Beberapa minggu kini berlalu. Hubungan Shera dan Hilmi kembali membaik. Sejauh ini Hilmi masih bisa menjaga kepercayaan yang Shera berikan. Sekalipun mereka dilanda masalah sedikit saja, pasti mereka akan langsung bicarakan. Bukan asal mengambil tindakan.
Shera pun kini mulai bisa menerima karakter Hilmi yang memang ramah pada semua orang. Bahkan Shera pun dekat dengan teman-teman perempuan di sekitar Hilmi. Tapi tidak dengan mereka yang julid.
Hari ini Shera pergi ke kampus bersama Hilmi. Gadis itu sekarang terlihat semakin menempel saja pada Hilmi. Namun ia juga tak lupa pada Rifki, sahabat baiknya sejak dulu. Rifki tetap orang pertama yang ia butuhkan dalam keadaan apapun.
"Kamu semester depan udah mulai magang ya?" tanya Hilmi ketika keduanya berjalan memasuki gedung fakultas.
"Iya, Mi. Gak kerasa ya, mulai magang abis itu KKN, seminar judul skripsi, dan lain-lain." Shera sudah membayangkan betapa pusingnya dia saat menghadapi semua itu.
"Hmmm hubungan kita bakal bertahan berapa lama ya?" Hilmi mengetuk dagu.
"Selamanya,"
"Kamu yakin?" Entah kenapa Hilmi merasa takut karena kekasihnya akan lulus duluan.
Shera mengangguk mantap. "Harus yakin dong. Tuhan itu akan mengikuti prasangka makhluknya. Jadi kita harus berpikir positif."
"Iya juga sih, kamu bener," ucap Hilmi.
"Emangnya kamu gak yakin, kalau kita bakal tetep sama-sama sampai kamu lulus nanti?" Shera melirik Hilmi yang sedang fokus menatap ke depan.
"Aku yakin, tapi kenapa rasanya gak rela aja kalau kamu lulus duluan. Kamu ada rencana apa setelah lulus?" tanya Hilmi.
"Ya, fokus kerja. Ngapain lagi coba," sahut Shera singkat.
"Gak lanjut kuliah lagi?"
Shera menggeleng. "Mau fokus kerja aja kumpulin uang. Buat biaya hidup sehari-hari biar gak bergantung terus sama orang lain."
"Hmmm gitu ya,"
"Selama ini, aku udah banyak ngerepotin Om aku. Dia adik bungsu Papa. Selama ini biaya kuliah aku, dia yang nanggung. Dia juga yang percayain aku sama keluarganya Rifki. Makanya aku seakrab itu sama Rifki," jelas Shera.
"Oh, gitu. Kamu ini anak tunggal ya?" Hilmi memang tak pernah tahu tentang kekasihnya. Ingin bertanya pun rasanya kurang pas saja.
Shera mengangguk pelan. "Dari SMA aku udah mulai mikir mau langsung kerja aja setelah lulus. Pas banget waktu itu ada yang nawarin kerja di studio foto. Tapi Om tetep nyuruh aku kuliah. Jadi aku kuliah sambil kerja aja. Biar hidupku gak gabut-gabut amat hehe."
"Orangtua kamu ... "
"Mereka udah gak ada. Papa udah meninggal dan Mama gak tau kemana." Shera mengedikkan bahu.
"Maksudnya?" Hilmi semakin penasaran dengan kisah hidup Shera.
"Mama pergi ninggalin aku setelah Papa meninggal," jawab Shera singkat. Hilmi tak bertanya lagi karena ia takut membuat hati Shera terluka.
"Udah jangan diterusin. Aku anterin ke kelas ya," ucap Hilmi.
"Gak usah, nanti kamu capek naik turun tangga," cegah Shera.
"Cuma ke lantai dua aja gak akan bikin kaki keselo kan?" canda Hilmi.
"Ya udah terserah Hilmi aja,"
Hilmi tersenyum dan menggenggam erat tangan Shera. Keduanya berjalan berdampingan menuju ke lantai dua. Setelah mengantar Shera ke kelas, Hilmi pamit untuk menuju ke kelasnya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Cinta
RomanceHilmi Raffasya, seorang mahasiswa dengan sikap yang humoris dan ramah. Sikap hangatnya itulah yang membuat para wanita jatuh cinta. Termasuk dosennya sendiri. Shera Ardiana adalah salah satu dari mereka yang menyukai Hilmi. Mahasiswi dengan hobi fot...