•38•

716 40 0
                                    

Arsen kembali melirik Aileen, dia berdecak kesal, karena butuh waktu lama untuk Aileen menjawab perkataannya yang tadi sudah dia lontarkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arsen kembali melirik Aileen, dia berdecak kesal, karena butuh waktu lama untuk Aileen menjawab perkataannya yang tadi sudah dia lontarkan. Hal tersebut membuat Arsen gemas sendiri dengan Aileen. Berikutnya Arsen menjitak kepala Aileen pelan, hal tersebut kontan membuat Aileen mengaduh kesakitan, walau rasa sakitnya tak seberapa.

Aileen menyentakkan kepalanya kesal. "Lo apaan sih, Ar,"

"Perasaan jadi cowok galak banget deh," Aileen kembali mencibir, menatap sinis Arsen yang kini tengah tengah menatapnya tajam seraya memasang smirk andalannya.

Arsen menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Gue nggak bakalan galak, kalo CUTTIBE milik gue itu nggak ngeselin,"

Aileen mendengus kesal, mengabaikan Arsen yang seolah-olah sedang mengejeknya lewat raut mukanya. Rasanya Aileen ingin sekali menonjok perut Arsen biar dia merasakan kesakitan. Ah tetapi enggak jadi deh, Aileen tidak setega itu untuk melakukan hal yang berhasil menyakiti orang lain—apa lagi untuk menyakiti seorang cowok tampan yang kini tengah duduk tepat di sampingnya.

Aileen pura-pura tengah berpikir, dia mendesah pelan. "Males ah, lo pulang sama Alna aja,"

"Yahaha... Kasian banget lu bos di tolak Aileen,"

Sementara Gilang otomatis membulatkan matanya tak percaya mendengar respon Rafis yang terkesan sangat berani ketika mengejek Arsen. Dia menatap tajam ke arah Rafis yang kini tengah menatapnya juga seraya mengendikan bahunya acuh.

Perkataan Aileen barusan membuat Arsen tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Aileen—membuat Aileen mengaduh kesakitan, sepertinya Arsen tidak sedang bercanda. Deru nafas Arsen lebih cepat dari sebelumnya, mengabaikan ejekan Rafis barusan. Mimik mukanya sudah memerah—tanda bom emosinya yang mungkin akan meledak sebentar lagi.

Arsen memejamkan matanya sejenak sebelum menyahut—dia berharap emosinya tidak meledak sekarang juga. Bagaimanapun juga dirinya kini masih berada didalam kantin, dan tidak memungkinkan jika dia mengamuk di dalam kantin bukan? Namun jika situasi sudah sangat membuatnya muak, dia tidak akan segan-segan untuk meluapkan emosinya.

"Sehari aja lo nggak sebut nama dia bisa nggak sih?" Arsen bertanya mengintimidasi dengan merendahkan suara baritonnya.

Sedangkan beberapa murid yang berada dikantin tengah bergosip membicarakan keduanya secara terang-terangan dan suaranya lumayan cukup keras hal itu tentu membuat Arsen menyadarinya. Tidak mau tinggal diam, Arsen melepaskan cekalannya tangannya pada pergelangan tangan Aileen yang tampak sedikit memerah. Ketika cekalannya sudah di lepas, barulah Aileen memegang pergelangan tangannya yang memerah, dia meringis menahan sakit dan tentu saja semua karena ulah Arsen.

"Diam lo semua. Atau gue beli mulut lo satu persatu?"

Teriakan Arsen berhasil membuat suasana kantin berubah menjadi hening seketika, meski hanya sebuah perkataan namun sudah biasa membuat banyak murid menutup mulutnya rapat-rapat. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin—tatapan Arsen saat ini terlihat sangat tajam dan mengintimidasi. Beberapa murid kontan langsung berlari untuk melepaskan diri dari mara bahaya yang tengah mereka hadapi. Nyali mereka terlalu ciut untuk menghadapi seorang Arsen, apa lagi jika mengingat bahwa Arsen adalah seorang cucu dari sang pemilik sekolah.

Dia Arsen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang