"Apa Aileen menolak gue karena cowok itu?" Aldo bertanya dengan lirih, suaranya terdengar berat dan serak tentunya.
Detik berikutnya Aldo tersenyum samar. Senyum yang tak bisa orang lain lihat. Senyumnya kini bukanlah senyum senang, melainkan senyum yang menggambarkan kesedihan yang kian menyesakkan dada. Aldo menghela nafasnya pelan sebelum kembali berkata. "Gue rasa iya,"
Setelah mengatakan tiga kata tersebut, Aldo segera memutar tubuhnya ke belakang. Dia melepaskan genggamannya pada kantung plastik yang sedari tadi dia bawa, hal tersebut kontan membuat sepuluh ice cream jatuh berjejeran di atas rerumputan. Namun sayang Aldo tak peduli sama sekali, kini dia memilih pulang ke rumahnya saja—mengurungkan niatnya untuk menemui Aileen. Dia ingin menenangkan hatinya yang saat ini berdenyut sakit tentunya.
o0o
Kini, Aileen tengah meregangkan otot tubuhnya di teras rumahnya, menikmati sinar matahari yang seolah tengah membakar tubuhnya. Entah kenapa saat dia teringat kejadian tadi pagi, moodnya menjadi memburuk. Apalagi saat Alna mengatainya dengan sebutan bitch. Tentunya rasa marahnya kian membuncah.
Aileen mengedarkan pandangannya, terlihat di jalan raya sana nampak ramai, banyak orang yang tengah berkendara, adapun orang yang berlalu lalang dengan berjalan. Aileen berkacak pinggang seraya berdecak kesal lantaran Aldo tak juga datang ke rumahnya—meski jam sudah menunjukkan pukul jam setengah dua siang.
Padahal tadi malam, Aldo sudah berjanji akan datang ke rumahnya. Tetapi kenyataannya? Aldo bahkan sudah mengingkari janjinya sendiri. Aileen mencoba berpikir positif, siapa tahu Aldo sekarang mempunyai urusan mendadak, jadi dirinya tak jadi main ke rumahnya. Aileen mendesah pelan, jika faktanya memang begitu, setidaknya Aldo harus mengabarinya dahulu bukan?
Entah kenapa tiba-tiba matanya menyipit tatkala melihat beberapa bungkus berwarna-warni tengah berserakan di atas rerumputan hijau di dekat pohon besar yang letaknya tak jauh dari rumahnya, yang tentunya sangat terawat—entah apa itu yang pasti Aileen tidak mengetahuinya.
Beberapa pertanyaan kian muncul di dalam benaknya. Jika saja beberapa bungkus berwarna-warni itu adalah sampah, maka sudah dipastikan bahwa hal tersebut sudah berada di tong sampah sekarang. Aileen akan bersumpah serapah—merutuki orang yang dengan seenaknya membuang sampah yang sudah termasuk mencemari lingkungan.
Aileen terdiam sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mengayunkan kakinya menuju sesuatu yang sedari tadi membuatnya penasaran setengah mati. Sementara Arsen? Dia kini sudah menukar bajunya dengan kaos oblong polos berwarna abu-abu dan di padukan celana jeans pendek selutut.
Wajahnya tampak datar seperti biasanya. Sejujurnya dia tidak mempunyai alasan untuk tersenyum. Kini dia tengah berdiri di ambang pintu depan rumah Aileen. Namun pandangan masih terfokus pada seorang gadis cantik yang sekarang tengah berjalan santai. Arsen berdecak sebelum mulai mengatakan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Arsen (END)
Romansa(CERITA SUDAH TAMAT, BURUAN BACA SEBELUM DI HAPUS!) o0o Saat masih sekolah dasar Arsen selalu mem-bully Aileen. Bukan tanpa sebab, Arsen selalu mem-bully Aileen karena dia tidak mau jika suatu saat Aileen aka...