panggil gue cil Bang Kana! Nanti kalo ada yang denger gimana? Rido malu udah gede masih dipanggil bocil!"

"Apa nya yang udah gede sih Do." Rifki yang berada di samping Kana ikut- ikutan menjahili adik sahabatnya. Menurutnya menganggu Rido adalah sebuah kebahagiaan tersendiri.

"Ya kan gue udah kelas 11 Bang! Udahlah ngomong sama kalian itu engga ada habisnya. Sono ngomong aja sama tembok. Bilang sama Bang Bryan gue nunggu di depan gerbang. Disini banyak setan. Bye!"

Rido berjalan fengan tergesa- gesa menuju gerbang. Memang ya kedua sohib abangnya itu jika bertemu senang sekali menjahilinya. Tidak lama kemuadian terdengat suara deru motor yang mendekatinya.

"Emang disini banyak setan ya Ki, aduh kok gue merinding ya."

"Lah lo emang engga liat? Bentar gue fotoin dulu boar lo bisa liat."

"Nih lo bisa liat kan sekarang setannya?" Ujar Rifki dengan mengarahkan aplikasi kameranya ke wajah temannya itu.

"Rifki goblok!" Maki Kana kepada Rifki yang sedang menertawakan kebodohannya.

***

"Yuk, Dek."

Rido langsung saja mendudukkan dirinya di jok motor maticnya yang dikendarai oleh Bryan. Motor melaju dengan kecepatan sedang. Tidak ada pembicaraan antar keduanya. Yang satu sibuk mengendarai motor yang satunya lagi sibuk memikirkan mau makan bakso atau mie.

Tak terasa sudah 15 menit mereka berkendara dan telah sampai di rumah. Mereka masuk ke dalam.

"Assalamu'alaikum," keduanya mengucapkan salam yang ternyata disahuti sosok kepala keluarga yang sedang duduk di sofa sambil menikmati kopinya.

"Waalaikumsalam."

Tama-ayah mereka bangkit dari duduknya ketika melihat salah satu anaknya.

"Bry, ayah mau bicara sama kamu."

"Iya Yah."

Mereka meninggalkan ruang tamu menuju ruang kerja ayah. Selain meninggalkan ruang tamu, mereka juga meninggalkan sosok yang sedang berdiri sambil melihat keduanya berjalan. Rido melangkahkan kakinya menuju kamarnya di lantai dua.

***

"Tok tok tok."

"Cklek"

"Dek bangun."

Rido membuka kedua matanya perlahan. Kemudian megerjapkan matanya. Ahh, dia tertidur ternyata.

"Kenapa Bang."

"Abang pergi dulu ya. Besok kita ketemu lagi di sekolah.

"Iya Bang, ati- ati ya. Sampein salam gue ke Ibu."

"Iya."

Rido ikut mengatar Bryan ke depan rumahnya. Melihat sebuah mobil yang sudah memuat barang- barang penting Bryan. Lalu Bryan berpamitan kepada adik nya. Setelah itu mobil itu perlahan berjalan menuju rumah baru ibu dan abangnya di daerah perumahan Selasih. Cukup jauh dari sini. Setelah mengantar Bryan, Rido kembali masuk ke dalam rumahnya dan melihat ayahnya yang sedang melihatnya.

"Yah."

Rido memanggil ayahnya. Tidak ada balasan apapun.

"Kalian beneran pisah?"

"Iya, semuanya sudah diurus tinggal menunggu prosedur berikutnya."

"Tapi kenapa Yah? Aku engga mau kalian pisah," ujar Rido dengan raut muka sedihnya.

"Ayah maupun ibumu sudah tidak sejalan lagi. Selain itu, kamu masih kecil engga usah ikut campur urusan ayah ibumu. Lebih baik kamu belajar saja." Setelah mengatakan hal tersebut ayah langsung pergi begitu saja dari hadapannya.

Ada begitu banyak pertanyaan di benak Rido. Kenapa semudah itu mereka membuat keputusan tanpa mempertimbangkannya. Rido sebangai anak bungsu merasa tidak dianggap. Mereka melakukan seuatu semaunya.

Untuk urusan ayahnya yang jarang pulang dia masih bisa menerima. Ibunya yang ikut- ikutan menjadi workaholic semenjak satu tahun lalu, ia juga tidak masalah. Namun untuk urusan sekarang Rido memeprmasalahkannya. Dia ingin menyakan banyak hal kepada ayah ibunya. Namun selalu saja tidak bisa.







Jangan lupa vote untuk kelanjutan ceritanya

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang