100

78 19 3
                                    

Sorry for typo(s)!

---

Mata El membulat. Tidak ada apa-apa di peti itu.

Dia membalik tutupnya dan memeriksa bagian bawahnya. Tapi dia tidak bisa menemukan perbedaan.

Tidak ada apa-apa di sini, tapi kenapa ayahnya menyimpannya di sini?

Saat dia membatinkan pertanyaan itu...

"...Itu adalah peti berisi ramalan keluarga Berg."

Suara lemah, samar dan gemetar datang dari belakang. El menoleh ke belakang.

"Ibu."

Permaisuri muncul sebelum dia menyadarinya. Wanita itu berdiri di dekat pintu dengan selendang yang diikat erat.

Matanya menyapu melewati El, brankas terbuka dan kertas-kertas berserakan di dalamnya. Dia tampak sedikit gugup, tapi dia tampaknya tidak berusaha mengkritik perilaku El.

El berdiri dengan samar dan menatap ibunya saat dia melihat peti itu.

Tidak biasa bagi ibunya untuk berbicara dengannya terlebih dahulu. Selain itu, beberapa hari yang lalu, El semakin canggung mengingat ingatannya yang secara sepihak menutup mata terhadap ibunya yang berusaha mendekatinya di kampus.

Setelah berdeham tanpa alasan, dia diam-diam bertanya pada ibunya.

"Apa maksud ibu dengan ramalan keluarga?"

Dia baru mendengarnya. Dia tidak tahu ada ramalan yang diturunkan di Keluarga Berg. Dia belum pernah mendengarnya.

"...Itu adalah ramalan dari kuil saat kerajaan ini didirikan dan sejarah Berg dimulai."

Permaisuri perlahan masuk ke kantor, menarik selendang lebih dekat ke lehernya. Matanya melirik pintu seperti herbivora yang khawatir diserang oleh binatang buas yang akan muncul kapan saja.

"Itu pertama kalinya aku mendengarnya."

"Karena ayahmu tidak ingin keberadaan ramalan itu sendiri diketahui. Dia bahkan tidak memberitahu ibu tepat setelah kami menikah. Ibu kebetulan mendengar ayahmu berbicara dengan kakekmu sebelum dia meninggal."

"...Apa yang dikatakan ramalan itu?"

Pertanyaan El menyebarkan kesedihan yang mendalam di wajah permaisuri. Tapi, segera, dia kembali ke wajahnya yang biasa, khawatir namun kusam. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya membuka mulutnya.

"Kekuasaan keluarga meluas sejauh tanah yang dimiliki Berg. Kehormatan dalam keluarga dibangun setinggi emas Berg. Warisan keluarga akan dibagi dengan jumlah putra yang dimiliki Berg."

Suara tenang permaisuri menyebar dengan tenang ke seluruh kantor, seolah-olah dia sedang membacakan puisi. Tapi, dalam benak El, isinya tertanam kuat dan dalam.

Tanah dan kekuasaan... Emas dan kehormatan...

...Warisan akan dibagi menurut jumlah anak laki-laki?

Suara ibunya terus terngiang di kepalanya. El yang sempat bingung dengan ramalan yang tiba-tiba itu menyadarinya setelah mengulang ramalan itu beberapa kali.

Kenapa semua Adipati Berg sebelumnya begitu rakus akan tanah dan kekayaan?

Mengambil alih tanah untuk kekuasaan, mengumpulkan emas untuk martabat.

Semua ambisi itu dipicu oleh ramalan itu.

"...Ayahmu sepertinya mengulang ramalan itu setiap hari. Lucu bagaimana dia pernah menggumamkannya dalam tidurnya. Mungkin kata-kata itu memberinya harapan lebih dari apa pun. Dia, sebagai kepala keluarga, ingin memperluas kekuasaan keluarganya tanpa henti."

Unrequited Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang