39

506 33 3
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.




Dengan langkah tertatih, Rido memasuki rumah. Pukulan Iben ternyata tidak main-main. Dia membuka pintu dan melihat ke arah ruang keluarga yang ramai. Ternyata Reva sudah pulang ke rumah. Pantas saja mobil ayahnya ada di garasi. Rido sedang memikirkan cara bagaimana meminta alat bantu dengar yang baru. Uang yang dihasilkannya dari les hanya untuk uang saku ketika ayahnya lupa memberianya uang atau ketika dia sedang dalam masa hukuman.

Ketika malam tiba, Rido memutuskan untuk ke bawah. Perutnya terasa lapar. Dia pun duduk di meja makan dan melihat sisa-sisa makan malam keluarganya. Rido mengambil telur dadar dan tumis brokoli yang ada. Setelah makan, Rido memutuskan untuk menemui ayahnya. Biasanya ayahnya akan berada di ruang kerjanya jam segini.

"Tok ... tok ... tok. Cklek."

Rido langsung membuka pintu ketika dia sudah mengetuknya, lalu masuk dan melihat ayahnya yang berada di depan laptop.

"Yah, maaf ganggu kerja ayah malem- malem. Rido cuma mau bilang alat bantu dengar Rido rusak. Rido minta tolong beliin yang baru boleh gak yah?"

Rido tidak tahu ucapan apa yang keluar dari mulut ayahnya. Namun yang pasti Rido melihat ekspresi ayahnya terlihat kesal dan marah?

Lalu yang dilakukan ayah selanjutnya adalah mendorongnya sampai keluar dari ruangannya lalu menutup pintu. Rido menunduk, kayaknya ayahnya tidak akan akan membelikannya alat bantu dengar itu. Rido pun kembali ke kamarnya. Membuka hp dan mengecek saldo yang ada di hpnya. Jika dia membeli alat bantu dengar itu, maka uangnya akan terkuras. Mungkin tidak papa. Rido bisa berhemat. Semoga saja ayahnya akan kembali ingat untuk memberinya uang.

Rido pun memberi pesan kepada dokter Fia-dokter yang dulu menanganinya. Dia memberi pesan terkait dimana dia bisa membeli alat bantu dengarnya itu. Dan dokter Fia pun memutuskan memesankannya dan yang dilakukan Rido hanyalah membayarnya saja. Dia harus datang ke rumah sakit besok pagi untuk mengambilnya.







***

Pagi telah tiba. Rido memakai seragamnya, dan turun ke bawah. Pada saat di meja makan, dia melihat keluarganya yang sudah selesai makan. Rido pun berbalik langkah menuju pintu keluar. Dia akan menganbil uang terlebih dahulu, setelah itu menemui dokter Fia.

Pada saat sampai di rumah sakit, Rido sebenarnya disuruh check up oleh dokter Fia mengenai kondisi telinganya. Akan tetapi, Rido menolak. Setelah melakukan pembayaran dan mengambil alat bantu dengarnya, Rido melajukan motornya menuju sekolah. Mungkin dia akan telat tetapi Rido tidak peduli. Daripada balik lagi ke rumah mending Rido pergi sekolah saja.

Benar saja saat sampai di sekolah, gerbang telah tertutup. Ada beberapa siswa yang juga terlambat sama seperti dirinya. Setelah kemanan datang, mereka diijinkan masuk. Tetapi mereka harus melakukan hukuman terlebih dahulu. Rido mendapatkan bagian untuk bersih-bersih di ruangan olahraga pulang sekolah bersama dengan Vero, anak seangkatannya yang sama-sama telat.

Rido memasuki kelas, untung saja belum ada guru yang mengajar.

"Kenapa telat?" Tanya Ari mengingat Rido termasuk ke dalam kumpulan siswa yang rajin masuk pagi.

"Mampir dulu kerumah sakit."

"Lo sakit? Itu suara Neo yang menyahuti.

"Engga, kemaren alat bantu dengar gue rusak. Jadi tadi ambil dulu."

"Kenapa bisa rusak?"

"Gak sengaja keinjek, hehe," jawab Rido dengan cengiran.

"Terus itu kenapa pipi lo kayak lebam. Lo habis dipukul? Sama siapa?"

Mengingat lebamnya, Rido teringat akan bagian lain tubuhnya yang juga lebam. Efek tendangan Iben. Tapi dia tidak ingin menceritakannya kepada dua temannya. Dia tidak mau menaruh beban kepada keduanya. Mereka yang  selalu menanyakan keadannya saja sudah membuat hatinya menghangat. Mereka sudah seperti sahabat dan kakak untuk dirinya.

"Ohh ini tuh gara-gara kepleset di kamar mandi tapi yang nahan jatuh ya pipi gue. Jadi gini deh."

"Ada ada aja sih lo cil makanya hati-hati."

"Siap jagoan neon."
















Jangan lupa vote dan komen!
Maaf apabila terdapat typo

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang