Part 19: Salah Tingkah

15 1 0
                                    

'Setangkai bunga yang cantik untuk orang yang cantik. Coklat yang manis untuk gadis pemilik senyum yang manis. Have a nice day, Sista!'

Shera tersenyum sendiri saat melihat sticky notes yang ditempel di coklat silverqueen pemberian Imey. Yang katanya titipan, tapi entah itu titipan dari siapa, Shera juga tidak tahu.

"Sebenarnya ini dari siapa. Masa sih dari Hilmi," pikir Shera. Dia berpikiran seperti itu karena kemarin Hilmi menyanyikan lagu berjudul Cantik.

Shera mengatur setting di kamera digitalnya dan memasangkan tripod kamera. Gadis itu akan memotret dirinya dengan bunga dan coklat pemberian Imey. Latar belakangnya akan bagus karena ia sedang berada di taman gedung fakultas.

Shera mengatur timer dan memposisikan dirinya di depan kamera. Kalau tidak ada Rifki, ia biasa melakukan fotografi sendiri. Dia memang sudah pandai dalam hal fotografi.

Cekrek!

Cekrek!

Shera hanya mengambil dua gambar saja. Gadis itu melihat hasil jepretannya yang terlihat estetik. Andai saja dia bisa di foto dengan orang yang memberinya bunga dan coklat itu.

"Fotonya kok sendirian aja." Seseorang mengejutkan Shera yang sedang membereskan tripod miliknya.

"Loh, Hilmi? Udah keluar kelas ternyata." Shera kembali duduk di bangku taman.

"Hehe iya, Kak. Sendirian aja?" Hilmi ikut duduk di samping Shera.

"Iya, Lista sama Rifki ada di kelas. Mereka lagi mager keluar katanya. Jadi beres sholat langsung balik ke kelas," jawab Shera.

"Ohh, gitu." Hilmi menganggukkan kepalanya. "Itu coklatnya kenapa belum dimakan?"

"Tadi difoto dulu sebentar. Mau dimakan tapi sayang," ucap Shera.

"Sayang kenapa?" tanya Hilmi datar.

"Kamu bilang apa tadi?" Shera melirik Hilmi. Gadis itu tampak menahan tawa.

"Aku bilang say -- ehh!" Hilmi menutup mulutnya. Dia keceplosan dan wajahnya sudah memerah karena malu.

Shera terkikik geli. Padahal dia cuma bercanda. "Kamu kenapa, Mi? Muka kamu merah gitu. Pake blush on ya?"

"Ap-apa?" Hilmi meraba wajahnya yang ternyata memanas.

Kali ini Shera benar-benar tertawa. Hilmi lucu juga jika sedang salah tingkah. Rasanya ingin mencubit pipinya itu. Tapi ah sudahlah. Melihat Hilmi malu saja sudah cukup membuat Shera tertawa puas.

"Kak Shera ihh apaan sih ah." Hilmi menunduk malu. "Kakak duluan kan yang ngomong. Kenapa harus sayang kalau coklatnya dimakan? Nanti meleleh loh, Kak."

"Ya gak tau, pokoknya sayang aja kalau ini dimakan." Shera yakin kalau coklat itu dari Hilmi.

"Aku gak akan makan coklat ini kalau aku gak tau ini dari siapa. Kan takutnya coklat ini dikasih racun, jampe-jampe, atau pelet mungkin. Kan serem, Mi." Shera mencoba memancing Hilmi agar dia bicara, bahwa dialah yang memberikan coklat itu.

"Ya ampun aku gak sejahat itu, sampai ngasih pelet ke orang lain," ceplos Hilmi.

"Nah ngaku juga, ini coklat dari kamu kan?" selidik Shera.

Lagi-lagi Hilmi merasa malu. Dia memang menyuruh Imey untuk membelikan coklat dan setangkai bunga mawar. Hilmi hanya memberikan sticky notes saja pada Imey.

"Hilmi!"

"Apa?" Hilmi masih memalingkan wajahnya karena malu.

"Kamu kenapa sih? Kamu kalau malu-malu gitu lucu tau," canda Shera.

"Kan sekarang udah tau coklatnya dari siapa. Ya udah dimakan aja, gak aku kasih racun kok," ucap Hilmi.

"Makan gak ya?" Shera mengetuk dagu.

"Ini coklat buat dimakan, bukan buat dipajang. Kalau bunga dimakan baru bahaya. Dimakan aja coklatnya,"

"Hmm nanti aja deh." Shera memasukkan coklat itu ke dalam saku celananya.

"Makan sekarang, Kak." Hilmi menahan tangan Shera yang akan memasukkan coklat itu ke dalam saku celana.

"Tapi makan berdua loh," pinta Shera.

"Ya udah deh,"

Shera membuka bungkus coklat itu dan memotongnya menjadi dua bagian. Ia memberikan setengahnya pada Hilmi. Dua mahasiswa itu asyik menikmati manisnya coklat sambil sesekali melempar candaan.

"Kak, aku pengen deh sekali aja nganterin Kakak ke tempat kerja," ucap Hilmi setelah coklat miliknya habis.

"Ya boleh aja sih. Kamu tau kan studio foto tempat aku kerja,"

"Pengennya antar jemput tiap hari sih," celetuk Hilmi.

"Hah?" Shera melongo.

"Keberatan ya?" tanya Hilmi.

"Enggak. Bukan gitu maksudnya. Emang gak ngerepotin? Bukannya kamu juga harus manggung di kafe ya sama Azmi?"

"Iya, emang. Tapi kan jam pulangnya sama aja jam 8. Aku bisa kok jemput Kakak ke studio." Hilmi bersikeras agar bisa mengantar jemput Shera.

"Ya udah deh, terserah kamu aja," pungkas Shera.

Kali ini Shera bersyukur karena Hilmi tak menyinggung masalah Rifki. Shera tak mau berjauhan lagi dengan Hilmi. Sehari saja tanpa melihat senyum dan mendengar suara Hilmi, Shera merasa sepi.

"Terus sekarang pulang kuliah pasti langsung ke studio?" tanya Hilmi yang dijawab oleh anggukan kepala Shera.

"Hmmm kalau misalnya Kakak keluar kelas duluan, Kakak tungguin aku aja. Dan kalau aku yang keluar kelas duluan, aku nungguin Kakak di parkiran. Gimana?"

"Boleh deh." Shera mengacungkan jempol.

***

Jam menunjukkan pukul 14:10 dan mata kuliah terakhir sudah selesai. Shera menghela napas lega karena ini saatnya dia berduaan dengan Hilmi. Ups ... Ralat. Maksudnya ke studio bareng Hilmi.

"Sher, sorry ya. Kali ini kita gak bisa bareng ke studionya. Gue ada urusan bentar sama dosen. Bentar doang kok," kata Rifki saat mereka berjalan keluar kelas.

"Sama Lista juga?" Shera melirik Lista yang sedang bersama mereka juga.

"Iya, sama dia. Lo nanti ke studio duluan atau kalau mau nungguin gue juga gak apa-apa. Janji gak lama." Rifki mengacungkan dua jarinya.

"Gue ke studio duluan aja deh. Emm mungkin bakal makan dulu hehehe." Shera tersenyum senang. Dunia sepertinya sedang mendukung Shera agar bisa dekat dengan Hilmi.

"Lah, semangat banget kayaknya. Lo emang mau pergi sama siapa?" tanya Lista.

"Ada deh. Kalau gitu gue duluan ya. Bye!" Shera langsung belok dan menuju ke kelas semester 3.

Rifki dan Lista saling melempar tatapan. Mereka tahu Shera pasti akan menemui Hilmi. Karena Shera langsung belok dan menuju ke kelas semester 3.

"Rif, lo sadar gak sih? Shera banyak berubah sejak kenal sama Hilmi," ucap Lista.

"Iya sih, dia kayak lepas beban aja gitu. Waktu dia tau Arsen udah ngelamar cewek, beuuhhh dia galaunya sampai gak mau makan, gak mau masuk kelas, masuk kelas juga banyak diem. Sumpah ya, kayak bukan Shera banget," papar Rifki.

"Gue juga seneng kalau akhirnya Shera bisa lupain Arsen. Meskipun Arsen sama calon istrinya belum resmi tunangan, tapi kabar lamaran itu langsung nyebar ya," sahut Lista.

"Iya, bener. Dan orang nyangka kalau calon istri Arsen itu Shera. Secara mereka juga kadang keliatan deket. Kayak ke gue aja gitu,"

"Yang paling penting, kalau Shera seneng, gue juga seneng." Lista tersenyum penuh arti.

"Gue setuju sama lo, Lis. Yuk ah, kita ke ruang dosen dulu!" Rifki langsung menarik tangan Lista menuju ke ruang dosen.

"Gue harap kali ini Rifki sadar, kalau Shera itu ditakdirkan untuk orang lain. Dan masih ada orang yang setia nungguin lo peka,"

***

Berondong CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang