17. Bosan✨

96 7 0
                                    

🥀🥀🥀

Dinda sedang bosan?

Bingung mau kemana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?

Kok malah nyanyi?

Dinda sedang rebahan dikasur, memikirkan masa depan. Padahal dia ingin sekolah. ya ampun bagaimana nasib sekolah nya sekarang. Dikira nanti malam saja adegannya.

Dinda menghela napas gusar, sedari tadi ia memikirkan apa yang harus dilakukannya malah bingung. Dinda pergi ke halaman apartemen belakang yang didesain ada buah mangga dan juga bunga-bunga yang Dinda tidak kenal.

Sebenarnya pohon mangga memang tidak tinggi melihat buah mangga muda yang bergelantungan diatas membuat Dinda tidak tahan untuk segera merasakannya. Dengan hati-hati Dinda memanjat pohon tersebut.

Tak berapa lama akhirnya Dinda sampai di dahan pohon yang besar lumayanlah untuk didudukinnya. Ia mengambil buah mangga dan beruntung sebelum kesini tadi ia membawa pisau didapur jadi ia tinggal makan deh.

Sungguh nikmat mana yang kau dustakan?

-

Di kantor pekerjaan Farrell sangat menumpuk untuk menyelesaikannya dibutuhkan kesabaran dan ketelitian. Tapi ia sudah lelah entah kenapa ia ingin sekali dirumah. Mumpung jam istirahat sedikit lagi.

Ia segera pergi dari kantor menuju apartemennya. Ia berdecak kesal ketika tidak menemukan isterinya.

"Ck mana lagi tuh bocah?" ia berniat membuka CCTV. Alangkah terkejutnya isterinya dipohon ia segera menghampiri nya dengan berlari.

Yang paling membuat Farrell meringis, mana ada orang hamil makan buah dipohon memang kurang kerjaan.

"Turun!" perintah Farrell dengan muka dingin.

"Iyaa ben—" melihat siapa yang menyuruhnya ia segera membuang mangga dan pisau sampai jatuh ketanah.

Ia turun dengan hati-hati. Melihat Farrell yang menatapnya seperti ia melakukan kesalahan besar.

'Ya ampun, mati gue.'

"Udah mainnya." Dinda menunduk dan mengangguk.

"Sekurang kerjaan itukah lo manjat-manjat pohon. Kalo jatuh."

"Ya kalau jatuh dibawahlah masa diatas." Celetuk Dinda refleks ia menutup mulutnya.

"Berani jawab sekarang."

"Anu.. itu... kan... mmm... kemauan anak lo. Jadi harus dituruti."Sangkal Dinda, mungkin anaknya yang memberikan alasan nyeleneh itu.

"Kenapa gak telepon gue?"

"Lupa."

Percakapan berakhir ternyata Farrell harus lebih bersabar. Ia segera pergi dari halaman belakang. Dinda mengikutinya.

Setelah sampai diranjang,"Mmmm lo marah?" sungguh pertanyaan yang tidak mutu keluar begitu saja.

"Bangunin gue jam satu." Ucapnya singkat lalu tertidur.

Dinda sebenarnya bingung cara membujuknya. Ya sudah biarkan saja tapi kalau ia butuh sesuatu terus bilang siapa dong?

-

Oke kalau seperti itu, Dinda kan jadi bingung sejak siang tadi Farrell berangkat bekerja ini sudah jam Sembilan malam dan ia belum pulang. Dinda kan jadi khawatir. Ia menunggu dan berbolak-balik kayak setrika.

Pintu terbuka dan menampakkan dua orang yaitu Farrell dan Tika. Dinda menegang, apakah ini akhirnya? Ia hanya jadi orang yang gak dianggap. Dinda mematung tentu saja.

"Daripada diem-dieman seperti ini gue jelasin." Ujar Tika seolah tersenyum kemenangan Dinda merasakan hal yang buruk terjadi padanya.

"Dengerin gue baik-baik, gue tetep tunangan sama Farrell dan itu gak akan berubah." Jelas Tika dengan nada yang tegas untuk mempertahankan miliknya.

Dinda menegang,

"Lo itu cuman perebut, jadi jangan sok-sok kan bertingkah kalo lo jadi nyonya disini."

Dinda sadar ia hanya perebut, mana mungkin Dinda bersanding dengan Farrell. Ia merasa kalah jauh, sangat jauh. Jodoh orang kaya yah kaya miskin dengan miskin jelek dengan jelek cantik dengan ganteng.

Kenapa dunia ini seolah tidak adil pada Dinda.

"Gue dan Farrell akan menikah, dan anak yang lo kandung akan jadi anak gue."

"Menyenangkan bukan." Dinda menatap Tika dan Farrell bergantian, manic mata Dinda seolah ia pasrah dengan kejadian ini. Pelupuk matanya basah. Ia hanya terdiam kaku.

Tika dengan senyuman sinisnya dan Farrell menatap Dinda dingin seolah bahwa Farrell bukanlah Farrell yang ia kenal selama ini. Terlalu banyak menyimpan pertanyaan. Mereka meninggalkan Dinda yang hanya bisa terduduk sambil memegang perutnya yang kini kian membuncit.

-

Mimpi buruk itu lagi, sejak mendengar pertunangan Farrell dan Tika masih berlanjut dari Ibunya Farrell ia merasa bahwa semua yang ia dapatkan tidak pantas.

Terbangun ditengah malam membuat napasnya terengah-engah. Ia harus mempersiapkan hati kalau suatu hari nanti Farrell akan meninggalkannya.

Seharusnya semua ini tidak terjadi! Dinda tidak menyukai takdir yang sungguh kejam. Mengelus perut buncitnya yang sudah tiga bulan. Ia menghela napas kasar.

Lebih baik mengambil minum didapur mungkin itu akan menenangkan hatinya.

"Gue kenapa sih?" Tanya Dinda pada dirinya sendiri.

Kepalanya tiba-tiba pusing, hatinya mendadak gelisah. Bagaimana jika mimpi itu benar-benar nyata.

Apakah ia siap untuk mengembalikkan posisinya ini kepada orang yang lebih berhak. Yang lebih pantas menerimanya. Mendadak dadanya sesak, hatinya berkata seolah tidak rela. Bolehkah ia egois?

Gak ada yang boleh Dinda yang egois, benar-benar hormone kehamilan membuat Dinda semakin pusing dengan kehidupannya yang tidak pernah memihaknya.

Dinda duduk didekat dapur, ia terlanjur menikmati semuanya. Bolehkah ia terlena? Tapi Dinda takut, gak mungkin Farrell menerimanya begitu saja.

Apalagi keluarga Farrell cukup terpandang, dengan Tika jika yang menjadi pasangannya seolah serasi.

Memang benar pasangan yang serasi membuat hati Dinda tambah sesak. Ia merasa seperti orang yang tidak bisa apa-apa. Ia tidak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi. Apalagi statusnya yang hina seolah ia hanya dijadikan simpanan saja.

"Gak! Itu cuman mimpi. Mimpi itu bunga tidur. Tapi gimana kalau itu nyata. Arrghhhh." Dinda menjambak rambut sepunggung lurus hitamnya seolah melampiaskan emosinya pada rambut yang tak bersalah.

Sebaiknya ia tidur kembali dan tak memikirkannya. Yah tidur adalah cara menghindari masalah yang Dinda hadapi sekarang. 





🦚🦚🦚









🥰🥰🥰

Jangan lupa pencet bintang ya gais biar tambah semangat🔛🔥

DINDA DAN KISAHNYA {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang