Meluluhkan Tanpa Rayuan

23 2 0
                                    

Detik demi detik pun terlewati. Semburat merah diufuk timur datang silih berganti. Urutan angka pun terus terlalui. Bergulir hari berganti waktu.

Waktu terus berubah. Musim juga bisa berubah. Tapi pertanyaan hatiku belum juga terarah.

Ketika terang meninggalkan siangnya. Kegelapan langit perlahan menunjukkan wajahnya. Rombongan burung-burung telah kembali kesarangnya. Itu menandakan bahwa bulan, bintang, dan malam harus memenuhi tugasnya.

Kumandang iqomah isya' sudah terdengar dari masjid.

Aku masih santai untuk berwudhu dan memakai mukena. Dan tak lupa untuk bercermin. Kapan pun dimana pun, wanita tak akan terlepas dari cermin.

Aku hendak melaksanakan sholat berjamaah di masjid.
Aku berjalan setengah berlari agar tidak masbuk.

Jangan pernah berlari ketika hendak ke masjid. Langkah kaki kanan akan mendapatkan kebaikan. Langkah kaki kiri akan menggugurkan dosa.

Deg.

Aku terkejut begitu langkahku sampai disisi samping kanan masjid. Sholat isya' sudah dimulai. Tapi bukan itu yang mengejutkanku. Melainkan suara imamnya.

"Suara itu lagi. Apa aku salah dengar"

Ya. Benar. Itu suara ustadz yang aku cari.

Buru-buru aku masuk masjid. Masuk dalam barusan shaf. Sebelum aku memulai sholat, kulirik sepersekian detik ke arah imam berdiri. Memastikan. Apa pendengaranku yang salah atau memang itu pemilik suara indah itu.

Masih sama. Tak terlihat wajahnya. Namun dari postur tubuhnya, dapat kupastikan dialah orangnya.

Lalu aku mengikuti sholat berjamaah sampai usai.

Masjid ini memang tidak terlalu besar. Jamaah laki-laki dan perempuan dibatasi oleh kaca bening yang membentang ditengahnya. Jadi barisan yang belakang masih bisa melihat barisan didepannya. Termasuk melihat kawasan sholat laki-laki.

Selesai mengucap salam. Tak sengaja pandanganku tertuju kedepan. Pandangan lurus. Seakan tanpa pembatas.

Hatiku menahan senyum.

Jika ditarik garis lurus dari tempatku, garis itu akan bertemu dengan tempat ustadz itu duduk berdzikir saat ini.

Aku jadi berkhayal. Seandainya jamaah yang ada didepanku dihilangkan sementara. Hanya aku lah yang berdiri dibelakangnya. Menjadi makmumnya. Lalu aku juga duduk dibelakangnya. Ikut menengadahkan tangan bersama dan mengaminkan setipa do'a-do'anya.

Dunia khayalan memang indah yaw... rasanya aku ingin waktu berhenti sesaat.

Sholat isya' telah usai. Kami masih berada pada posisi masing-masing. Malam ini ada kajian rutin yang diadakan setiap sepekan sekali.

Aku duduk bersila. Menundukkan pandanganku. Ada sedikit rasa kantuk yang menyerangku. Setelah seharian menguras tenaga juga pikiran, berkutat dengan pekerjaan. Dan rasa lelah tentulah tak terbantahkan lagi.

Assalamu'alaikumwarohmatullahiwabarokatuh

Kalimat pembuka yang diucapkan ustadz.

Seluruh jamaah menjawab "wa'alaikumsalamwarohmatullahiwabarokatuh"

Ingat yaw... menjawab salam hukumnya adalah wajib.

Ketika aku menjawab salamnya, hatiku menambahkan kalimat dibelakangnya.

"Wa'alaikumsalamwarohmatullahiwabarokatuh,calon imamku".

Aduh !!! Aku jadi malu sendiri dengan kelakuanku. Bucin sekali diriku.

Di tempatnya, ustadz tengah menyampaikan ceramahnya. Ada yang khusyuk mendengarkan. Ada yang ketiduran. Ada juga yang malah sibuk berbisik-bisik dengan teman sebelahnya. Entah apa yang mereka bicarakan.

Ustadz juga menyampaikan beberapa ayat Al Qur'an.

Oh... lagi lagi suaranya. Bikin klepek-klepek.

"MasyaAllah ust.. suaramu bikin hatiku meleleh saja. Kamu sudah meluluhkan hatiku tanpa kau merayuku. Astaghfirullahhal'adzim. Ya Allah ust..pesonamu emang gak ada obatnya".

Hatiku terus berteriak kegirangan. Pikiranku dipenuhi kata ustadz ustadz ustadz. Entah mantra apa yang kau gunakan hingga aku begitu mengidolaknmu. Tanpa aku ketahui latar belakangmu terlebih dahulu.

Sejurus kemudian mataku memandang kearah ustadz tersebut.

Dan...

Dan...

Waktu seperti benar-benar berhenti. Aku tak mendengar apapun disekitarku. Mataku tak melihat siapapun disekelilingku. Jamaah yang lain seperti lenyap seketika. Otakku seolah berhenti bekerja.

Mataku hanya terfokus pada satu tujuan. Aku terdiam. Saat kedua mata ini tak sengaja bertemu pandang dengan matanya.

Pandangan permata. Dan untuk pertama kali pula aku menyaksikan wajahnya dengan jarak terdekat seperti ini. Pertama aku melihatnya tersenyum. Mungkin hanya sekilas. Namun sangat berbekas. Aku sangat antusias. Semoga aku tidak kehabisan nafas karena belum siap untuk melepas.

Lalu kutundukan pandanganku. Aku malu. Ketahuan diam-diam memperhatikannya. Dan aku juga tidak mau, siapapun menyadari perubahan ekspresiku atau pun isi hatiku.

Semoga aku bisa mengendalikan hatiku.

Kutemukan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang