🌃🌃🌃
____________________________Di saat mimpi harus bertarung dengan kenyataan.
___________________________🌃🌃🌃
Langkah kaki seorang gadis tampak ringan ketika dia menyusuri jalan untuk mencapai rumahnya. Bibirnya bersenandung riang karena gejolak kegembiraan yang tidak dapat dibendung olehnya.
Sebanyak langkah demi langkah kakinya berpijak, sebanyak itu pula rasa tidak sabarnya untuk mengatakan kepada orang tuanya jika dia telah berhasil menaklukkan ujian akhirnya.
Dia telah berhasil. Perjuangannya untuk menjadi yang terbaik di sekolah menengah pertamanya kini membuahkan hasil. Kini, dia tidak sabar menagih janji ayahnya yang akan memenuhi keinginannya untuk bersekolah di sekolah menengah atas impiannya.
"Cita-cita yang aku punya mulai menunjukkan kecerahannya. Dengan sekolah di SMA itu, aku pasti bisa meraih cita-cita untuk menjadi dokter anak." Gumamnya dengan wajah cerah.
"Tenang Ashana, kamu pasti bisa. Hanya perlu melangkah dengan percaya diri seperti ini. Kamu pasti bisa meraih cita-cita kamu itu." Sambungnya pada diri sendiri dengan senyuman yang memperlihatkan deretan giginya yang amat rapi.
Wajah cerahnya terlihat semakin cerah kala dirinya sampai di lorong masuk ke rumahnya. Dia menghembuskan nafasnya yang terlalu menggebu. Lalu, dengan semangat yang penuh dia berlari menuju rumahnya.
"Hana!"
Laju kakinya yang tadi cukup kencang kini seketika berhenti. Dia menoleh ke arah belakang untuk melihat siapa gerangan yang memanggilnya.
"Hai, Kak Nita! Aku berhasil jadi juara umum loh." Pamernya dengan senyuman penuh.
Gadis yang bernama Nita itu tersenyum sendu. Dia merasa amat pedih jika harus mengatakan sesuatu yang menyakitkan ketika melihat wajah cerah itu. Sorot bahagia itu akan seperti apa jika dia mengetahui sebuah kabar menyakitkan yang mungkin akan mematahkan keceriaan itu.
"Alhamdulillah, Kakak tau kamu pasti jadi juaranya." Lirih Nita.
Dia berjalan mendekati gadis yang dipanggilnya dengan panggilan Hana tadi. Tangannya terjulur untuk mendekap bahu si gadis remaja.
"Selamat untuk juara umumnya. Sekarang, Hana ikut ke rumah kakak dulu, ya?"
Ashana mengerutkan keningnya. Dia menoleh ke arah rumahnya yang terlihat sepi tidak berpenghuni. Lalu, pandangannya kembali jatuh pada Nita.
"Di rumah Kakak lagi ada acara?" Tanya Ashana.
"Bukan, tapi tadi Bu Ina nitip pesan kalau kamu pulang singgah ke rumah kakak dulu." Jawab Nita sembari mengiring Ashana menuju rumahnya yang hanya selisih dua rumah dari rumahnya.
Wajah Ashana langsung mengerut. "Ibu sama ayah pergi?" Rajuknya.
Nita mengangguk dengan susah payah.
"Kak Aiman, Laila sama Fatih juga ikut pergi?" Tanyanya lagi.
Nita kembali menganggukkan kepalanya. "Sebentar lagi mereka pulang." Jawabnya sambil mengusap surai hitam legam Ashana yang hari ini dikucir oleh ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hidup Bukan Hanya Untuk Hari ini
ChickLitIni tentang Ashana Fatina. Si tengah yang harus selalu menjadi penengah. Si ramah yang harus sering mengalah. Si kuat yang tidak boleh penat. Si penumpu yang sayangnya tidak jua memiliki tempat menumpu.