24. Lamaran

93 4 0
                                    

24. Lamaran
Selamat membaca jangan lupa pencet bintang dan komen

Setelah beberapa minggu kemudian rumah Dinda sudah selesai direnovasi, awalnya Dinda sudah meminta gajinya dipotong saja akan tetapi Guntur dengan keras kepala ini demi anaknya. Yap, benar sekali selama di rumah Darrell selalu memanggil Guntur Papa, padahal Dinda sudah memperingatkan Darrell akan tetapi ia malah menangis alhasil Dinda membiarkan nya saja.

"Ma, Papa kapan kesini lagi?"

Mendengar pertanyaan itu membuat Dinda menegang. Selama satu minggu Guntur pasti akan berkunjung satu atau dua kali di weekend tetapi sudah satu minggu lebih dia tidak bertemu dengan Guntur.

"Sayang, om Guntur pasti sedang sibuk."

"No, Papa, Maa." Rengek Darrell, Dinda bingung Darrell itu anaknya siapa sih?

"Ya, ya, ya Papa."

"Darrell mau makan tapi Darrell nungguin Papa dulu." Darrell sudah mengambil nasi beserta lauk pauknya sambil memainkan sendoknya sembari menunggu ketukan pintu.

"Mungkin Papa lagi sibuk sayang."

"Tapi tadi kan udah ngomong Darrell nya Ma, pokoknya kalau Papa gak kesini Darrell gamau makan!"

"Darrell!" Dinda tidak sadar telah membentak anaknya.

"Mama kan udah bilang Papa lagi sibuk, kamu biasa makan tanpa Papa kan. Mama gamau Darrell sakit, sekarang makan ya sayang." Darrell paling tidak tega melihat mata Mamanya memancarkan kesedihan.

Darrell menunduk,"Iya Ma." Darrell makan dengan berat hati.

Dinda yang melihat Darrell memakan makannya tidak napsu ia segera menghampiri nya, mengelus bahu putranya dengan lembut. Lantas Darrell menoleh memandang Mamanya.

"Darrell tau? Mama sayang banget sama Darrell, karena apa? Karena Darrell itu anugrah Tuhan yang diberikan sama Mama. Mama gamau Darrell kenapa-kenapa, karena Mama sayang banget sama Darrell, dan Darrell harus tau itu." Mata Darrell mulai berkaca-kaca, ia lantas memeluk Dinda dan dibalas dengen pelukan eratnya.

"Darrell hiks juga sayang Mama hiks. Maafin Darrell yang nakal ya Ma, Darrell janji ga nakal lagi."

"Itu baru anak Mama."

Tok tok tok

Mendengar suara ketukan pintu Dinda segera bergegas membuka pintu

"Kamu tunggu disini dulu ya sayang." Darrel hanya mengangguk.

Betapa terkejutnya dia melihat Guntur beserta keluarga nya datang ke rumahnya.

"Mohon maaf, apakah kalian tidak salah alamat." Dinda berharap bisa menghindarinya akan tetapi takdir sedang tidak berpihak padanya.

"Tentu tidak, aku sudah benar untuk melamar kekasihku." Dinda meneguk ludahnya kasar dan tertawa terpaksa.

"Oh, silahkan masuk. Om, Tante."

"Terima kasih sayang." Ujar Mama Guntur dengan menggandeng suaminya yang datar persis seperti Guntur.

"Gawat." Batin Dinda sekarang ia jadi parno. Melihat Guntur yang terkekeh seperti mengejeknya membuat Dinda geram.

"Silahkan duduk Om Tante, tunggu sebentar ya saya ambilin minum." Tanpa menunggu jawaban Dinda segera pergi ke dapur menetralkan detak jantungnya.

"Kenapa bisa jadi gini ya Allah." Pasrah Dinda sembari membuat teh dan menyajikan beberapa cemilan. Tak lupa mengajak Darrel bersamanya.

"Mohon maaf karena rumah saya kecil Om, Tante."

"Tidak apa-apa." Mama Guntur hanya tersenyum.

"Begini maksud kedatangan saya dan istri saya disini ingin melamar kamu disini untuk putra pertama kami."

"Tetapi sebelum itu apakah keluarga Tante mau menerima status saya dan anak saya." Ia tidak yakin dan berusaha menolak. Tetapi melihat binar mata Guntur ia merasa sesuatu yang berbeda.

"Tentu, Guntur sudah menceritakan semuanya." Jawab Papa Guntur dengan tegas.

"Pilihannya ada di kamu Dinda, tante sebenarnya bingung sudah banyak teman anak tante yang kenalan tapi dia tidak pernah tertarik. Tante hanya takut dia mengalami penyimpangan seksual." Ujar Mama Guntur dibuat semelas mungkin. Dinda meringis, dan menahan tawa melihat muka masam Guntur.

"Mohon maaf sebelumnya tante, boleh saya bicara berdua dengan Guntur?"

"Tentu boleh."

Dinda segera mengajak Guntur untuk keluar membiarkan Darrel disana.

"Kamu, benar-benar ya!" Dinda memukul brutal Guntur, Guntur hanya menerimanya tanpa perlawanan.

"Ya ampun Din, maaf deh hehe habisnya kamu nyebelin banget iyaa aduhh udah dong sayang sakit nih."

"Kemarin aku sudah bilang sama kamu kan." Dinda bertanya dengan mata melotot membuat Guntur gemas.

"Enggak, hehe."

"Hehehe terus sekarang gimana aku harus apa Guntur." Dinda menatap tajam Guntur yang bermuka tanpa dosa.

"Tinggal Terima, kamu jadi istri aku Darrel jadi anak aku udah beres kan."

"Ya Allah." Dinda memejamkan matanya sembari mencengkram rambutnya frustrasi.

"Udah dong sayang, jangan gitu nanti cantiknya hilang lhoh." Guntur berusaha melepaskan cengkraman tangan Dinda agar tidak melukainya. Ingin menghilang dari bumi pindah planet mana gitu. Ingin menolak tapi sudah bawa orang tua mana permintaan nya maksa banget tadi.

Guntur melakukan hal yang tidak diduga Dinda pikir setelah penolakan yang tegas kemarin membuat Guntur tidak berani mendekati nya lagi tapi nyatanya malah kebalikannya.

Dinda memijat kepalanya bingung

"Terima saja Din, nanti enak lhoh aku udah nyiapin bulan madu untuk kita." Mendengar kata itu membuat Dinda semakin pusing.

Ia segera masuk diikuti dengan Guntur dibelakang nya. Mendengar tawa Darrel berderai membuat Dinda menegang, sudah lama Darrel tidak tertawa selepas itu.

"Iya rumah Oma besar nanti Oma beliin kamu banyak mainan asal Mama mu nikah sama Papa."

"Asik."

Setelah Dinda bersama Guntur duduk.

"Bagaimana nak Dinda, apakah bersedia?" Tanya Papa Guntur.

Belum sempat bernapas sejenak ingin menjawab, sekarang ia tahu dimana asal dari sifat Guntur yang luar biasa ini.

"Saya..." Dinda menatap wajah Guntur yang penuh pengharapan begitu pula Mama dan Papa nya. Dinda tidak ingin mengecewakan Darrel yang menginginkan sosok seorang ayah.

"Iya, Om saya bersedia."

"Alhamdulillah." Serentak semua nya mengucapkan. Darrel langsung memeluk Mamanya.

"Ma, makasih banget. Darrel love banyak Mama."

"Iya sayang Mama lebih Love Darrel." Dinda membalas pelukan tak kalah erat.

"Jadi Papa gak dipeluk nih." Rajuk Guntur.

"No sayang juga Papa." Darrel segera memeluk Guntur.

"Tapi mohon maaf Om dan Tante apakah kalian bisa menerima status saya." Belum melanjutkan perkataannya membuat kedua orang tua Darrel mengerti.

"Kami sepakat menerima semuanya Din, Guntur juga banyak bercerita tentang kalian. Mama berharap kita bisa jadi mertua dan menantu yang terbaik" Mama dan Dinda tertawa, rasanya Dinda ingin menangis haru saja.

"Kenapa nangis sayang."Guntur dengan hebohnya langsung beranjak untuk segera memeluk Dinda, waktunya modus pikirnya.

"Bukan nangis, Dinda cuman terharu."

"Sudah dong Gun, Dinda gak hilang kok kalau gak dipeluk kamu." Goda Mama Guntur.

"Iya, lakuinnya pas udah sah aja ya." Papa Guntur mulai menggoda kembali.

Wajah Dinda terasa seperti kepiting rebus rona merah di pipinya yang kuning langsat mulai terlihat. Hal itu bisa dilihat dari Guntur yang langsung melepaskan pelukan dan Dinda mulai memegang pipinya

Kriuk kriuk kriuk

"Mmm, Mama ada makanan tidak. Perut Darrel udah bunyi terus." Dengan wajah polosnya, membuat mereka semua tertawa.

DINDA DAN KISAHNYA {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang