🌃🌃🌃
_______________________________________Rindu. Satu kata berjuta makna.
_______________________________________🌃🌃🌃
Sebuah album tampak telah usang. Segala macam potret di dalamnya juga mulai pudar dimakan waktu. Namun kenangan yang pernah tercipta, tetap abadi dalam ingatan.
Album usang milik keluarga Ashana pun begitu adanya. Warna yang mulai memudar itu menandakan jika potret yang ada di dalamnya sudah ada sejak lama. Di sana mereka tampak berbeda. Hampir semua masih merupakan sosok anak kecil yang hanya tertawa lepas. Sedangkan ayah ibu mereka masih terlihat muda dan bugar.
"Entah waktu yang cepat berlalu, atau aku yang nggak begitu menikmati setiap lajunya. Tau-tau sekarang wajah anak-anak kecil di dalam foto ini udah pada besar. Fatih bukan lagi berada di perut ibu, Lala bukan lagi balita, aku bukan anak SD, Abang bukan lagi anak SMP." Ashana tersenyum saat melihat potret dibalik album. Foto keluarga yang ibunya dulu katakan sebagai foto keluarga pertama mereka.
Ashana kembali menyibak halaman album itu. Kini, matanya tertuju pada foto kedua orang tuanya. Terlihat sekali jika orang tuanya menikah dan hidup dalam cinta yang besar. Rona wajah bahagia itu terpampang jelas di wajah masing-masing. "Kalau dilihat lagi, Bang Aiman jadi mirip banget sama Ayah." Gumamnya lagi.
"Kak Hana, Bu Tina bagi bolu coklat!!" Pekikan Fatih itu membuat Ashana menghentikan kegiatannya. Dia dengan segera mengembalikan album-album di pangkuannya ke dalam lemari.
Setelah itu dia menghampiri si anak bungsu untuk ikut menikmati brownies yang kata Fatih bolu coklat itu.
"Wah, banyak. Nanti sisakan untuk kak Lala juga ya?"
Sontak bibir Fatih mengerucut. "Kak Lala aja nggak mau bagi." Gerutunya sambil menyusun brownies hingga bertumpuk ke atas.
"Nggak boleh gitu. Itu kan kakaknya Fatih. Kalau kakaknya salah, diingatkan. Nanti pasti kak Lala nggak gitu lagi."
Ashana tau, jika pengertian yang sedang diberikan pada Fatih tidak akan terlaksana dengan baik. Sebab disaat adik kecilnya itu ingin berbaik hati pada Laila, si anak gadis itu tetap saja tidak berlaku manis pada Fatih. Namun, meski begitu Ashana selalu mencoba untuk memberi pengertian pada kedua adiknya agar di masa dewasa nanti mereka bisa tetap rukun agar bisa saling mengasihi dan menyayangi.
"Kak, mana brownies nya!" Pekik Laila sambil berlari ke dalam rumah.
Ashana melirik Fatih yang merengut. Lalu, dia memisahkan brownies menjadi dua bagian. "Ini punya Fatih, ini punya Lala. Jadi jangan rebutan." Jelas Ashana.
"Kakak dapat berapa?" Tanya Fatih.
"Kakak nggak suka kue coklat. Untuk kalian aja." Jawab Ashana yang sepenuhnya adalah kebohongan. Dia jelas menyukai segala jenis kue. Apalagi yang berbahan dasar coklat. Namun, dia memilih untuk tidak ambil bagian. Biarlah adik-adiknya menikmati makanan enak sesekali. Dia bisa menahan rasa ingin sebab dulu telah lebih dulu merasakan banyak makanan dari orang tua mereka.
Sementara itu Laila tidak bertanya apapun, dia memilih langsung menyantap bolunya.
"Lala nggak punya penggaris lagi. Kemarin patah." Ujar Laila dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hidup Bukan Hanya Untuk Hari ini
ChickLitIni tentang Ashana Fatina. Si tengah yang harus selalu menjadi penengah. Si ramah yang harus sering mengalah. Si kuat yang tidak boleh penat. Si penumpu yang sayangnya tidak jua memiliki tempat menumpu.