6 • Mengenal Jahanara Begum Sultan

25 5 0
                                    

Di hari musim semi yang berkilau di Shahjahanabad pada tahun 1654 dan kerumunan yang biasanya seru di warung-warung Chandni Chowk jatuh dalam keheningan mutlak ketika seorang pelayan wanita berjalan di depan gajah, berteriak:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di hari musim semi yang berkilau di Shahjahanabad pada tahun 1654 dan kerumunan yang biasanya seru di warung-warung Chandni Chowk jatuh dalam keheningan mutlak ketika seorang pelayan wanita berjalan di depan gajah, berteriak:

"Bismillah! Inilah yang mulia, Shehzadi Jahanara Begum! Bismillah!"

Nara duduk nyaman di sudut kamarnya tengah malam, matanya menelusuri setiap kata pada buku tua itu dengan imajinasi yang terus berjalan seiring cerita yang disuguhkan.

"Jahanara Begum adalah salah satu wanita yang paling kuat di kerajaan Mughal. Dia adalah putri tertua dari Shah Jahan dan mengambil alih urusan pengadilan sebagai Padshah Begum (ibu negara) pada umur 17 tahun setelah kematian Mumtaz Mahal. Dia memiliki pengaruh besar selama pemerintahan ayahnya. Jahanara juga cukup aktif dalam tujuan amal dan pendidikan yang didukung finansial.

Jahanara Begum adalah seorang penyair, penulis, seorang sufi yang setia, seorang pedagang independen serta komisaris dari berbagai proyek arsitektur dan konstruksi seperti The Chandni Chowk di Delhi. Dia menulis beberapa karya seperti biografi Khwaja Moinuddin Chisthi dan tetap menjadi pengikut sufi yang taat Mulla Shah Badakhshi serta memilih untuk tidak menikah."

"Begum?"

Suara Daadi menginterupsi kegiatan Nara dan otomatis Nara menutup buku segera lantas berdiri cepat.

"Ya, Daadi?"

"Ini hampir tengah malam," Daadi masuk kamar Nara dan menghampirinya. "Sedang membaca?"

Sejenak Nara berpikir lalu duduk di ranjang di samping Daadi, mengelus tangan wanita tua itu yang sudah keriput.

"Daadi dan Daada yang dulu memberikanku nama Jahanara Begum saat aku lahir, kan?"

"Oh," ujar Daadi terkejut senang. Setelah sembilan belas tahun umur cucunya akhirnya dia bertanya tentang namanya. "Aku sudah menunggu waktu ini, jika ada Daada di sini pasti dia senang."

Nara akhirnya menunjukkan buku tersebut di hadapan Daadi.

"Sebetulnya aku menyesal baru mengetahui hal besar yang selalu aku anggap sepele selama ini. Tetapi ini belum terlambat, bisakah Daadi menceritakan kenapa kalian memberiku nama Jahanara?"

Daadi melihat buku tersebut dan tersenyum,

"Daada adalah orang yang menyukai sejarah. Dia menyukai karakter yang dimiliki salah seorang ibu negara Mughal saat itu yakni Jahanara Begum Sahib. Puteri dari para puteri." Daadi mengawali ceritanya.

Nara tidak terkejut karena sejak dulu dia sering melihat Daada tengah membaca buku di sela-sela kesibukannya, model bangunan rumah yang dimiliki nenek kakeknya juga bergaya klasik yang kuat tidak mengikuti zaman.

"Dia cantik jelita, seorang puteri yang hidup dikelilingi dengan barang-barang bersinar dan bernilai, makan dan minum dari piring, cawan, dan piala yang terbuat dari emas. Bahkan, baju yang dikenakan selalu mahal dan yang terbaik, dia adalah putri tertua dan kesayangan ayahnya, Shah Jahan. Tetapi itu semua tidak membuatnya terbuai dan menerima semua kekayaan dan kehormatan begitu saja,"

JahanaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang