Seusai makan kami langsung melanjutkan perjalanan. Mas Aqlan menunjukkan padaku sebuah taman kota hijau yang luas sejauh mata memandang. Pohon-pohon rindang dan bunga-bunga tumbuh subur dan bermekaran.
Ada tempat bermain anak yang nyaman. Kebersihannya terjaga. Nampak dari tidak adanya sampah yang berserakan.
Waktu hampir sore. Pengunjung taman ini nampak ramai. Ada juga pedagang jajanan di pinggiran taman. Ada ibu-ibu yang sedang mendorong bayinya. Ada pula yang tengah berolahraga.
"Taman ini menjadi taman favorit di kota ini. Walaupun siang hari taman ini selalu ramai pengunjung"
"Kenapa gitu bi..?".
"Ya adek lihat saja..pohon-pohon besar tumbuh disana. Didalam sana juga ada danau. Selain untuk olahraga juga bisa untuk bersantai. Disini juga ada tempat untuk pameran. Biasanya tiap akhir pekan akan diadakan pentas seni. Semua kalangan bisa ikut berpartisipasi".
"MasyaAllah...ada danaunya juga. Kita mampir bentar yuk bi disini".
"Lain kali saja kita kesini yaw..nanti kita kesorean nyampai rumpanya".
"Bentar aja deh bi...ya.. bi...please..."
"Lain kali aja..."
"Sekarang aja bi...adek penasaran banget... sekarang ya bi... habibi ganteng..habibinya mumtaz yang paling kece... yang paling baik..yang paling pengertian.. sekarang yaw...".
Aku terus berusaha membujuk mas Aqlan. Menampilakan wajah sangat berharap dengan harapan mas Aqlan akan menyetujui permintaanku.
"Perempuan kalo sudah ada maunya. Kalo ini ya ini gak bisa itu."
Mas Aqlan berbicara sendiri. Memikirkan permintaaku.
"Ya udah..tapi sebentar aja yaw..kalo sampai rumah telat mas dimarahi umi."
"Iya bi...bentar aja. InsyaAllah umi gak akan memarahi bi..kan bi sedang menjalankan kewajiban bi untuk membahagiakan istri tercinta."
Mas Aqlan mengajakku berkeliling taman. Hanya tiga puluh menit. Sejujurnya aku belum puas, tapi sesuai janji kita sudah harus kembali.
Sedari tadi umi beberapa kali menghubungi mas Aqlan. Umi sangat mencemaskan kami. Hampir seharian kami berpamitan selepas meninggalkan rumah, sampai matahari ketempat peraduannya namun kami belum sampai juga.
Waktu tempuh yang biasanya hanya tiga jam. Ini sudah lewat dari enam jam.
Meskipun mas Aqlan sudah menyampaikan kami baik-baik saja. Tetaplah seorang ibu itu selalu mengkhawatirkan anaknya. Sekarang bukan hanya anaknya semata. Tapi juga menantu barunya. Yaitu aku.Setelah perjalanan panjang yang melelahkan dan mengasyikkan hari ini. Alhamdulillah kami sampai di tempat tujuan. Rumah keluarga Ridhauddin. Keluarga mas Aqlan.
Begitu mesin mobil dimatikan saat itu terdengar suara adzan maghrib dari atas menara masjid komplek pondok pesantren.
Keluarga mas Aqlan tinggal di lingkungan pondok pesantren. Sejajar dengan pendidikan SD dan SMP.
Tak heran begitu mas Aqlan keluar dari mobil banyak santri putra yang bersalaman dengannya. Mas Aqlan adalah salah satu cucu dari pemilik pesantren. Sementara abi ikut mengasuh pondok ini. Dan mas Aqlan sendiri ikut terjun langsung kelapangan menjadi pengajar.
Tak banyak yang aku ketahui tentang mas Aqlan. Semua informasi itu aku dapatkan dari mbak Safa. Dan mbak Safa mendapatkan informasi dari suaminya yang notabene sahabat mas Aqlan saat mereka sama-sama berstatus menjadi santri dulu. Hingga kini Allah masih pertemukan mereka pada tempat yang sama. Sama-sama mengajar di PONPES ADZ-DZIKRA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutemukan Cinta
General FictionSebuah perjalanan takdir yang membawaku sampai padamu. Menawarkan sebuah harapan yang tanpa kusadari membawa perubahan besar dalam kehidupanku. Kau hadir mewarnai hariku. Tanpa izin tanpa permisi kau mengisi setiap inci pikiranku.