7.

36.7K 4.2K 39
                                    

Fabio merentangkan kedua tangannya keatas. Melenggangkan ototnya yang kaku. Mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Tubuhnya di perban. Dia tidak tahu, siapa yang telah menyembuhkannya. Apa abang sulung 'Sergio'?

Dia bergerak untuk turun dari tempat tidur. Pergi ke kamar mandi lalu keluar dengan wajah yang lebih segar.

Dia melihat keluar gelap, yang mana menunjukkan hari sudah malam.

Fabio berjalan ke Walk in Closet. Mengambil jeans hitam, kaos oblong putih dengan hoodie yang juga hitam.

Anak itu memakai kaos kaki putih dan juga sepatu yang senada.

Dia membawa handphone dan beberapa lembar uang.

Setelah dirasa semua pas, Fabio berjalan kebawah.

Sepi..

Itulah kata pertama yang dia ucapkan melihat mansion yang terlihat suram. Para maid dan pengawal yang sudah tidak ada.

Itu normal, karena ini jam 12 malam.

Fabio berjalan ke arah luar. Dia membuka pagar yang menjulang tinggi itu sendiri. Anak itu tak membangunkan satpam yang berjaga.

Sebelum itu, dia melihat kebelakang, dimana mansion megah yang di tempatinya akhir-akhir ini.

Setelah berhasil membuka, Fabio berjalan kaki.

Tujuan utamanya kali ini adalah 'Rumahnya'

Dia memutuskan untuk keluar dari mansion itu. Fabio menyerah, dia tak ingin fisiknya kembali di sakiti.

Dia bukan tipe org yang akan berpikir panjang untuk masalah seperti ini.

Apalagi masalah tentang kehidupannya.

Lama berjalan, Fabio sampai di sebuah komplek perumahan yang damai.

Perumahan yang selama ini dia dan kedua orang tuanya tinggali.

Perumahan sederhana nan asri.

Dia masuk  tanpa takut ada yang mencegatnya.

Fabio berdiri di depan pintu rumah. Dia mengambil sesuatu di bawah keset yang ternyata itu adalah Kunci rumah.

Fabio selalu menyimpan kunci rumah miliknya di sana agar dia tak lupa atau kehilangan.

Ceklek

Sepi..


Fabio merasa seperti Deja Vu.

Fabio masuk kedalam rumah, dia melepaskan sepatunya dan di ganti dengan sandal yang ada di samping pintu.

Suana rumahnya masih sama. Fabio seolah melihat gambaran ayah nya yang meminum kopi sembari membaca koran.

Serta sang ibu yang berdiri menyambut dirinya pulang.

"Aku pulang.. Ayah, ibu."

Berjalan ke arah pintu bercat coklat dan masuk ke dalam yang merupakan kamar miliknya.

Merebahkan di kasur paling nyaman menurutnya.

Mengepalkan tangannya  ke udara dan berkata, "Aku selesai, Sergio."

"Aku tidak peduli dengan keluargamu."

"Aku ingin menjaga mental ku."

"Dan aku juga tak ingin menjadi pembunuh."

.

.

"Cari sampai dapat bajingan!"

"Kalau sampai kalian tidak dapat informasi adikku, maka ucapkan selamat tinggal pada kedua bola mata kalian yang tidak berguna!" marah Darius.

Dia murka. Pagi tadi saat dirinya ingin membangunkan sang adik untuk sarapan bersama. Dirinya mendapati jika akmar itu kosong.

Dia sudah mengecek seisi mansion, tetapi tidak juga menemukan adiknya.

Darius sudah mencoba melihat cctv, tetapi cctv itu tidak berfungsi.

Terkahir kali berfungsi, itu saat jam 11, dimana sang adik yang masih tertidur.

Darius kalap, dia langsung menghajar semua pengawal yang tak becus menjaga adiknya. Dia merasa kesal karena sudah kecolongan.

Lain halnya pada pengawal yang merasa takut karena amukan sangat tuan.

Mereka bisa menerima. Karena dari jam 11 sampai jam 2 pagi.. Merupakan istirahat bagus mereka.

"Pergi kalian! Jangan kembali tanpa adikku!"

Semua pengawal pun pergi mendengar perintah sang tuan muda.

Jujur saja, sang tuan tidak pernah semarah ini.











Typo? Tandai...

Thanks..

Tbc..

Fabio To Sergio [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang