46

573 37 2
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.




Rido mengerjapkan matanya dan mencoba mengingat dimana dia berada. Terakhir yang dia ingat adakah ketika Mario ingin mengantarnya pulang. Namun, saat itu juga Rido merasa tubuhnya sangat lemas dan akhirnya jatuh pingsan.

Rido menatap sekelilingnya. Ini bukanlah rumah sakit. Lantas, dimana dia sekarang? Yang dilihatnya adalah kamar mewah dengan ranjang king size yang sedang ditempatinya. Apakah ini kamar Mario? Rido bertanya- tanya dalam hati.

"Eh udah bangun lo cil."

Rido menoleh dan mendapati sosok Mario yang sedang membawa makanan di tangannya.

"Bangun terus makan ini."

Rido hanya menuruti ucapan Mario. Sebenarnya, dia bahkan tidak mempunyai tenaga untuk membalas ucapan Mario. Rido akan meraih mangkuk yang dibawa oleh Mario. Namun, Mario yang melihat tangan Rido bergetar, dia langsung saja berujar

"Biar gue suapin aja."

"Gue sendiri aja."

"Yakin bisa?"

Rido pun hanya bisa pasrah menerima suapan bubur yang diberikan oleh Mario. Lagipula tubuhnya masih sangat lemas. Mereka berdua hanya diam. Mario membiarkan Rido menghabiskan makanannya terlebih dahulu. Sebenarnya dia ingin bertanya banyak hal, manun dia urung.

Setelah makanannya habis, Rido kembali merebahkan dirinya di atas kasur yang terasa sangat nyaman. Tidak lupa ada dokter juga yang memeriksanya tadi. Setelah itu, dia disuruh untuk meminum obat, lalu kembali tidur.



***




Rido bangun dari tidurnya dan melihat jendela kamarnya yang sudah mulai gelap. Tubuhnya sudah terasa lebih segar.

"Cklek," suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian Rido. Dia melihat Mario dan seorang wanita.

"Gimana keadaan lo, udah lebih baik?"

"Udah, makasih ya Mar."

"Iya cil, oh iya ini kenalin mama gue."

Rido agak terkejut dengan pernyataan bahwa wanita itu adalah ibu Mario, karena kecantikannya yang terlihat seperti wanita berusia 30-an.

"Halo Tante, kenalin saya Rido," ujar Rido sambil mencium punggung tangan Ibu Mario.

"Hallo Rido, kamu bisa panggil saya mama aja kaya Mario ya. Mario juga udah cerita banyak tentang kamu."

"Iya Tan- eh Mama maksudnya."

"Kamu gemesin banget sih gak kayak anak Tante ituu."

"Ihh Mamaa."

Rido hanya terkekeh melihat Mario dan Mamanya yang sedang berdebat. Ternyata sekarang dia tau sikap keras kepala Mario berasal dari mana. Bella-Mama Mario ternyata sikapnya juga tidak seanggun kelihatannya. Dia sama seperti ibu luaran sana yang senang memarahi anaknnya. Melihat itu, dia jadi rindu dengan keluarganya.

"Yaudah Mama tinggal dulu yaa, dan Rido jangan sungkan yaa. Anggap aja rumah sendiri."

"Iya Ma, makasihh."

Setelah Bella keluar kamar, Mario rebahan di samping Rido.

"Emm Mario, makasih ya udah nolongin gue."

"Iya sama sama, tapi gue pengin lo jawab jujur pertanyaan gue. Lo malem itu kenapa?"

"Gue ... "

"Yaudah kalo lo belum siap cerita gue gak maksa kok," ujar Mario yang melihat raut sedih Rido.

"Iyaa ... , gue kayaknya mau pulang aja deh," ucap Rido. Sebenarnya dia merasa tidak enak kepada Mario dan Tante Bella. Rido merasa bahwa dia merepotkan.

"Gue anter ya."

"Gak usah, gak papa."

Rido mulai bangkit dari kasur empuk milik Mario. Dia juga ingin pamit kepadaa Tante Bella. Pada saat akan keluar, Mario menahan tangannya.

"Gue yang bakal anter lo pulang. Tinggal bilang aja rumah lo dimana, gue harus pastiin lo baik-baik aja. Nanti tumbang kaya kemaren."

"Gue udah gak punya rumah."

"Maksud lo apa cill?"

"Gue ... udah diusir dari rumah ," lirih Rido namun masih bisa di dengar oleh Mario. Rido sejatinya hanyalah anak 15 tahun yang masih ingin didengarkan. Setitik air mata jatuh dari pelupuk matanya. Mario pun menarik Rido ke dalam pelukannya.

"Kalo lo gak punya rumah, terus mau pulang kemana?" Uhar Mario dengan lembut yang dijawab gelengan oleh sang empu.

"Gimana kalo lo tinggal disini aja, mama pasti setuju kok."

"Tapi gue gak mau ngerepotin."

"Terus, emangnya lo mau kemana? Udah punya tujuan?"

Rido hanya diam. Dia pun pasrah ketika dirinya dituntun menuju kasur tempatnya berbaring tadi. Dia merebahkan dirinya di kasur begitu juga dengan Mario. Mereka hanya diam sampai akhirnya yang lebih muda menutup matanya.

Mario melihat Rido dengan ekspresi datarnya. Dia marah melihat orang yang sudah dianggap adik olehnya diusir oleh keluarganya sendiri. Tapi disisi lain, Mario memang sudah dari lama ingin menjadikan Rido sebagai adiknya. Apakah ini takdir yang diberikan Tuhan padanya dengan mempertemukan Rido dengannya kemaren malam?

Mario keluar dari kamar. Dia sudah lama membicarakan kepada kedua orang tuanya bahwa dia ingin memiliki adik. Bakan mama dan papa nya pernah ingin mengadopsi anak, namun Mario malah tidak mau. Kalo kata mereka mah, Mario banyak mau. Untung anak tunggal. Dia ingin membicarakan Rido kepada kedua orang tuanya.
















Jangan lupa vote dan komen
Maaf apabila terdapat typo

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang