16.

33.5K 4.1K 269
                                    




Pada akhirnya.. Fabio selesai dengan makananya. Sementara yang lain harus bisa menahan amarah yang akan memuncak ketiga 25 menit lamanya mereka harus menunggu, tetapi yang di tunggu tidak juga datang.

Anne mengkode Hazel untuk segera membawa Fabio. Pemuda itu mengerti dan segera memberikan Fabio segelas susu cokelat ketika anak itu selesai meminum segelas kecil air putih.

"Mau menunggu, sembari menonton televisi?" ajak Hazel. Dia mengelap sekitar mulut Fabio dengan tissue.

Fabio menggeleng, "Aku mau nunggu abang," tolaknya.

"Iya, tunggu Darius sembari memakan cemilan dan di temani tontonan kesukaan kamu. Bukankah itu ide yang bagus?"

Fabio menimang ajakan Hazel. Dia berfikir keras, menutup kedua matanya dengan jari telunjuk yang berada di dagunya. "Boleh deh."

Sedangkan yang lain hanya bisa menahan gemas memandang bocah yang terlihat menggemaskan itu. Sekilas, rasa marah Anne hilang.

Ahh.. Dia suka ini. Menjadi Sergio.. Dia mendapatkan perlakuan berbeda. Ketika dia menolak, dia akan di bujuk dengan keinginannya. Saat dia bersedih, mereka jiga melakukan hal yang sama.

Dia bersyukur  menjadi Fabio, dan dia begitu bahagia menjadi Sergio.

Haruskan dia membuang nama Fabio dan memulai semuanya dengan Sergio?

Ah Fabio rasa itu harus. Karena tubuh yang saat ini dia tempati adalah tubuh Sergio. Dia tidak akan pernah di panggil Fabio sampai kapanpun.

Jadi mulai detik ini, Fabio memutuskan. Namanya menjadi Sergio.

Panggil Fabio dengan Sergio. Jika kalian menolak, kalian akan tau akibatnya.

Fab- ah Sergio di bawa oleh Hazel ke atas. Dia membawa Gio ke kamarnya.

Ingatkan Hazel untuk menyuruh bawahannya membuat satu kamar khusus Sergio. Dia ingin anak manis ini mendapatkan tempat khusus di kediaman Clain.

"Abang.. Kak Eve berada dimana?" tanyanya menatap Hazel polos.

Hazel mengangkat bahunya, "Abang tidak tahu."

Sergio pun hanya mengangguk, "Abang tidak lapar? Di meja makan hanya aku yang makan. Itu terlihat seperti aku tidak sabaran." bibirnya mengerucut.

Hazel terkekeh pelan, "Tak apa. Kami hanya tidak mau cacing diperutmu kurus, sementara pemiliknya seperti buntalan ini," ujaarnya menggoda Sergio.

"Jadi secara tidak langsung bang Hazel ngatain aku Gemuk gitu?" ujarnya sangar melototkan matanya ke arah Hazel.

Hazel tertawa lepas, "Kamu sendiri yang mengatakan itu adik kecil."

Sergio kembali merengut melihat Hazel yang tertawa puas. Dia bersedekap dada kesal. Sungguh, dia tidak gemuk, dia hanya merasa sedikit besar karena abangnya yang tidak membiarkan dia memakan makanannya tidak sehat. Dan merecokinya dengan makanan yang kaya akan gizi.

Hazel tidak bisa berhenti tertawa. Dia tidak tau, jika menggoda anak di dekapannya  semenyenangkan ini.

***

Sementara di meja makan, Nara baru sampai dengan Eve yang tampan linglung. Mata gadis itu tampak sayu karena baru saja bangun tidur.

"Maaf, kami terlambat." Nara langsung duduk. Tak lupa di menyeret kursi di sebelahnya untuk di tempati Eve.

Anne yang sudah kehilangan rasa sabar itu langsung mengambil teplak meja, dan menariknya segara kasar hingga membuat semua makanan yang berada di atasnya jatuh tercecer di lantai.

Nara terperanjat kaget. Dia memeluk Eve yang masih linglung. Sedangkan Rico dan Sean harus banyak mengucap kata sabar ketika di wajah Rico ada mie yang menggelantung dan menghalangi pandangannya.

Sementara Sean mengelus dada sabar saat tubuhnya bermandikan jus dan dahinya yang tertempel daging.

Mereka berdua hanya diam dan tak berani marah. Karena yang marah adakah ibl- ibu dari keluarga Clain.

"I-ibu kenapa?" tanya Nara gugup. Ada apa dengan mertuanya ini. Sungguh dia tak habis fikir senang tingkah abnormal ibu mertuanya.

Anne menunjuk Nara, "Kau masih bertanya Kenapa?"

"KAU LUPA PERATURAN KELUARGA CLAIN, HAH!?"  teriak Anne murka.

Nara mengangguk kaku, "Aku tau ibu."

"Lalu kenapa kau tekat 27 menit datang ke meja makan Nara!" Anne berdesis. Urat urat di wajahnya menonjol seolah memberitahu betapa marahnya Anne. "Kau membuat kami sudah tidak minat makan!"

"Eve tertidur bu. Aku tidak tega membangunkannya. Dia lelah karena seharian ini tidak tidur. Ibu tidak usah berlebihan seperti ini," ujar Nara menjelaskan.

Hanya karena hal itu mertuannya marah? Sungguh kekanakan sekali.

"Oh,seperti itu?" Anne tersenyum sangat manis. Dia mengambil ponsel yang di berikan oleh bodyguard di belakangnya.

Dia menghubungi seseorang dan, "Aland sialan! Bawa putrimu menjauh dari kediamanku!" sergahnya pada orang di seberang. Lalu mematikan ponsel sepihak.

Wanita itu pun pergi meninggalkan kekacauan yang di perbuat olehnya. Dia tidak peduli lagi pada apapun, terserah.

Tubuh Nara membeku. Aland? Itu adalah nama ayahnya.

"Ibu! Ibu! Apa maksud ibu!" panggil Nara. Dia ingin mengejar Anne, tetapi Eve menarik lengannya.

Eve sungguh takut, badan gadis itu tidak berhenti bergetar. Jika dirumahnya dia memiliki seseorang yang akan membela, tetapi disini dia tak punya siapapun.

Maminya, seperti tidak berkuasa disini.

















Typo? Tandai..



Thanks..





Tbc.

Fabio To Sergio [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang