Chapter 8

111 23 1
                                    

🌃🌃🌃_______________________________________

Hal baru pada kisah lama yang terulang berulang kali
_______________________________________

🌃🌃🌃

Satu bulan pertama terasa berlalu begitu saja. Rutinitas melelahkan yang sudah menjadi keseharian Ashana selama setahun terakhir ini tidak lagi membuatnya terasa berat. Semua rasa lelah itu sudah menjadi kebiasaan.

Dia masih sibuk dengan dagangannya. Meski gaji pertama Aiman sudah dia terima kemarin siang melalui rekening milik Aiman yang ditinggalkan padanya, dia masih ingin memupuk rupiah di kantongnya sendiri. Biarlah uang kiriman kakak laki-lakinya itu menjadi uang kebutuhan bulanan mereka. Sedangkan hasil dagangannya bisa dia simpan untuk tabungan kuliahnya nanti.

"Kakak! Fatih main ke rumah Tante Tina, ya. Mau liat dedek Manda."

Ashana tersentak kaget kala suara melengking milik Fatih terdengar di indra pendengarannya. Anak itu memang sudah menjadikan main ke rumah Bu Tina sebagai kesehariannya. Dia sangat suka berdekatan dengan bayi yang merupakan keponakannya itu. Saat ini, Amanda memang sepenuhnya tinggal di rumah Bu Tina. Beliau sangat senang bisa memiliki bayi di rumah. Maka dari itu, penduduk di komplek ini mengetahui Ananda sebagai anak angkat Bu Tina. Tidak ada yang tau jika sebenarnya bayi kecil itu adalah anak dari Aiman.

"Kak Hana! Lala pergi ke rumah Desi, ya. Mau kerja kelompok."

Kali ini suara melengking milik Laila itu masuk ke telinga Ashana. Dia tahu dengan pasti, anak itu sedang mengibulinya. Kerja kelompok hanyalah alasan agar dia diizinkan keluar untuk bermain-main.

"Dia cuma tau main-main sepanjang hari. Sementara aku? Ngurusin rumah dari pagi sampai pagi lagi." Gerutu Ashana.

Dia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah. Sungguh, dia masih ingat dengan jelas jika tadi pagi dia sudah membersihkan rumah sebelum berangkat ke sekolah. Tetapi pemandangan di depannya saat ini seperti rumah yang tidak dibersihkan selama seminggu. Akhirnya, dengan helaan napas lelah sehabis bertarung melawan dua mata pelajaran sulit di sekolah tadi dia masih harus memasak dan membersihkan rumah.

***

Butuh waktu satu jam untuk membuat rumah kembali rapi dan bersih. Lalu, satu jam lagi dia gunakan untuk memasak. Setelah itu dia mengurus ibunya. Mulai dari menyuapi makan, memandikan hingga memakaikan pakaian. Setelah semua itu, Ashana masih belum bisa beristirahat. Karena bahan-bahan kue sudah menanti untuk segera di pegang. Maka dia menghabiskan waktu selama satu jam lagi untuk membuat adonan.

Tepat pukul setengah enam sore, dia baru bisa menghela napas lega. Setidaknya punggungnya sudah bisa diistirahatkan meski nanti selepas magrib dia sudah harus mengerjakan pekerjaan membuat kue nya.

***

Rasanya, dia seperti sedang berada dalam mimpi saat suara Fatih begitu sibuk menyuruhnya untuk bangun.

"Kakak! Mau magrib 'kan nggak boleh tidur. Bangun!!"

Mata Ashana sedikit terbuka. "Iya, ini kakak bangun." Jawabnya.

"Kak Lala mana?" Tanya Fatih dengan kepala celingukan.

Kini, Ashana ikut-ikutan mengedarkan pandangannya. Dia juga belum melihat Laila.

"Selalu aja begini. Diizinkan keluar malah nggak pulang-pulang." Kesal Ashana.

Dia dengan segera mengikat rambutnya dan berjalan menuju pintu depan. Sebelum itu, dia sempat menyuruh Fatih untuk mandi karena melihat adik bungsunya itu belepotan debu hasil bermain diluar seharian.

Ketika Hidup Bukan Hanya Untuk Hari ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang