16

594 32 1
                                    

Keluarga ya?
Kukira mereka adalah satu-satunya. Namun, mengapa mereka menjadi salah satunya? Lantas, tempat mana yang bisa dijadikan sandaran ternyaman?








Sampai di rumah, Rido langsung menuju ke kamarnya. Dia melihat sekeliling yang masih sepi. Ah pasti ayah dan Bunda Saras ( panggilan yang disuruh oleh Saras sendiri) belum pulang. Sampai di kamarnya, Rido ganti baju dan merebahkan dirinya di kasurnya. Dia memikirkan orang yang bersama ibunya tadi. Dia melihat wajah ibunya dengan jelas dan juga pakaian yang cukup familiar. Akan tetapi dia tidak melihat sosok lelaki yang disamping ibunya karena arahnya membelakanginya. Akan tetapi, dilihat dari perawakannya, orang itu seumuran dengan ayahnya.

Rido mulai berpikir apakah ibunya juga akan menikah lagi seperti ayahnya? Daripada pusing memikirkan itu semua Rido memilih untuk tidur saja. Dia sebenernya ingin main ke rumah Neo atau Ari nanti, akan tetapi tubuhnya masih terasa lemas.



***


"Kak, tangkap bolanya!"

"Reva, jangan ganggu kakakmya dong."

Samar- samar Rido mendengar suara dari arah ruang tamu. Mengambil hp yang berada di sampingnya dan melihat jam yang sudah menunjukkam pukul 17:25. Ternyata sudah sore saja. Rido bangun dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket.

Setelah menunaikan solat maghrib, Rido menuju ruang keluarga. Rasanya rumah ramai sekali. Dia juga tadi mendengar suara Reva. Pasti mereka sudah pulang.

"Kakak, lihat Reva tadi dikasih boneka ini sama nenek."

"Iya sini kaka lihat."

"Engga boleh dongg."

Rido menhentikan langkahnya di undakam tangga terakhir. Melihat arah ruang kelaurga yang terdapat Ayah, Bunda Saras, Reva, dan tunggu ... itu Kak Argi?

Dia melihat kak Argi yang sedang tertawa bahagia bersama Reva. Juga Ayah dan Bunda yang duduk di samping mereka sambil menonton TV.

'Keluarga yang harmonis' pikir Rido. Dia memutuskan untuk kembali ke kemarnya. Melupakan tujuan utamanya yaitu mengisi perutnya yang keroncongan. Melihat senyum lebar Kak Argi adalah sesuatu yang langka. Karena Kak Argi tidak pernah senyum setulus tadi kepadanya. Ya, dia tidak ingin menghilangkan senyum Kak Argi. Lagipun, mereka terlihat sangat bahagia tanpa kehadirannya, bukan?

Dia jadi berpikir apakah nanti Ibu dan Bang Bryan juga akan melupakannya juga jika mereka sudah mempunyai keluarga baru?


***

Pukul 21:00 Rido memutuskan untuk turun ke bawah. Dia tidak bisa menahan rasa laparnya lagi. Melihat ke arah meja makan, dia menemukan sepotong telur dadar. Bi Imah pasti sudah istirahat. Dia tidak enak untuk membangunkannya. Dia memutuskan untuk memakan telur yang tadi.

Mengambil piring dan memasukkan nasi, setelah itu mengambil sepotong telur. Namun, baru saja duduk dia dikejutkan dengan tepukan di bahunya.

"Kamu mau Bunda masakin?"

"Eh engga usah Bunda, Rido makan ini aja. Makasih ya Bun."

"Engga papa, Bunda masakin aja. Kamu mau makan apa?"

"Ehh kalo gitu Rido mau nasi goreng aja Bun."

Rido pun mengiyakannya, lagipula yang menawarkan Bundanya kan?

"Uhuk uhuk."

"Bunda lagi sakit?"

Rido melihat gelagat Bundanya yang sedang memotong sosis untuk ditambahkan ke dalam nasi horeng sambil terbatuk- batuk. Selain itu Bundanya juga memijit keningnya.

"Kalo Bunda sakit udah engga usah aja Bun. Rido engga papa kok makan ini aja."

"Engga bunda engga papa kok. Ini bentar lagi selesai. Tinggal goreng aja kok."

"Ada yang perlu dibantu Bun."

"Udah kamu duduk aja ya."

Rido merasa senang dengan Bunda barunya itu. Hal tersebut karena dia selalu mengingatkannya dengan Ibunya.

Setelah menunggu beberapa saat, nasi goreng pun jadi.

"Ini ya, dimakan semuanya. Harus abis loo."

"Iya Bun makasih."

"Yaudah Bunda mau istirahat dulu ya."

Rido menganggukkan kepalanya. Setelah itu mulai memakan nasi goreng buatan Bundanya itu. Dan...  wahh rasanya sangat enak. Sama seperti buatan Bi Imah.

Baru tiga suap, Rido dikejutkan dengan suara kakaknya.

"Jadi anak jangan ngerepotin banget bisa engga sih."

Rido tidak paham dengan apa yang dibicarakan Kakaknya itu.

"Lo suruh bunda masak malem- malem padahal dia lagi sakit. Lo mikir engga sih."

Oh jadi ini masalahnya. Bundanya sakit pantas saja daritadi pucat. Lagipun Bunda yang menawarinya dia pun tidak memintanya. Akan tetapi mengapa Kakaknya marah?

"Maaf Kak."

Rido memutuskan untuk minta maaf saja, karena dia tidak ingin memperpanjang masalah. Setelah melihat Kakanya pergi ke kamarnya, dia melanjutkan makan yang sempat tertunda dengan nafsu makan yang sudah tidak ada. Namun, dia menghargai buatan Bundanya, oleh karena itu dia harus menghabiskannya.









Jangan lupa vote dan komen !!!

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang