18. Not title✨

100 7 2
                                    

6 bulan kemudian

Hari demi hari berlalu hidup harus berjalan sebagaimana mestinya. Entah kenapa belakangan ini Farrell begitu berbeda. Dinda tak mau berpusing untuk memikirkannya. Dinda duduk di balkon untuk berjemur hpl nya seminggu lagi.

Ia mengelus perutnya yang buncit banget, tidak usg untuk kejutan. Dan sekarang ia tidak menyangka ia akan menjadi ibu dalam waktu yang dekat. Farrell sekarang jarang dirumah. Dinda tak mempermasalahkannya yang penting kelahiran malaikat kecilnya.

“Gak nyangka banget gue jadi ibu, sehat-sehat disana ya sayang.” Dinda mengajak komunikasi bayinya dan terjadi tendangan antusias dari bayinya.
Dinda meneteskan air mata, ia harus bangkit. Tidak boleh bersedih untuk anaknya ia bertahan pada orang yang tak … dicintainya.

Decitan pintu membuat Dinda mengalihkan perhatiannya. Menatap manic mata tajam bak elang yang entah kenapa ia rindu. Oh ya ampun apakah ini gara-gara hormon kehamilannya.
Dinda berjalan mendekati Farrell,”Udah pulang?”

Farrell mengangguk tanpa kata-kata terlihat dingin jika berinteraksi dengan Dinda. Dinda meringis pelan karena bayinya menendang. Selalu seperti ini tiap ia berdekatan dengan Farrell bayinya selalu menendang antusias mungkin ia rindu dengan ayahnya.
Tak banyak kata yang menggambarkan seperti ini selain miris.

“Rel, bisa gak lo sentuh perut gue.” Cicit Dinda.

Melihat tatapan tajam membuat Dinda ingin menangis,”Maksud gue, kan anak lo dari tadi nendang-nendang lama-lama perut gue sakit.” Jelas Dinda  beruntung penjelasannya membuat Farrell menyuruhnya untuk duduk disampingnya.

Dinda segera menurutinya kalau tidak bisa saja berubah pikiran.

Dinda memperhatikan wajah Farrell, kapan lagi ia bisa lihat cogan sedekat ini. Eh

Dinda meringis, sungguh anaknya begitu antusias menendang didalam sana.

-

Dinda harus mengejan mengeluarkan bayinya, sejak dua hari pertemuannya dengan Farrell. Dinda kontraksi untuk melahirkan, ia ingin Farrell menemaninya tapi entah kenapa Farrell belum juga menampakkan batang hidungnya.

“Ikuti instruksi saya ya buk.”  Ujar dokter yang bernama Salma.

Dinda hanya meringis tak sempat mengangguk mengingat rasa sakit di perutnya dan bagian intinya serasa dibelah dua.

“Atur napasnya dulu buk.” Dinda mulai mengikuti intruksi sang dokter.

“Baik pembukaan sudah sempurna, Ibu Dinda boleh mengejan.” Perintah sang dokter.

Dinda mengejan dengan berteriak sungguh perjuangan seorang ibu sangat berat. Sang dokter rasanya ingin meringis. Pertama kali melihat pasien mengejan sungguh sulit memakan banyak waktu.

Setelah tiga puluh menit kemudian bayi telah keluar suara tangisan menggelegar membuat Dinda menangis haru.

“Baik bu, anaknya sehat, Alhamdulillah semuanya lengkap. Ganteng seperti papanya.”  Entah kenapa atau perasaan perut Dinda masih mulas.

Brak

Pintu terbuka menampakkan seorang lelaki tegap sedang buru-buru kalang kabut. Dinda tersenyum melihat siapa yang datang, tapi senyuman itu luntur karena Farrell mengambil paksa anaknya.

Ia segera membawa pergi tanpa memperdulikan teriakan Dinda,”RELLL!! FARRELL!! Anak saya dokter tolong!” sang dokter hanya bisa terdiam sebelum Dinda kesini Farrell memang sudah membayar semua biaya persalinan dengan syarat harus diam jika ia mengambil anaknya.

Tapi teriakan itu harus berhenti karena
“Dok perut saya masih mules .”  Dokter Salma tersentak dan melihat jalan lahir.
“Buk masih ada satu bayi lagi. Ikuti intruksi saya buk.”

Dinda mengikuti intruksi nya alangkah terkejutnya ketika Dinda melahirkan bayi triplets yang mungil semuanya berjenis kelamin laki-laki. Dinda harus tetap bersyukur masih ada dua anak yang membutuhkan dirinya.

Dokter tersebut tersenyum haru dan meletakkan kedua bayi mungil ke sumber asinya.

“Dok tolong jangan sampai Farrell tahu kalau saya melahirkan bayi-bayi ini.” Pinta Dinda, sungguh ia tidak ingin kehilangan satu malaikat kecilnya lagi.

“Tapi—“

“Tolong dok saya mohon.” Melihat permohonan Dinda, Salma segera mengangguk.

Dinda menangis haru menyaksikan kedua anaknya tidak ada kata yang bisa diungkapan, sekarang ia punya malaikat yang menjadi penyemangatnya. Tak pernah terbayangkan ia menjadi ibu diusia muda.

Takdir menunjukkannya pada sebuah kebahagiaan, malaikat kecil yang akan menemani suramnya hidupnya. Ia tidak boleh menyerah masih banyak waktu untuk berjuang di hari esok.

-

Terkadang takdir begitu lucu, mempermainkan kita padahal kita sudah merencanakan hal yang akan kita rencanakan. Semuamya sia-sia. Ia sudah mengecewakan kedua orang tuanya, ia hanya ingin bahagia.

Terkadang Dinda berpikir apakah ia tidak pantas bahagia?

Flashback on

Hari ini begitu cerah, tapi tak cerah suasana hati Dinda, melihat orang berlalu lalang dikelasnya. Jam pelajaran memang kosong, tapi entah kenapa ia merasa sepi. Dikelasnya yang ramai ia cuman sendirian.

Berpura-pura membaca buku.

Kenangan itu adalah kenangan yang buruk!

Apakah ia tidak punya teman? Teman ia ragu memikirkan arti kata itu. Sudah hampir satu setengah tahun ia tidak mempunyai teman.

Apakah karena ia jelek? Miskin? Kenapa semuanya memandang fisik?
Disaat anak SMA yang berbahagia, menceritakan kehidupannya pada temannya. Canda ria menghiasi kenangan yang buruk, kesuntukan belajar.

Tidak ia tidak seperti itu, ia hanya membutuhkan seorang teman. Tidak banyak ia hanya minta satu.

Flashback off

Memikirkan kenangan itu membuat Dinda, semakin sesak. Dadanya seolah terhimpit batu besar. Berbagai kenangan menghiasi pikirannya.
Memutuskan langkah ke depannya.

Yah itu, Seorang wanita yang sedang menggendong putra bungsunya yang menangis didepan jendela dengan hujan yang besar. Dinda, apakah bayinya juga merasakan hal yang sama dengan ibunya.

Bagaimana ia menenangkan bayinya ketika dirinya saja menangis. Ia tidak selemah itu, ia harus kuat demi anak-anaknya.

-

Ditengah malam anak nya Dinda menangis, sudah beberapa hari ini ia begadang untuk menjaga anaknya. Tak pernah terpikirkan akan seperti ini kejadiannya.

“Syutt, sst anak bunda minum susu dulu ya, cup cup cup gak usah nangis yah sayang.” Dinda mengecup dengan sayang putra yang ia beri nama Darrell.

Pangeran tampan yang akan menemaninya di hari-hari berikutnya.
Untuk pekerjaan ia memilih bekerja sebagai cathering makanan, walau banyak cemoohan dari tetangga sekitar tak membuat Dinda patah semangat. Ia selalu mengusahakan agar anaknya mendapat kehidupan yang layak.
Tidak apa-apa jika Dinda harus bekerja keras, ia akan lakukan demi anak semata wayangnya.

Akhirnya Darrell terlelap kembali setelah Dinda menimangnya, ia sangat menyayangi anaknya lebih dari apapun. Mungkin inilah takdir yang seharusnya ia jalani.

Ia harus bersyukur apapun yang terjadi.

🥰🥰🥰

Jangan lupa pencet bintang ya gais biar tambah semangat🔛🔥

DINDA DAN KISAHNYA {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang