Chapter 02 | Cangcimen

560 20 2
                                    

─────────────────

Hai gadis manis!

Lu pamit ikut Daddy Lu ya?
Lu harap gadis manis tidak nakal selama Lu pergi.

Sampai bertemu nanti gadis manis.

Tertanda
Calon suami jelek gadis manis.

─────────────────

"Kata-kata yang kau tulis sudah sesuai, kan, Brayen?" tanya anak laki-laki itu kesekian kalinya. Brayen bahkan sampai jengah mendengarnya.

"Sudah Tuan muda. Sudah saya translate juga ke bahasa indonesia agar gadis Tuan muda mengerti arti suratnya." Brayen kembali menjawab pertanyaan anak bosnya itu dengan penuh kesabaran.

Helaan nafas terdengar cukup nyaring di ruangan belajar bernuansa abu-abu itu. Sudut bibir Brayen nampak berkedut menahan sesuatu yang siap meledak kapan saja-melihat sikap anak bosnya yang terlihat uring-uringan sedari tadi.

"Kau tidak menulis hal macam-macam selain yang aku katakan tadi, kan?" Lagi, anak itu lagi-lagi bertanya. Tatapan selidik dengan mata memicing curiga dia layangkan untuk Brayen.

Iya. "Tidak, Tuan muda. Saya tidak berani." Lain di mulut lain di hati, Brayen menjawabnya dengan tidak jujur.

"Baguslah." ujar anak dengan sedikit lega. "Aku tidak akan mengampunimu jika kau berani menulis hal buruk tentangku di surat itu, Brayen." sambungnya dengan mengancam.

Brayen tersenyum lebar menanggapi. Jujur, Brayen cukup merasa merinding mendengar ancaman bocah ingusan itu, namun dia berusaha menutupinya dengan senyuman lebar yang mempesona.

"Kau terlihat mengerikan, Brayen." ceplos anak itu dengan blak-blakan.

Sial. Bocah di hadapannya ini benar-benar menguji kesabarannya. Brayen berusaha tetap mempertahankan senyum lebarnya. "Anda kalau sedang bercanda lucu juga Tuan." sahut Brayen tidak mau kalah.

Mendelik sinis. Anak itu lantas menyuruh Brayen keluar dari ruang belajarnya. Lama-lama bocah itu muak juga melihat wajah bodohnya itu. "Keluarlah Brayen."

Tidak membutuhkan pengulangan perintah, Brayen segera pamit mengundurkan diri. Pria berusia 25 tahun itu perlahan menutup pintu ruang belajar anak bosnya dari luar. Di luar ruangan, Brayen tertawa-melepaskan tawanya yang sedari tadi dirinya tahan.

"Hahaha dasar bocil edan. Emang enak gue kerjain." tawanya puas. Anak buah durhaka!

Brayen mengusap sudut matanya yang mengeluarkan sedikit air menggunakan ibu jari. Sebelum melenggang pergi dari sana.

***

"Cangcimen.. cangcimen.."

"Ayo ibu, bapak dibeli airnya."

"Cangcimen.. cangcimen.."

Edrea menarik baju bagian bawah Bundanya, mata bulatnya menatap binar pada sang Bunda yang tengah menatapnya hangat.

"Ada apa nak?" tanya sang Bunda lembut sembari mengusap surai hitam pendek Edrea.

She's Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang