"Za, nanti berangkat gak?".
Tanya El menghentikan kayuhan sepadaku,saat kami sedang bersepeda bersama. Ana, Lania juga Amel dan aku.
Kami berbeda pekerjaan. Dan waktu libur menjadi salah satu yang sangat dinantikan. Bisa olah raga bersama seperti ini adalah moment langka, kami bisa bersama, berkumpul dengan formasi sempurna.
"Berangkat kemana?", tanya lania sembari memandang ke arahku.
Kami duduk memandang ke arah danau setelah memarkirkan sepeda kami.
Menyusuri ketenangan airnya. Menikmati setiap hembus udara yang sejuk. Damai. Tenang. Begitu menenggelamkan dalam kenyamanan.
Kami tengah beristirahat setelah melewati perjalanan panjang. Memecah hijau daun sesawahan. Bermandikan keringat. Dan bersemangatkan keyakian juga persaudaraan.
"Nanti malam kan ada kajian di pesantren untuk kaum muda seperti kita."
Jawabku sambil memainkan air danau yang segar."Masa sih ada kajian ntar malem??!! Og aku gak tahu".
Lanjut Lania."Makanya itu baca di grup. Jangan kerja mulu". Sambung Amel diiringi candaan kecil.
Lania buru-buru mengeluarkan ponsel dari sakunya. Langsung membuka chat grup.
"Eh iya bener. Ntar ada kajian. Wah pematerinya calon imamku. Berangkat ya entar gaes". Lania nampak bersemangat.
Semua geleng-geleng kepala dengan tingkahnya.
Dan aku.
Hatiku kembali terusik dengan kalimat Lania yang menyebutkan calon imamku.Aku sudah mengetahui siapa yang akan menyampaikan materi. Ustadz Aqlan.
Saat ini apapun yang berhubungan dengannya sangatlah sensitiv untukku. Entah sampai kapan rasa ini berkecambuk dalam dadaku.
Aku tahu, Lania hanya bercanda dengan ucapannya. Tapi aku tak bisa membohongi diriku. Aku sangat pencemburu.
Aku simpan semua kecemburuanku agar tak ada yang tahu. Bahkan angin pun tak boleh mendengarnya.
Aku sudah terbiasa menampilkan wajah datar. Alam mengajarkanku berlatih agar setiap perubahan ekspresiku, terutama saat galau, cemburu dan jatuh cinta tak banyak yang mengetahui.
Saat ini, aku harus menampakkan wajah biasa. Walaupun jauh didalam sana ada gelora api kecemburuan yang membara.
"Nanti berangkat kan?".
Tanya Lania memastikan jawabanku. Tangannya menyentuh lenganku. Menyadarkanku dari pemikiranku.
"InsyaAllah. Nanti tungguin ya". Jawabku dengan tersenyum.
Jika aku bisa jujur pada semua orang. Jika aku bisa berterus terang. Aku ingin berteriak saat ini juga. Ini yang aku tunggu. Perjumpaanku dengannya kembali. Sangat aku tunggu. Sangat aku nantikan yang tak ingin aku lewatkan barang sedetikpun.
Calon imamku...
tunggu aku dalam majlismu
Aku ingin mendampingi setiap langkahmu
Aku ingin menjadi bagian dalam dakwahmu
Aku ingin menjadi bagian dari hatimu
Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu
Aku ingin menjadi bagian dari keluargamu
Aku ingin kau dan aku menjadi satu dalam akad
Dalam cinta dalam RidhoNyaSetelah dirasa cukup istirahat, kami memutuskan untuk segera pulang. Karena semakin lama rasanya kaki ini tak akan sanggup untuk mengayuh lagi.
Kami harus segera kembali. Sebelum gelap datang.
****
Malam pun telah tiba. Waktu yang dinantikan sudah ada didepan mata.Aku sudah selesai bersiap sebenarnya. Tapi ada masalah yang muncul dalam diriku tiba-tiba.
Tanganku dingin. Dadaku bergemuruh. Berkali-kali aku bercermin meneliti setiap senti penampilanku. Tetap sama. Sudah pas. Tapi itu masih membuatku gelisah. Ditambah lagi. Aku berkali-kali ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Ya Allah aku nervous sekali. Padahal hanya akan menghadiri kajian ustadz Aqlan. Gimana kalau menghadiri pesta pernikahan kami...
Duduk disampingnya dalam prosesi akad. Berdampingan dipelaminan...bisa pingsan beneran aku.Hatiku terus saja berbicara merutuki kegugupanku.
Waktu terus berjalan. Sudah tidak ada waktu lagi untuk bercermin atau pun ke kamar mandi. Siap tidak siap ini waktunya untuk berangkat kajian. Atau mau mangundurkan diri dan melewatkan pertemuan yang sangat kuharapkan??!!
Tentu itu bukanlah pilihan.Bismillahirrohmanirrohim.
Semoga gak kebelet lagi. Jantung tenang. Aku mau ikut kajian. Aku mau ngaji . Jadi kumohon tenanglah. Kalau tidak peristiwa memalukan mungkin tak akan terelakkan lagiTak membutuhkan waktu lama, kami sudah sampai di pesantren ADZ ZIKRA. Teman-teman yang lain juga banyak yang sudah datang. Dan menempati posisinya masing-masing.
Aku, Ana , Lania juga Amel mendapatkan barisan belakang. Dan aku memilih tempat duduk pojok belakang.
Aku khawatir jika berada pada barisan depan, aku tidak bisa mengendalikan ekspresiku. Dan juga aku terlalu gugup bila harus berdekatan dengannya.
Tak berselang lama ustadz Aqlan memasuki aula.
MasyaAllah penampilannya
Hatiku tak bisa memalingkan pandanganku.
"Ya Allah ganteng banget..."
"Calon suamiku keren parah"
"Ayah jadikan dia menantumu"
Terdengar bisik-bisik yang seperti ini. Dan senada seperti itu.
"Assalamu'alaikum calon imamku". Hatiku menyapanya.
Lihatlah ustadz Aqlan. Dari kejauhan pun pesonanya sudah terpancar. Peci hitam. Kemeja abu dengan sedikit sentuhan biru muda. Sarung santri bermotif berwarna hijau. Jam tangan hitam melingkar dipergelangan tangan kirinya. Dan kitab tebal di tangan kanannya.
Belum lagi wajahnya yang nampak segar dan bersih. Pipinya yang sedikit chubby. Dan janggut tipis menjadi penyempurna penampilannya.
Itu adalah laki-laki sempurnaku menurut versiku.
Laki-laki yang aku impikan untuk menjadi imamku. Suamiku.
Ustadz Aqlan Harith Ridauddin. Semoga kamulah calon imamku.
Aku akan terus memintamu pada Robbku. Jika pun Allah tidak memberikannya untukku, setidaknya Allah akan memberikan yang setara denganmu.
Di depan sana ustadz Aqlan tengah menyampaikan materinya. Semua diam. Entah mendengarkan atau melamunkan sesuatu. Yang pasti, di aula yang besar ini suara ustadz Aqlan menjadi suara yang mendominasi ruangan bercat putih ini.
Aku mendengarkan. Mencatat beberapa point yang kuanggap penting. Sesekali juga mencuri pandang. Menundukkan pandangan sambil sedikit senyuman.
Terkadang semua tertawa mendengar cerita yang ustadz Aqlan sampaikan. Kadang berinteraksi dengan para pendengarnya. Suasana jadi hidup.
Jam terbang yang panjang membuatnya mampu mengendalikan jalannya kajian. Kurasa sebagian besar dari kami menikmati kajian ini.
Aku bisa melihatnya tanpa batas saat ini.
Ya Allah, ampuni mataku ini yang tak puas memandang ciptaanMu saat ini.
Bila di luar sana nanti. Di luar pesantren ADZ ZIKRA, ustadz Aqlan akan sulit dijumpai dengan gayanya yang seperti ini.
Bila berinteraksi dengan laki-laki, ustadz Aqlan akan bersikap normal. Namun bila bertemu dengan lawan jenis.
MasyaAllah, ustadz Aqlan menjaga jarak banget. Dia akan menundukkan pandangannya. Dan dia sangat membatasinya.
Eh....itu idaman banget... laki-laki yang membatasi diri dari wanita. Dia hanya dekat dengan Mahramnya. Dengan uminya, saudara perempuannya, keluarganya dan istrinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutemukan Cinta
Aktuelle LiteraturSebuah perjalanan takdir yang membawaku sampai padamu. Menawarkan sebuah harapan yang tanpa kusadari membawa perubahan besar dalam kehidupanku. Kau hadir mewarnai hariku. Tanpa izin tanpa permisi kau mengisi setiap inci pikiranku.