Happy reading
.
.
.
.
.Saat membuka mata, Rido menemukan kehadiran dua sahabatnya. Tapi mengapa raut wajah mereka terlihat seperti kesal?
"Kalian kemana aja sihh. Gue hubungin dari kemaren engga ada yang angkat telpon gue," ujar Rido sembari menatap keduanya yang sedang duduk di kursi yang ada.
Akan tetapi keduanya bungkam. Bahkan Neo yang biasanya paling tidak bisa diam, belum mengeluarkan suara sejak masuk keruang rawat.
"Gue ada salah ya sama lo berdua. Gue minta maaf yaa. Maaf selalu repotin kalian berdua," kata Rido lalu tidur membelakangi keduanya.
Ari yang melihatnya langsung saja berujar
"Lo dipukul sama siapa?"
"Maksudnya apa? Gue gak dipukul siapa-siapa kok."
"Kita udah temenan bertahun-tahun dan lo gak cerita apapun tentang luka lo ke kita, Do?" Kata Neo dengan kecewa.
Rido mendudukkan tubuhnya lalu duduk. Menatap keduanya, lalu berkata
"Gue gak cerita bukan berarti gue gak nganggep kalian sahabat. Maaf kalo kalian kecewa. Gue cuma gak mau ngerepotin kalian terus."
"Kita khawatir banget sama lo tau gak. Janji mulai sekarang apa-apa harus cerita?" Ujar Neo.
"Iya gue janji."
"Siapa yang mukul lo?" Tanya Ari.
Rido menggigit bibir bawahnya. Dia bingung apakah harus mengatakannya atau tidak. Dia hanya takut kedua temannya akan membalas perbuatan Iben. Tapi mengingat dia sudah berjanji kepada keduanya, dia pun menceritakan semua yang sudah dialaminya selama beberapa hari ini.
"... jadi gitu ceritanya."
"Ohh jadi ini semua ulah bocah ingusan itu! Awas aja kalo ketemu gue bales," tutur Neo dengan menggebu.
"Gak usah dibales. Orang kaya gitu biarin aja. Gue takut malah jadi masalah. Secara dia kan adiknya Bang Bryan dan ... adek gue juga"
"Lo gak cerita ini sama Bang Bry?"
"Engga Ri, lagian emang Bang Bryan bakal percaya? Bahkan dia gak ada jenguk gue sekalipun tuh."
Memang kemaren Neo dan Ari tidak menjaga Rido karena mereka sudah bilang kepada Bryan. Mereka yang percaya Bryan bakalan datang pun pergi, sembari meninggalkan sebuah sticky note di hp Rido yang isinya mengatakan bahwa Bryan akan menjenguknya. Tapi hasilnya ... nihil.
***
Rido memasuki rumah dengan Neo dan Ari yang berada di sebelah kanan dan kirinya.
"Ya ampun, Den. Dari mana aja? Bibi khawatir loh"
"Dari rumah sakit Bi."
"Yaudah aden langsung ke kamar aja ya. Bibi mau buatin minum dulu."
"Iya Bi."
"Rido memasuki kamarnya dengan dititah oleh kedua temannya.
"Ini diminum ya," ujar Bi Imah sambil membawa minuman dan beberapa camilan.
"Makasih, Bi."
"Ini pada kemana ya Bi. Kok sepi?" Tanya Neo.
"Ohh ini lagi pada jalan-jalan Den. Kayaknya mereka pulangnya malem deh soalnya tadi baru aja berangkat."
Rido yang mendengarnya hanya bisa tersenyum pedih. Disaat dirinya sakit tidak ada satupun yang menjenguknya dan malah jalan jalan.
Neo dan Ari yang mendengarnya juga geram.
Mereka pun menghabiskan waktu sampai malam di kamar Rido. Lalu, pada saat jam 8 malam kedua temannya harus pergi dan Rido kembali sendirian.
Tubuhnya sudah agak enakan. Besok pagi dia akan sekolah. Rido memejamkan matanya. Berharap hari esok akan lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
***
"Bughh."
"Bughh."
"Awas aja kalo lo buat masalah lagi sama teman-teman gue! Gue gak akan segan-segan buat ngelakuin hal yang lebih daripada ini!."
Mereka pergi meninggalkan tubuh yang terbaring dengan luka itu. Tapi tenang saja, mereka hanya memberi beberapa pukulan yang bahkan tidak sebanding dengan apa yang dia lakukan kepada temannya.
Mereka masih baik bahkan untuk menyuruh seseorang membawa tubuh itu ke rumah sakit.
Jangan lupa vote dan komen yaaa
Maaf apabila terdapat typo
Semoga kalian engga bosan dengan cerita ini yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHASIKA
Teen Fiction"Tempatmu pulang adalah tempat dimana ada orang yang merindukanmu" Entah mengapa, Rido selalu mengingat kata- kata itu. Kata yang didengarnya dari film kartun kesukaannya. Katanya tempat untuk pulang adalah tempat dimana ada orang yang rindu ya? Na...